Diplomasi di Tengah Perang: Tantangan Dubes Ukraina
Dubes Ukraina, Vasyl Hamianin, menjelaskan tantangan diplomasi di masa perang yang jauh lebih kompleks dan mendesak daripada masa damai, menuntut kecepatan, efisiensi, dan upaya meraih dukungan internasional.
Jakarta, 7 Februari 2024 - Menjalankan diplomasi di tengah konflik bersenjata ternyata jauh lebih rumit daripada yang dibayangkan. Hal ini diungkapkan langsung oleh Duta Besar Ukraina, Vasyl Hamianin, dalam acara perpisahannya yang diselenggarakan oleh Komunitas Kebijakan Luar Negeri Indonesia (FPCI).
Dalam sambutannya, Dubes Hamianin menekankan betapa berbeda diplomasi masa perang dengan masa damai. "Diplomasi masa perang selalu lebih menantang," ujarnya, "karena beberapa alasan yang sangat mendasar."
Tantangan Kecepatan dan Efisiensi
Salah satu tantangan terbesar, menurut Dubes Hamianin, adalah keterbatasan waktu. Tidak ada ruang untuk diskusi panjang dan pengumpulan pendapat yang berlarut-larut. "Anda tidak punya waktu untuk itu," tegasnya, "karena perang adalah ancaman eksistensial bagi negara Anda. Jadi, Anda harus bekerja sangat cepat dan efisien."
Beliau menambahkan, "Setiap hari bisa menjadi hari terakhir bagi negara Anda. Itulah mengapa bagi kami, para diplomat Ukraina di seluruh dunia, menjadi diplomat masa perang berarti berkontribusi langsung pada kelangsungan hidup negara."
Memperoleh Dukungan Internasional
Tantangan lain yang tak kalah berat adalah memperoleh dukungan internasional. Dubes Hamianin menjelaskan, "Anda harus memastikan dukungan, bahkan dari negara-negara yang sebelumnya tidak begitu bersahabat. Namun, dengan membuktikan, membujuk, dan mengatakan kebenaran, kita bisa mengubah pandangan mereka tentang perang."
Diplomasi di masa perang, menurutnya, memerlukan strategi yang tepat dan kemampuan persuasi yang kuat untuk meyakinkan negara-negara lain akan kebenaran perjuangan Ukraina.
Tekanan Pribadi dan Emosional
Selain tantangan diplomatik, Dubes Hamianin juga mengungkapkan tekanan emosional yang dialaminya. Keluarganya berada di Ukraina, di tengah zona konflik. "Tidak hanya keluarga saya," katanya, "tetapi rakyat Ukraina setiap hari menghadapi bahaya dan dampak perang."
Beliau menggambarkan diplomasi masa perang sebagai "masalah kelangsungan hidup, bagi para diplomat, negara, rakyat, dan orang-orang yang mereka cintai." Tekanan ini, tentu saja, menambah kompleksitas tugas seorang diplomat di masa perang.
Kesimpulan
Kesimpulannya, menjadi diplomat Ukraina di masa perang adalah tugas yang sangat berat. Ini bukan hanya tentang negosiasi dan perjanjian, tetapi juga tentang perjuangan untuk eksistensi negara dan keselamatan rakyatnya. Dubes Hamianin telah menunjukkan dedikasi dan kegigihan yang luar biasa dalam menjalankan tugasnya yang penuh tantangan ini.