China Dukung Perdamaian Ukraina, Tapi Ingatkan Prosesnya Tak Bisa Dilakukan Tergesa-Gesa
Menlu China Wang Yi tegaskan dukungan terhadap upaya perdamaian di Ukraina, namun ingatkan kompleksitas penyelesaian konflik dan perlunya solusi adil serta berkelanjutan.

Konflik di Ukraina yang telah berlangsung lebih dari tiga tahun, memasuki babak baru setelah debat panas antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy di Gedung Putih pada akhir Februari 2025. Pernyataan dukungan perdamaian kembali disampaikan oleh Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, di tengah kebuntuan negosiasi dan kebijakan AS yang menerapkan pendekatan 'hadiah dan hukuman' terhadap Ukraina.
Dalam konferensi pers tahunan di Beijing pada Jumat, sebagai bagian dari sidang parlemen 'Dua Sesi', Wang Yi menegaskan dukungan China terhadap semua upaya perdamaian di Ukraina. Namun, ia menekankan kompleksitas akar permasalahan konflik tersebut. Pernyataan ini disampaikan di tengah kebuntuan negosiasi dan kebijakan AS yang menerapkan pendekatan 'hadiah dan hukuman' terhadap Ukraina.
Wang Yi menyampaikan, "China menyambut dan mendukung semua upaya untuk mencapai perdamaian, tetapi pada saat yang sama, penting juga untuk melihat kompleksitas penyebab krisis." Ia juga menambahkan analogi pepatah China tentang pembekuan dan pencairan es untuk menggambarkan kompleksitas proses perdamaian yang tidak bisa tergesa-gesa. Pernyataan ini menyiratkan bahwa penyelesaian konflik membutuhkan waktu, negosiasi yang matang, dan komitmen dari semua pihak yang terlibat.
Dukungan China dan Jalan Menuju Perdamaian
Meskipun mendukung upaya perdamaian, China menyadari bahwa tidak ada pihak yang benar-benar menang dalam konflik. Wang Yi menekankan pentingnya meja perundingan sebagai tempat konflik berakhir dan perdamaian dimulai. Ia berharap tercapainya "kesepakatan perdamaian yang adil dan bertahan lama yang mengikat dan diterima oleh semua pihak." China siap bekerja sama dengan komunitas internasional untuk memainkan peran konstruktif dalam menyelesaikan krisis dan mewujudkan perdamaian abadi.
Wang Yi juga menyoroti pentingnya pembelajaran dari krisis Ukraina yang telah berlangsung lama. Menurutnya, tragedi ini seharusnya dapat dihindari, dan semua pihak perlu mengambil pelajaran berharga dari konflik tersebut. Ia juga menambahkan bahwa keamanan satu negara tidak boleh dibangun di atas kerentanan negara lain, dan menekankan pentingnya visi baru tentang keamanan bersama, menyeluruh, kooperatif, dan berkelanjutan.
Lebih lanjut, Wang Yi menyatakan, "Kita semua berharap adanya kesepakatan perdamaian yang adil dan bertahan lama yang mengikat dan diterima oleh semua pihak. Itu adalah kesepakatan yang berharga, dan semua pihak harus bersama-sama memperjuangkannya." Pernyataan ini menunjukkan komitmen China terhadap solusi damai yang adil dan berkelanjutan untuk konflik di Ukraina.
Dampak Kebijakan AS dan Negosiasi Mineral Tanah Jarang
Sejak debat Trump-Zelenskyy, pemerintah AS menghentikan semua bantuan militer ke Ukraina mulai 3 Maret 2025. Kebijakan ini merupakan bagian dari pendekatan 'stick and carrot' Presiden Trump untuk mengakhiri konflik Rusia-Ukraina. Penasihat Keamanan Nasional AS, Mike Waltz, menjelaskan bahwa penangguhan bantuan militer dapat dicabut jika ada kesepakatan tercapai dalam negosiasi mineral tanah jarang antara AS dan Ukraina.
Langkah AS ini menimbulkan dinamika baru dalam upaya perdamaian. Penangguhan bantuan militer menjadi tekanan bagi Ukraina untuk berkomitmen pada perundingan damai. Namun, negosiasi mineral tanah jarang juga menunjukkan adanya kepentingan ekonomi yang turut mempengaruhi dinamika politik dalam penyelesaian konflik ini.
Situasi ini menunjukkan kompleksitas dan saling keterkaitan berbagai faktor yang mempengaruhi proses perdamaian di Ukraina. Dukungan China, kebijakan AS, dan negosiasi ekonomi semuanya berperan dalam menentukan arah penyelesaian konflik yang masih jauh dari kata selesai.
Kesimpulannya, upaya perdamaian di Ukraina masih menghadapi tantangan yang kompleks. Dukungan dari berbagai negara, termasuk China, sangat penting. Namun, proses perdamaian membutuhkan waktu, negosiasi yang intensif, dan komitmen dari semua pihak yang terlibat untuk mencapai solusi yang adil dan berkelanjutan.