Dittipidum Bareskrim Bantah Tudingan Penggelapan Sertifikat Tanah
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri membantah telah menggelapkan sertifikat tanah dan menegaskan telah mengembalikannya setelah penghentian penyidikan kasus dugaan pemalsuan dokumen.

Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro, dengan tegas membantah tuduhan penggelapan sertifikat tanah yang dialamatkan kepadanya dan anak buahnya. Bantahan ini disampaikan setelah Dittipidum Bareskrim mengembalikan sertifikat tanah yang menjadi objek polemik dan menghentikan penyidikan kasus dugaan pemalsuan dokumen terkait sertifikat tersebut. Peristiwa ini melibatkan laporan dari Poltak Silitonga, kuasa hukum Brata Ruswanda, yang telah berlangsung selama beberapa tahun.
Penghentian penyidikan dan pengembalian sertifikat tanah tersebut dikonfirmasi Brigjen Pol. Djuhandhani pada Kamis lalu di Jakarta. Ia menjelaskan bahwa gelar perkara pada 21 Januari 2025 menghasilkan keputusan penghentian penyidikan, yang kemudian disusul dengan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) pada 24 Februari 2025. Keputusan ini direkomendasikan oleh Biro Wasidik setelah gelar perkara yang dihadiri pelapor dan terlapor pada 30 September 2024. Barang bukti berupa sertifikat tanah dan pemberitahuan SP3 telah diserahkan kepada kuasa hukum pelapor, Poltak Silitonga, pada 26 Februari 2025.
Brigjen Pol. Djuhandhani menekankan bahwa tidak ada penggelapan barang bukti yang dilakukan oleh penyidik. Proses pengembalian barang bukti, menurutnya, telah sesuai prosedur dan diawasi oleh pimpinan secara berjenjang. Ia juga menjelaskan kronologi kasus, termasuk laporan yang diajukan oleh Poltak Silitonga ke Divisi Propam Polri pada 10 Februari 2025 dengan nomor SPSP2/000646/II/2025/BAGYANDUAN, yang menuduh penggelapan surat-surat berharga milik kliennya.
Kronologi Kasus dan Pemeriksaan Sertifikat
Poltak Silitonga, dalam laporannya, menyatakan bahwa sertifikat tanah asli milik kliennya telah diserahkan kepada penyidik Dittipidum Bareskrim Polri selama tujuh tahun tanpa kejelasan. Ia menduga adanya penahanan surat asli tersebut tanpa dasar hukum yang jelas. Menanggapi hal ini, Brigjen Pol. Djuhandhani menjelaskan bahwa sertifikat tanah tersebut diterima sebagai barang bukti dalam pemeriksaan laporan dugaan pemalsuan dokumen tanah. Namun, hasil laboratorium forensik (labfor) menunjukkan bahwa sertifikat tersebut ternyata palsu.
Berdasarkan hasil labfor yang menyatakan sertifikat tersebut non-identik atau palsu, Dittipidum Bareskrim memutuskan untuk menghentikan penyidikan dan mengembalikan sertifikat tersebut kepada pemiliknya. Hal ini sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyatakan bahwa barang bukti yang tidak lagi diperlukan dalam proses penyidikan harus dikembalikan. Proses pengembalian barang bukti ini juga dilakukan setelah gelar perkara dan melalui pengawasan pimpinan.
Brigjen Pol. Djuhandhani menegaskan kembali komitmennya untuk menjaga agar sertifikat tersebut tidak disalahgunakan. Pengembalian barang bukti ini merupakan langkah untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas proses hukum yang sedang berjalan. Pihaknya memastikan bahwa semua prosedur telah diikuti dengan benar dan pengawasan yang ketat telah dilakukan dalam setiap tahapan proses.
Penjelasan Lebih Lanjut Mengenai Prosedur dan Pengawasan
Proses pengembalian barang bukti, khususnya dalam kasus ini, mengikuti prosedur yang ketat dan diawasi secara berjenjang oleh pimpinan di Bareskrim Polri. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dan memastikan bahwa semua tindakan yang dilakukan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Transparansi dan akuntabilitas menjadi prioritas utama dalam penanganan kasus ini.
Dengan demikian, pernyataan Brigjen Pol. Djuhandhani membantah tuduhan penggelapan sertifikat tanah dan menjelaskan secara rinci kronologi kejadian, proses hukum, dan prosedur yang telah dijalankan. Pengembalian sertifikat tanah tersebut menjadi bukti nyata komitmen Dittipidum Bareskrim Polri dalam menegakkan hukum dan menjaga transparansi.
Kesimpulannya, kasus ini menekankan pentingnya akuntabilitas dan transparansi dalam proses penegakan hukum. Meskipun terdapat laporan awal yang menuduh penggelapan, proses hukum yang transparan dan berpedoman pada KUHAP telah membuktikan bahwa tidak ada pelanggaran yang dilakukan oleh pihak Dittipidum Bareskrim Polri.