DMSI Dorong Modernisasi Teknologi Sawit: Investasi Rp149 Triliun dari China?
Ketua Umum DMSI, Sahat Sinaga, mendorong pembaruan teknologi di industri sawit Indonesia untuk meningkatkan nilai ekonomi dan keberlanjutan lingkungan, bahkan menyebut adanya potensi investasi hingga Rp149 triliun dari China.

Jakarta, 14 Mei 2024 - Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) mendorong modernisasi teknologi dalam industri sawit nasional. Ketua Umum DMSI, Sahat Sinaga, menekankan pentingnya langkah ini untuk meningkatkan nilai ekonomi, kesejahteraan petani, dan keberlanjutan lingkungan. Inisiatif ini mendapat perhatian serius, bahkan dikabarkan telah menarik minat investor asing dengan potensi investasi yang sangat besar.
Sahat Sinaga mengungkapkan keprihatinannya terhadap teknologi sawit yang ada saat ini, yang dianggapnya sudah usang dan menghasilkan emisi karbon yang tinggi. "Saya mau ubah teknologi sawit (Indonesia saat) ini, karena (menurut saya) sudah usang, dan emisi karbonnya tinggi," tegas Sahat dalam wawancara di sela-sela acara Palmex Indonesia 2025 di Jakarta International Expo.
Namun, transformasi teknologi ini membutuhkan investasi yang signifikan. Tantangan besar ini tampaknya tidak menyurutkan langkah DMSI. Pihaknya telah menjalin komunikasi dengan investor asal China yang tertarik untuk menggelontorkan dana besar dalam proyek ini.
Investasi Masif dari China: Harapan dan Tantangan
Potensi investasi dari China mencapai 9 miliar dolar AS atau sekitar Rp149 triliun. Investasi ini diproyeksikan dimulai pada tahun 2026 dan berlangsung selama tujuh tahun. Dana tersebut akan digunakan untuk membangun mesin pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi minyak sawit dengan teknologi yang lebih modern dan ramah lingkungan.
Sahat Sinaga menjelaskan, "Saya usulkan suatu teknologi dan China tertarik, mau membawa uang miliaran dolar AS untuk membantu petani (Indonesia)." Teknologi baru ini diharapkan mampu meningkatkan nilai ekonomi bagi petani dengan memanfaatkan seluruh bagian tanaman sawit, termasuk bagian yang sebelumnya terbuang.
Lebih lanjut, ia berharap teknologi ini dapat memberdayakan petani sawit. "Tandan dan fiber-nya berharga, sehingga petani bisa kaya. Sekaligus kita mengajari petani, agar mereka tidak hanya menjadi petani, tapi juga menjadi tuan, dari objek berubah menjadi subjek," tambah Sahat.
Peran Pemerintah dan Pasar Karbon
DMSI juga berharap pemerintah menciptakan iklim investasi yang kondusif. Salah satu aspek penting adalah memberikan kesempatan kepada investor untuk membeli emisi karbon yang berhasil dikurangi melalui teknologi baru ini.
Sahat menjelaskan, "Asal mereka diberikan kesempatan untuk membeli emisi karbon yang kita turunkan. Karena (kita belum tahu) siapa yang berhak (memberikan izin) emisi karbon ini dijual, izinnya (dari) kementerian mana, itu perlu waktu dan itu yang akan kita lakukan dari DMSI." Hal ini menunjukkan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan investor untuk mewujudkan industri sawit yang berkelanjutan.
Keberhasilan proyek ini bergantung pada berbagai faktor, termasuk regulasi pemerintah yang mendukung, ketersediaan teknologi yang tepat, dan komitmen semua pihak yang terlibat. Modernisasi teknologi sawit bukan hanya sekadar meningkatkan efisiensi produksi, tetapi juga membuka peluang besar untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan melindungi lingkungan.
Dengan investasi sebesar itu, diharapkan industri sawit Indonesia dapat menjadi lebih kompetitif di pasar global dan berkontribusi pada pembangunan ekonomi nasional yang berkelanjutan. Namun, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan investasi ini sangat penting untuk memastikan manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh stakeholder.