Ekonom UGM: Waspada, Perang Dagang AS-China Belum Usai!
Ekonom FEB UGM ingatkan pemerintah untuk tetap waspada terhadap dampak perang dagang AS-China meskipun tensi mulai mereda, seraya menekankan pentingnya stimulus ekonomi dan antisipasi inflasi.

Yogyakarta, 14 Mei 2024 - Ekonom Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada (UGM), Sekar Utami Setiastuti, mengingatkan pemerintah Indonesia untuk tidak lengah meskipun perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China tampak mereda. Perundingan di Jenewa menghasilkan kesepakatan penurunan tarif impor selama 90 hari, namun Sekar menekankan pentingnya kewaspadaan dan kesiapsiagaan menghadapi potensi dampak negatif bagi perekonomian Indonesia.
Meskipun kesepakatan tersebut memberikan sinyal positif, Sekar mengingatkan bahwa situasi masih fluktuatif. Presiden AS, Donald Trump, dikenal karena kebijakannya yang sering berubah-ubah. Oleh karena itu, Indonesia perlu tetap tangguh dan waspada terhadap perkembangan selanjutnya, tidak hanya dalam hubungan AS-China, tetapi juga dengan negara-negara lain.
"Masih waspada, karena Trump itu kan volatile (tidak stabil) banget, ya. Itu kan baru perundingan pertama. Tapi kita belum lihat sama negara lain juga kayak gimana. Jadi, enggak bisa terus kita santai-santai, tetap harus resilien dan tetap harus waspada," ujar Sekar dalam EB Journalism Academy di FEB UGM, Yogyakarta.
Pemerintah Diminta Siapkan Stimulus Ekonomi
Sekar menyarankan pemerintah untuk mempersiapkan langkah-langkah antisipatif jika dampak negatif perang dagang benar-benar terasa. Hal ini meliputi penyediaan stimulus ekonomi bagi sektor-sektor yang terdampak. Ia menekankan pentingnya perencanaan jangka panjang untuk menghadapi potensi guncangan ekonomi global.
"Kalau ada dampak negatif, ya gimana cara kita kasih stimulus ke yang memang terdampak. Misalnya dalam jangka panjang ada satu sektor yang terdampak, ya berarti kan memang mungkin di situ nanti perlu ada stimulus ke sektor-sektor tertentu," jelasnya.
Lebih lanjut, Sekar menjelaskan bahwa gejolak ekonomi global akibat perang dagang biasanya terlihat dari aktivitas ekspor dan impor. Perlambatan ekonomi global berpotensi menurunkan permintaan dan berdampak pada ekspor Indonesia. Namun, ia juga mencatat bahwa penurunan permintaan juga dapat menyebabkan penurunan impor, sehingga dampak bersih terhadap neraca perdagangan mungkin tidak terlalu signifikan.
"Kalau kita kemudian demand-nya turun, mungkin impor kita juga akan turun. Net ekspornya enggak akan turun terlalu banyak. Jadi agak sedikit delicate (rumit), memang harus dilihat supply chain (rantai pasok) kita itu kayak gimana," tutur Sekar.
Inflasi Impor dan Respons Publik
Meskipun inflasi domestik saat ini masih terkendali, Sekar mengingatkan potensi inflasi impor, terutama jika harga bahan pokok terpengaruh. Ia menekankan pentingnya pemantauan dan antisipasi kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok.
"Kalau kita khawatirkan import inflation, sebenarnya mungkin masih ada space. Cuma memang khawatirnya itu kalau kemudian terjadi kenaikan di harga-harga bahan pokok. Itu yang nanti mungkin memberikan dampak langsung," ujarnya.
Sekar juga menyoroti pentingnya komunikasi publik yang tepat dari pemerintah. Pemerintah tidak boleh menganggap enteng dampak perang dagang dan harus memberikan respons yang tepat dan transparan kepada masyarakat.
"Pemerintah tetap harus mencoba melihat efeknya kayak gimana. Jangan terus merasa aman dan tahan banting, padahal situasi bisa berubah cepat," tegas Sekar.
Kesimpulan
Meskipun tensi perang dagang AS-China mereda, Sekar menekankan pentingnya kewaspadaan. Kondisi global masih tidak menentu dan potensi perubahan mendadak tetap ada. Pemerintah Indonesia harus bersiap menghadapi berbagai skenario, termasuk dengan menyiapkan stimulus ekonomi dan mengantisipasi potensi inflasi impor. Respons yang tepat dan transparan kepada publik juga sangat penting dalam menghadapi situasi yang dinamis ini. "Walaupun kemudian Trump seolah sudah melunak, itu bukan berarti bahwa masalahnya selesai," pungkas Ketua Program Studi Sarjana Ilmu Ekonomi FEB UGM ini.