Celios Usul Perlindungan Pasar Dalam Negeri di Tengah Perang Dagang AS-China
Celios mengusulkan penguatan kerja sama ASEAN dan perlindungan pasar domestik untuk menghadapi dampak perang dagang AS-China yang berisiko memicu resesi global dan PHK massal.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengusulkan strategi jitu untuk menghadapi dampak perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Usulan tersebut disampaikan di Jakarta pada Kamis, 10 April. Ia menekankan pentingnya proteksi pasar dalam negeri dan penguatan kerja sama ASEAN sebagai langkah antisipatif terhadap kebijakan tarif impor AS yang berpotensi merugikan Indonesia.
Bhima menjelaskan bahwa eskalasi perang dagang dengan tarif balasan antara AS dan China berpotensi besar memicu resesi ekonomi global. Hal ini akan berdampak signifikan pada volume perdagangan dunia yang diperkirakan akan turun drastis di tahun ini. Dampaknya akan terasa hingga ke negara-negara yang memasok bahan baku ke AS dan China, termasuk Indonesia.
Indonesia, menurut data tahun 2024, memiliki porsi ekspor ke AS dan China sebesar 34 persen secara kumulatif. Artinya, sepertiga neraca perdagangan Indonesia sangat bergantung pada dua negara raksasa yang sedang terlibat dalam perang dagang tersebut. Situasi ini tentu sangat mengkhawatirkan dan membutuhkan langkah strategis untuk meminimalisir dampak negatifnya.
Perlu Strategi Jitu Hadapi Perang Dagang
Bhima menyarankan beberapa langkah strategis yang perlu diambil pemerintah. Pertama, mengalihkan produk ekspor ke pasar alternatif seperti Timur Tengah. Kedua, memperkuat kerja sama ekonomi di kawasan ASEAN. Ketiga, meningkatkan daya beli masyarakat untuk menopang perekonomian domestik. Dan yang terakhir, menerapkan kebijakan perlindungan pasar dalam negeri agar tidak terbebani oleh impor yang berlebihan.
Ia menambahkan bahwa rantai pasok global yang saling terhubung membuat penurunan kapasitas produksi di China dan AS berpotensi memicu pengurangan pemesanan barang dari Indonesia. Lebih lanjut, pengalihan produksi dari China ke Indonesia juga berpotensi menekan pelaku usaha domestik.
"Paling dikhawatirkan imbasnya ke PHK (pemutusan hubungan kerja) massal di sektor padat karya," ujar Bhima, menekankan dampak serius yang mungkin terjadi jika pemerintah tidak segera mengambil tindakan.
Penundaan Tarif AS dan Langkah Diplomasi Indonesia
Pada Rabu, 9 April 2025 waktu AS, Presiden AS Donald Trump mengumumkan penundaan selama 90 hari atas tarif resiprokal ke berbagai negara mitra dagang. Namun, beliau tetap menaikkan bea masuk ke China sebesar 125 persen. Negara-negara yang sebelumnya direncanakan dikenakan tarif resiprokal lebih tinggi, hanya dikenakan tarif dasar 10 persen untuk baja, aluminium, dan mobil.
Trump menyatakan bahwa lebih dari 75 negara siap bernegosiasi dengan AS. Di sisi lain, AS akan tetap meninjau kemungkinan menaikkan tarif di sektor farmasi. Situasi ini menunjukkan kompleksitas dan ketidakpastian yang masih melingkupi perang dagang ini.
Pemerintah Indonesia sendiri telah mempersiapkan paket negosiasi yang akan dibawa ke perundingan di Washington D.C. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menilai jalur diplomasi sebagai solusi yang saling menguntungkan, tanpa perlu mengambil langkah retaliasi terhadap kebijakan tarif resiprokal AS.
Sebagai langkah awal, Pemerintah Indonesia akan melakukan pertemuan dengan pimpinan negara-negara ASEAN pada 10 April 2025 untuk menyatukan sikap menghadapi dampak perang dagang AS-China. Hal ini menunjukkan komitmen Indonesia untuk mencari solusi bersama dalam menghadapi tantangan global.
Meskipun terdapat penundaan tarif dari AS, ancaman resesi global dan dampaknya terhadap perekonomian Indonesia tetap nyata. Oleh karena itu, langkah-langkah strategis yang diusulkan Celios, seperti perlindungan pasar dalam negeri dan penguatan kerja sama ASEAN, perlu dipertimbangkan secara serius oleh pemerintah untuk melindungi perekonomian Indonesia.