Ekspor ke ASEAN: Strategi Pertahankan Surplus Dagang RI
Ekonom Celios, Bhima Yudhistira, menyarankan peningkatan ekspor ke ASEAN dan pencarian pasar alternatif untuk menjaga surplus perdagangan Indonesia di tengah penurunan surplus secara bulanan.

Jakarta, 17 Maret 2025 - Indonesia berhasil mencatatkan surplus perdagangan sebesar 3,12 miliar dolar AS pada bulan Februari 2025. Namun, angka ini menunjukkan penurunan sebesar 0,38 miliar dolar AS dibandingkan bulan sebelumnya. Menanggapi hal ini, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, memberikan saran strategis untuk mempertahankan bahkan meningkatkan surplus perdagangan Indonesia.
Bhima menekankan pentingnya peningkatan penetrasi pasar ekspor di kawasan ASEAN. Pertumbuhan pasar ASEAN yang signifikan, mencapai 46 persen pada Januari-Februari 2025, menjadi peluang besar bagi Indonesia. "Pemerintah mungkin perlu penetrasi ke pasar ekspor yang ada di ASEAN, karena ASEAN pada Januari-Februari 2025 ini naiknya 46 persen. Pasar di ASEAN masih bagus," ungkap Bhima dalam wawancara dengan ANTARA di Jakarta.
Meskipun ekspor produk nonmigas Indonesia ke ASEAN meningkat 2,26 persen pada periode yang sama dibandingkan tahun sebelumnya, Bhima mengingatkan perlunya strategi yang lebih komprehensif untuk menghadapi tantangan global. Ia menyoroti pentingnya diversifikasi pasar ekspor untuk mengantisipasi potensi perang dagang dan menjaga stabilitas ekonomi.
Eksplorasi Pasar Ekspor Alternatif
Bhima menyarankan pencarian pasar ekspor alternatif di berbagai wilayah, seperti Amerika Selatan, Kepulauan Pasifik, Asia Selatan, dan Timur Tengah. Menurutnya, pasar-pasar ini memiliki potensi yang menjanjikan. "Menemukan pasar ekspor alternatif terutama di Amerika Selatan, Kepulauan Pasifik, Asia Selatan dan Timur Tengah yang prospek. Jadi harus ada misi dagang khusus ke negara-negara alternatif yang potensial," tegasnya.
Surplus perdagangan Indonesia pada Februari 2025 terutama ditopang oleh surplus komoditas nonmigas sebesar 4,84 miliar dolar AS. Komoditas utama penyumbang surplus ini meliputi lemak dan minyak nabati, bahan bakar mineral, serta besi dan baja. Namun, Indonesia juga mengalami defisit perdagangan pada komoditas migas sebesar 1,72 miliar dolar AS, yang berasal dari hasil minyak dan minyak mentah.
Defisit perdagangan terbesar dialami Indonesia dengan Tiongkok (1,76 miliar dolar AS), Australia (0,43 miliar dolar AS), dan Brasil (0,17 miliar dolar AS). Komoditas yang menjadi penyumbang defisit terbesar dengan masing-masing negara tersebut pun berbeda-beda.
Analisis Defisit Perdagangan
Defisit dengan Tiongkok terutama disebabkan oleh mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya, mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya, dan kendaraan serta bagiannya. Sementara itu, defisit dengan Australia disebabkan oleh bahan bakar mineral (batu bara), biji logam, dan serealia. Sedangkan defisit dengan Brasil disebabkan oleh ampas dan sisa industri makanan, kapas, dan gula.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa meskipun terdapat surplus perdagangan secara keseluruhan, Indonesia perlu melakukan langkah-langkah strategis untuk memperkuat posisi ekonomi globalnya. Peningkatan ekspor ke ASEAN dan pencarian pasar alternatif menjadi kunci untuk mempertahankan surplus perdagangan dan mengurangi ketergantungan pada pasar-pasar tertentu.
Pemerintah perlu mengambil langkah konkret untuk mendukung eksportir Indonesia dalam memasuki pasar-pasar baru ini, termasuk melalui misi dagang dan fasilitasi perdagangan. Diversifikasi pasar ekspor akan meningkatkan ketahanan ekonomi Indonesia terhadap guncangan global dan memastikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.