Neraca Perdagangan Indonesia Surplus 3,12 Miliar Dolar AS di Februari 2025
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat surplus neraca perdagangan Indonesia mencapai 3,12 miliar dolar AS pada Februari 2025, melanjutkan tren positif selama 58 bulan berturut-turut.

Badan Pusat Statistik (BPS) baru-baru ini mengumumkan kabar baik bagi perekonomian Indonesia. Pada Februari 2025, neraca perdagangan Indonesia berhasil mencatatkan surplus sebesar 3,12 miliar dolar AS. Surplus ini, meskipun mengalami penurunan sebesar 0,38 miliar dolar AS dibandingkan bulan sebelumnya, tetap menunjukkan kinerja positif dan berkelanjutan dalam perekonomian nasional. Pencapaian ini sekaligus memperpanjang rekor surplus neraca perdagangan Indonesia selama 58 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, dalam konferensi pers di Jakarta menyampaikan bahwa surplus tersebut terutama ditopang oleh kinerja positif komoditas non-migas. Komoditas non-migas berhasil menyumbang surplus sebesar 4,84 miliar dolar AS. Beberapa komoditas utama penyumbang surplus ini antara lain lemak dan minyak nabati, bahan bakar mineral, serta besi dan baja. Namun, perlu dicatat bahwa neraca perdagangan komoditas migas masih mencatatkan defisit sebesar 1,72 miliar dolar AS, yang berasal dari hasil minyak dan minyak mentah.
Tren positif ini menunjukkan ketahanan ekonomi Indonesia di tengah dinamika ekonomi global yang masih penuh tantangan. Keberhasilan mempertahankan surplus neraca perdagangan selama lebih dari empat tahun menunjukkan strategi perdagangan yang efektif dan daya saing produk Indonesia di pasar internasional. Ke depan, pemerintah perlu terus berupaya menjaga momentum positif ini dengan memperhatikan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kinerja ekspor dan impor.
Analisis Surplus dan Defisit Perdagangan
Surplus neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2025 didominasi oleh beberapa negara mitra dagang utama. Amerika Serikat menjadi penyumbang surplus terbesar dengan nilai mencapai 1,57 miliar dolar AS, diikuti oleh India (1,27 miliar dolar AS) dan Filipina (0,75 miliar dolar AS). Ketiga negara ini menjadi pasar penting bagi produk ekspor Indonesia.
Di sisi lain, Indonesia juga mengalami defisit perdagangan dengan beberapa negara. Tiongkok menjadi negara dengan defisit terbesar, mencapai 1,76 miliar dolar AS, disusul oleh Australia (0,43 miliar dolar AS) dan Brazil (0,17 miliar dolar AS). Defisit ini perlu menjadi perhatian pemerintah untuk mengoptimalkan strategi perdagangan dan meningkatkan daya saing produk dalam negeri.
Lebih rinci, defisit dengan Tiongkok terutama disebabkan oleh impor mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya, mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya, dan kendaraan serta bagiannya. Sementara itu, defisit dengan Australia disebabkan oleh impor bahan bakar mineral (batu bara), biji logam, dan cerealia. Sedangkan defisit dengan Brazil disebabkan oleh impor ampas dan sisa industri makanan, kapas, dan gula.
Kinerja Kumulatif Januari-Februari 2025
Secara kumulatif, neraca perdagangan Indonesia pada periode Januari-Februari 2025 juga mencatatkan surplus yang signifikan, yaitu sebesar 6,61 miliar dolar AS. Angka ini menunjukkan peningkatan yang cukup besar dibandingkan periode yang sama tahun lalu, dengan kenaikan sebesar 3,78 miliar dolar AS. Surplus kumulatif ini kembali didorong oleh surplus komoditas non-migas yang mencapai 9,76 miliar dolar AS.
Data ini menunjukkan kinerja positif dan konsisten sektor ekspor Indonesia. Pemerintah perlu terus mendorong peningkatan daya saing produk ekspor, diversifikasi pasar, dan peningkatan efisiensi dalam sektor produksi untuk mempertahankan tren positif ini. Penting juga untuk terus memantau perkembangan ekonomi global dan mengantisipasi potensi tantangan yang mungkin muncul.
Secara keseluruhan, data neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2025 dan periode Januari-Februari 2025 menunjukkan kinerja yang menggembirakan. Surplus yang berkelanjutan ini menjadi indikator positif bagi perekonomian Indonesia dan menunjukkan ketahanan di tengah tantangan global. Namun, pemerintah perlu tetap waspada dan terus berupaya meningkatkan daya saing produk ekspor serta mengelola potensi defisit dengan beberapa negara mitra dagang.