Fakta Menarik: Baru 6 Juta Petani Sawit Tersertifikasi ISPO, Kementan dan BPDP Genjot Percepatan
Kementerian Pertanian dan BPDP bersinergi mempercepat Sertifikasi ISPO Petani Sawit, mengingat baru sebagian kecil yang tersertifikasi dan mandatori akan direlaksasi pada 2026. Mengapa ini krusial bagi pasar global?

Kementerian Pertanian (Kementan) bersama Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) tengah gencar mendorong percepatan pencapaian Sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) bagi petani sawit swadaya. Langkah ini menjadi krusial dalam upaya memperkuat posisi industri kelapa sawit Indonesia di kancah global.
Direktur Tanaman Sawit dan Aneka Palma Direktorat Jenderal Perkebunan Kementan, Baginda Siagian, mengungkapkan bahwa dari total 16 juta petani sawit, baru sekitar 6 juta yang telah mendapatkan sertifikasi ISPO. Kondisi ini menjadi perhatian serius, mengingat relaksasi mandatori ISPO akan mulai diterapkan pada tahun 2026.
Untuk itu, semua pihak diharapkan bergerak lebih cepat agar target sertifikasi dapat segera tercapai. BPDP telah menyiapkan alokasi dana yang signifikan untuk mendukung program percepatan ini, menandakan komitmen kuat pemerintah dalam mewujudkan keberlanjutan sektor kelapa sawit.
Pentingnya Sertifikasi ISPO di Pasar Global
Keberadaan Sertifikasi ISPO menjadi kunci utama bagi kelapa sawit Indonesia untuk menembus pasar global. Baginda Siagian menegaskan bahwa kebijakan internasional seperti IUCEP dan EUDR kini mensyaratkan aspek keberlanjutan, menjadikan ISPO sebagai prasyarat tak terhindarkan.
Tahun ini, Kementan menargetkan 30.000 petani sawit swadaya mendapatkan Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB). Pembiayaan untuk program ini didukung penuh oleh BPDP, sebagai bagian dari upaya membangun ekosistem keberlanjutan yang lebih kokoh.
Ekosistem berkelanjutan ini diharapkan mampu meningkatkan daya saing industri kelapa sawit Indonesia di pasar internasional. Dengan demikian, produk kelapa sawit dari Indonesia dapat diterima luas dan memenuhi standar keberlanjutan yang berlaku secara global.
Kendala dan Komitmen Pendanaan ISPO Petani Sawit
Pelaksana Tugas Divisi Penyaluran Dana Sektor Hulu BPDP, Dwi Nuswantara, menjelaskan bahwa ISPO merupakan program strategis pemerintah yang bersifat mandatori. Hal ini sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2020, yang kemudian diperpanjang melalui Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2025 hingga tahun 2029.
BPDP berkomitmen penuh mendukung pendanaan sertifikasi ISPO, dengan menganggarkan dana sebesar Rp88 miliar untuk tahun 2025. Namun, Dwi mengungkapkan bahwa hingga saat ini dana tersebut belum dapat disalurkan sepenuhnya karena masih menghadapi sejumlah kendala dalam pelaksanaan sertifikasi di lapangan.
Oleh karena itu, BPDP berharap regulasi teknis, baik dalam bentuk Peraturan Menteri maupun Keputusan Dirjen, dapat segera diselesaikan. Penyelesaian regulasi ini akan membuat pelaksanaan program di lapangan menjadi lebih taktis dan efisien, memastikan dana sawit digunakan secara optimal untuk kemajuan sektor, khususnya bagi petani kecil.
Strategi Percepatan dan Harapan Peningkatan Kesejahteraan
Untuk mempercepat proses sertifikasi, Baginda Siagian menekankan perlunya pendekatan yang lebih efektif. Salah satu strategi yang diusulkan adalah mendorong perusahaan inti yang telah tersertifikasi ISPO untuk membantu plasma atau mitra petani mereka dalam memperoleh sertifikasi.
Country Manager Solidaridad Indonesia, Yeni Fitriyanti, menyatakan bahwa Lokakarya Nasional Percepatan Sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) bagi petani sawit swadaya menjadi forum penting. Forum ini bertujuan merumuskan rekomendasi kebijakan dan komitmen terkait akses pendanaan ISPO, termasuk registrasi STDB bagi petani swadaya.
Melalui lokakarya ini, diharapkan solusi terbaik bagi percepatan sertifikasi ISPO dapat ditemukan. Yeni Fitriyanti menegaskan bahwa pihaknya ingin memastikan praktik keberlanjutan di industri sawit dapat diterjemahkan menjadi peningkatan kesejahteraan yang signifikan dan berkelanjutan bagi petani sawit swadaya.