Fakta Mengejutkan: Ratusan Miliar Rupiah Tumpukan Gula Pasir di Gudang Jawa Timur Jadi Sorotan DPR
Anggota DPR RI mendesak pemerintah atasi tumpukan gula pasir senilai ratusan miliar di gudang Jawa Timur, memicu kekhawatiran petani tebu. Apa penyebabnya?

Anggota Komisi VI DPR RI, Nasim Khan, mendesak pemerintah untuk segera mengambil tindakan konkret. Hal ini terkait persoalan tumpukan gula pasir yang signifikan di sejumlah gudang pabrik gula di wilayah Situbondo dan Bondowoso, Jawa Timur. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan karena menghambat pembayaran kepada para petani tebu.
Permintaan tersebut disampaikan Nasim Khan setelah melakukan audiensi dengan Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) dan General Manager (GM) pabrik gula di Regional 4 Jawa Timur. Pertemuan penting ini berlangsung di Pabrik Gula (PG) Prajekan, Bondowoso, Jawa Timur, pada Minggu (10/8). Ia menekankan urgensi penyelesaian masalah ini agar gula dapat segera terjual.
Nasim Khan mengungkapkan bahwa di regional tersebut, ratusan miliar rupiah hasil penjualan gula belum terbayar kepada petani. Ia berharap pemerintah tidak menunda keputusan dan dapat segera bertindak, bahkan tidak perlu menunggu hingga pekan depan. Situasi ini menimbulkan beban berat bagi petani yang sudah mengeluarkan biaya produksi.
Kekhawatiran Petani dan Dampak Ekonomi
Dari hasil pertemuan tersebut, ditemukan adanya tumpukan gula pasir dalam jumlah besar yang belum terjual di berbagai gudang pabrik gula. Fenomena ini terjadi di tengah kondisi pasar yang justru dibanjiri oleh gula rafinasi. Kondisi ini secara langsung berdampak pada petani tebu yang hasil panennya belum dibayarkan.
Sebagai contoh, di PG Prajekan, terdapat sekitar 4.600 ton gula senilai sekitar Rp60 miliar yang belum terjual. Sementara itu, di PG Assembagoes, tersisa 5.000 ton gula dengan nilai setara Rp50 miliar. Tumpukan gula juga terjadi di PG Panji, dengan 2.500 ton gula senilai sekitar Rp36 miliar, dan di PG Wringin Anom, sebanyak 3.900 ton gula tidak terserap pasar selama delapan periode terakhir.
Situasi stagnasi penjualan ini secara langsung menyebabkan pembayaran kepada petani menjadi tertunda. Hal ini memunculkan kekhawatiran serius di kalangan petani tebu. Mereka harus menanggung beban biaya produksi yang terus menghimpit tanpa adanya kepastian pembayaran atas hasil panen mereka.
Dugaan Penyebab: Serangan Gula Rafinasi
Nasim Khan menengarai bahwa masalah tumpukan gula pasir di gudang-gudang pabrik gula di Situbondo dan Bondowoso ini dipicu oleh peredaran gula rafinasi di pasar. Gula rafinasi seharusnya hanya diperuntukkan bagi kebutuhan industri makanan dan minuman, bukan untuk konsumsi langsung oleh masyarakat.
Perbedaan harga menjadi salah satu faktor penentu. Gula rafinasi di pasaran dijual sekitar Rp13.600 per kilogram, jauh lebih murah dibandingkan gula produksi pabrik rakyat yang berada di kisaran Rp14.400. Padahal, harga acuan penjualan (HAP) yang ditetapkan pemerintah untuk gula produksi petani adalah Rp14.500 per kilogram.
Gula rafinasi dikenal memiliki warna yang lebih putih dan rasa yang tidak semanis gula pasir biasa. Namun, harganya yang lebih murah membuatnya lebih diminati oleh konsumen, sehingga menekan daya serap pasar terhadap gula produksi petani lokal. Ini menciptakan persaingan tidak sehat yang merugikan produsen gula nasional.
Solusi Jangka Pendek dan Tantangan Swasembada
Opsi pembelian sementara gula oleh PT Sinergi Gula Nusantara (SGN) menggunakan dana dari Danantara dianggap sebagai solusi jangka pendek. Meskipun dapat membantu mengosongkan gudang dan memberikan 'napas segar' bagi petani, solusi ini tidak menyelesaikan akar masalah. Opsi ini merupakan salah satu alternatif yang dibahas oleh pengurus APTRI Pusat saat berkoordinasi dengan kementerian terkait.
Nasim Khan menekankan bahwa Indonesia sebenarnya memiliki potensi besar untuk memenuhi kebutuhan gula nasional tanpa harus bergantung pada impor. Kuncinya terletak pada pengaturan tata niaga yang benar dan perlindungan harga yang memadai bagi petani. Sumber daya manusia di sektor ini juga dinilai siap untuk mencapai swasembada.
Namun, jika pasar terus dibanjiri gula rafinasi yang tidak sesuai peruntukannya, semangat para petani tebu akan luntur. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang lebih komprehensif dan berkelanjutan untuk menjaga stabilitas harga, melindungi petani, dan mendorong tercapainya swasembada gula di Indonesia.