Fakta Unik: Mengapa Kebahagiaan Bermakna Meningkat pada Usia Lanjut? Studi UI Ungkap Alasannya
Penelitian terbaru dari Universitas Indonesia mengungkapkan bahwa konsep kebahagiaan bermakna cenderung meningkat pada usia lanjut. Apa rahasia di balik fenomena ini?

Sebuah studi inovatif yang dilakukan oleh mahasiswa doktoral Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) mengungkap fakta menarik tentang konsep kebahagiaan seiring bertambahnya usia. Penelitian ini menunjukkan bahwa kebahagiaan hedonik atau jangka pendek cenderung menurun, sementara kebahagiaan eudaimonik yang diperoleh melalui pengalaman hidup bermakna justru meningkat pada individu yang lebih tua.
Penelitian berjudul "Konsep Kebahagiaan Menurut Perspektif Perkembangan Psikologi Orang Indonesia" ini dipimpin oleh Eko Handayani. Temuan ini disampaikan di Depok, Jawa Barat, menyoroti sifat subjektif kebahagiaan dan pentingnya memahami perspektif individu sebelum mengukur tingkat kebahagiaan mereka.
Studi ini bertujuan untuk menjembatani kesenjangan pemahaman antar generasi mengenai kebahagiaan. Perbedaan konsep kebahagiaan antara orang tua dan anak seringkali memicu kesalahpahaman, terutama saat seseorang berusaha membahagiakan orang lain tanpa memahami konsep kebahagiaan mereka.
Memahami Perbedaan Konsep Kebahagiaan Antar Generasi
Eko Handayani menjelaskan bahwa kebahagiaan bersifat sangat subjektif, sehingga penting untuk memahami konsep kebahagiaan seseorang sebelum mengukur tingkat kebahagiaannya. Sebagai contoh, orang tua seringkali memandang anak-anak mereka jauh lebih bahagia dibandingkan dengan pengakuan kebahagiaan dari anak itu sendiri.
Perbedaan pandangan ini menunjukkan adanya disparitas konsep kebahagiaan antara dua kelompok usia yang berbeda. Kesenjangan ini seringkali menyebabkan kesalahpahaman, terutama ketika seseorang ingin membahagiakan orang lain namun tidak mengetahui caranya yang tepat.
Seringkali, individu akhirnya merujuk pada konsep kebahagiaan mereka sendiri sebagai dasar upaya tersebut. Handayani menyebut fenomena ini sebagai bias egosentris, di mana seseorang berasumsi bahwa apa yang membahagiakan dirinya juga akan membahagiakan orang lain.
Konsep kebahagiaan merupakan representasi kognitif dari karakteristik dan pengalaman seseorang terkait kebahagiaan. Aspek kognitif ini terus berubah sepanjang rentang kehidupan, dipengaruhi oleh perkembangan kognitif dan interaksi dengan lingkungan sosial.
Paradigma Kebahagiaan: Hedonik versus Eudaimonik
Penelitian ini menyoroti dua paradigma utama kebahagiaan: hedonik dan eudaimonik. Paradigma hedonik berkaitan dengan perasaan positif dan kesenangan jangka pendek, seperti kegembiraan instan atau kepuasan sesaat. Ini seringkali menjadi fokus utama kebahagiaan pada usia muda.
Sementara itu, paradigma eudaimonik terikat pada nilai-nilai yang lebih mendalam dan bermakna. Ini mencakup aspek-aspek seperti kebersamaan, spiritualitas, dan nilai-nilai religius. Kebahagiaan eudaimonik didapatkan melalui pengalaman hidup yang memberikan makna dan tujuan.
Studi ini menemukan bahwa seiring bertambahnya usia, fokus kebahagiaan bergeser dari hedonik ke eudaimonik. Orang yang lebih tua cenderung menemukan kebahagiaan yang lebih mendalam dari hubungan yang kuat, tujuan hidup, dan kedamaian batin.
Kebahagiaan, menurut Handayani, adalah kebaikan yang paling berharga karena mampu meningkatkan kesejahteraan fisik, mental, dan emosional. Kebahagiaan juga menjadi pendorong utama eksistensi manusia, mendorong banyak peneliti untuk mengukur dan mengidentifikasi faktor-faktornya.
Temuan Kunci Konsep Kebahagiaan di Berbagai Kelompok Usia
Penelitian ini melibatkan dua studi terpisah untuk mengeksplorasi konsep kebahagiaan di lima kelompok usia: anak-anak, remaja, dewasa muda, dewasa paruh baya, dan dewasa lanjut usia. Studi pertama melibatkan 771 responden berusia 9 hingga 75 tahun melalui survei kualitatif daring.
Setahun kemudian, studi kedua melibatkan 40 partisipan dari studi pertama yang diwawancarai secara semi-terstruktur. Wawancara ini bertujuan untuk mendapatkan wawasan lebih dalam tentang konsep kebahagiaan mereka dan pengalaman kebahagiaan di masa kecil.
Hasil penelitian menunjukkan pandangan yang berbeda secara signifikan di setiap kelompok usia:
Temuan ini menegaskan bahwa konsep kebahagiaan terus berkembang dan berubah seiring perjalanan hidup seseorang. Memahami perbedaan ini dapat membantu mengurangi kesalahpahaman dan meningkatkan kualitas interaksi antar generasi.