Fakta Unik Tari Sajo Moane Posa’asa Wakatobi: Jadi Ajang Promosi Budaya Sultra di Istana Merdeka HUT ke-80 RI
Tari Sajo Moane Posa’asa Wakatobi akan memukau Istana Merdeka pada HUT ke-80 RI, menjadi ajang promosi budaya Sulawesi Tenggara yang kaya. Simak detailnya!

Tari Sajo Moane Posa’asa dari Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, akan menjadi sorotan utama pada perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia. Penampilan istimewa ini dijadwalkan berlangsung di Istana Merdeka, Jakarta, pada tahun 2025. Perhelatan akbar ini dipandang sebagai momen penting untuk memperkenalkan kekayaan budaya daerah.
Gubernur Sulawesi Tenggara, Andi Sumangerukka, menegaskan bahwa tarian ini bukan sekadar hiburan semata, melainkan sebuah platform penting. Ini adalah kesempatan emas untuk secara langsung mempromosikan kekayaan budaya Bumi Anoa di kancah nasional. Para penari akan menjadi duta budaya yang membawa identitas daerah.
Kepala Dinas Pariwisata Sultra, Belli Harli Tombili, menambahkan bahwa Tari Sajo Moane Posa’asa merupakan tarian khas dari Pulau Tomia, Wakatobi. Tarian ini secara visual menggambarkan semangat persatuan dan perjuangan masyarakat dari wilayah timur Indonesia. Sebagian besar penari yang diberangkatkan adalah anak-anak asli Tomia.
Tari Sajo Moane Posa’asa: Simbol Persatuan dan Perjuangan
Tari Sajo Moane Posa’asa, yang berasal dari Pulau Tomia di Kabupaten Wakatobi, memiliki makna filosofis yang mendalam. Tarian ini secara spesifik merepresentasikan semangat kebersamaan dan kegigihan masyarakat pesisir. Setiap gerakan dalam tarian ini mengandung pesan tentang kekuatan kolektif.
Properti utama yang digunakan dalam Tari Sajo Moane Posa’asa adalah parang, yang secara simbolis melambangkan semangat perjuangan dan keberanian. Sementara itu, istilah "Posa’asa" sendiri memiliki arti persatuan, menegaskan esensi gotong royong. Kombinasi elemen ini menciptakan sebuah narasi visual yang kuat.
Koreografer tari, Sukrin Suhardi, menjelaskan bahwa tarian ini sangat relevan dengan tema HUT ke-80 RI tahun 2025, yaitu "Bersatu, Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju". Keselarasan antara makna tarian dan tema nasional ini memperkuat pesan persatuan bangsa. Ini menunjukkan bagaimana seni tradisional dapat beradaptasi dengan semangat zaman.
Promosi Budaya Sulawesi Tenggara di Kancah Nasional
Gubernur Andi Sumangerukka menekankan pentingnya penampilan Tari Sajo Moane Posa’asa Wakatobi sebagai sarana promosi budaya. Menurutnya, Sulawesi Tenggara adalah wilayah yang luas dan kaya akan keanekaragaman budaya. Provinsi ini memiliki karakteristik unik, terdiri dari wilayah daratan dan kepulauan, dengan Wakatobi sebagai manifestasi dari kekayaan kepulauan tersebut.
Belli Harli Tombili mengungkapkan bahwa penari yang terlibat dalam pementasan ini adalah kolaborasi antara anak-anak daerah Tomia, Wakatobi, dan penari dari Kota Kendari. Ini menunjukkan sinergi antarwilayah dalam memajukan seni dan budaya lokal. Keterlibatan anak-anak kecil dalam tarian ini juga menjadi daya tarik tersendiri.
Sukrin Suhardi menambahkan bahwa total 160 penari akan terlibat dalam pementasan ini. Dari jumlah tersebut, 100 di antaranya adalah anak laki-laki yang menampilkan Tari Sajo Moane, sedangkan 60 sisanya adalah remaja putri yang berkolaborasi dalam bagian Posa’asa. Para penari ini berasal dari berbagai sanggar di Wakatobi dan Kendari, menjadikannya kontingen penari terbanyak yang pernah dikirim.
Partisipasi Tari Sajo Moane Posa’asa di Istana Merdeka diharapkan dapat meningkatkan kesadaran publik terhadap kekayaan budaya Sulawesi Tenggara. Ini juga menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk terus melestarikan warisan seni dan budaya Indonesia. Kehadiran mereka di panggung nasional adalah bukti nyata potensi daerah.