Guru: Kunci Mengikis Intoleransi di Dunia Pendidikan Indonesia
Associate Professor Universitas Muhammadiyah Surakarta ungkap peran penting guru dalam menumbuhkan keberagaman dan mereduksi intoleransi di sekolah, ditunjang program Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB).

Bandung, 22 Februari 2025 (ANTARA) - Associate Professor Universitas Muhammadiyah Surakarta, Yayah Khisbiyah, menekankan peran krusial guru dalam menumbuhkan semangat keberagaman dan mengurangi intoleransi di lingkungan pendidikan Indonesia. Beliau menyatakan bahwa guru merupakan agen perubahan utama dalam upaya ini. Toleransi, menurut Yayah, bukan hanya materi pembelajaran, melainkan pengalaman langsung berinteraksi dengan individu dari latar belakang agama yang berbeda.
Pernyataan ini didasari oleh temuan survei tahun 2018 oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarkat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang menunjukkan 57 persen guru di Indonesia menunjukkan sikap intoleran terhadap agama lain. Survei serupa pada tahun 2023 oleh Setara Institute dan Forum on Indonesian Development (INFID) juga mengungkap fakta mengejutkan: 83 persen siswa SMA menganggap Pancasila bukan ideologi permanen dan dapat diganti. Kedua temuan ini menggarisbawahi urgensi peran guru dalam membentuk sikap toleransi.
Menanggapi situasi ini, Yayah memberikan apresiasi positif terhadap workshop hybrid bertema 'Penguatan Kompetensi Guru Pendidikan Dasar dan Menengah untuk Implementasi Literasi Keagamaan Lintas Budaya dalam Pembelajaran Kurikulum Merdeka' yang diselenggarakan di Bandung pada 21-23 Februari 2025 oleh Institut Leimena. Workshop ini melibatkan 25 guru dari madrasah dan sekolah di Jawa Barat dan Jakarta, membekali mereka dengan kompetensi untuk membangun toleransi di sekolah.
Peran Penting Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB)
Yayah menjelaskan, "Intoleransi merupakan masalah laten bangsa Indonesia. Program LKLB sangat penting agar kita tidak menjadi bangsa yang terpecah belah, melainkan mampu berkolaborasi." Beliau juga memuji detail penyusunan tahapan dan proses dalam program LKLB yang membekali guru dengan kompetensi untuk mengimplementasikan nilai-nilai toleransi, saling menghormati, dan mendorong kerja sama.
Direktur Program Institut Leimena, Daniel Adipranata, menjelaskan bahwa LKLB mengajarkan tiga kompetensi utama untuk hidup berdampingan dalam masyarakat majemuk. Pertama, kompetensi pribadi, yaitu pemahaman diri dalam beragama dan relasi dengan sesama, termasuk mereka yang berbeda agama. Kedua, kompetensi komparatif, yaitu pemahaman agama lain dari perspektif penganutnya. Ketiga, kompetensi kolaboratif, yaitu kemampuan bekerja sama tanpa memandang perbedaan agama untuk menyelesaikan masalah kemanusiaan.
Daniel menambahkan bahwa workshop LKLB diikuti oleh guru-guru yang telah menyelesaikan program pengenalan LKLB daring selama satu minggu. Mereka dilatih untuk mengintegrasikan nilai-nilai LKLB ke dalam modul pembelajaran dan menerapkannya di kelas. Sejak 2021, program LKLB telah diikuti oleh 9.258 guru dari berbagai sekolah dan mata pelajaran di 37 provinsi di Indonesia. Program ini diinisiasi oleh tokoh-tokoh agama terkemuka seperti Buya Syafi’i Maarif, Prof. Amin Abdullah, dan Alwi Shihab.
Membangun Toleransi yang Aktif
Penasihat Program Institut Leimena, Budi Setiamarga, menambahkan bahwa LKLB mendorong pemahaman beragama yang lebih dewasa. Toleransi tidak hanya dipahami secara pasif, tetapi juga sebagai keterlibatan aktif antar pemeluk agama, ditandai dengan keterbukaan dan kerja sama untuk kebaikan bersama. "LKLB mendorong keimanan kita menjadi kokoh sekaligus mampu memahami orang lain," ujar Budi.
Listia Suprobo dari Perkumpulan Pengembang Pendidik Interreligius (PaPPIRus) melihat insersi nilai-nilai LKLB sebagai modal sosial bagi Indonesia, menghasilkan generasi penerus bangsa yang mengenal dirinya, memahami orang lain, dan siap bekerja sama untuk kemajuan bangsa, umat, dan kemanusiaan. Program ini memberikan bekal penting bagi generasi muda untuk menghadapi tantangan masa depan.
Kesimpulannya, peran guru dalam menumbuhkan toleransi dan mengurangi intoleransi di dunia pendidikan Indonesia sangatlah penting. Program-program seperti LKLB memberikan pelatihan dan bekal bagi para guru untuk menghadapi tantangan ini dan membangun masyarakat Indonesia yang lebih inklusif dan harmonis. Upaya ini memerlukan komitmen dan kerja sama dari semua pihak untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang ramah dan saling menghargai.