Penguatan Moderasi Beragama: Tanggung Jawab Bersama, Anggota DPR Tekankan Peran Pemerintah dan Masyarakat
Anggota DPR RI Abdul Fikri Faqih menekankan pentingnya penguatan moderasi beragama sebagai tanggung jawab bersama pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat, serta mendorong kolaborasi untuk menciptakan masyarakat yang toleran.

Anggota Komisi VIII DPR RI, Abdul Fikri Faqih, menegaskan bahwa penguatan moderasi beragama merupakan tanggung jawab bersama seluruh komponen bangsa Indonesia. Hal ini disampaikannya dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta pada Sabtu, 22 Maret 2024. Pernyataan penting ini disampaikan di tengah pelatihan penggerak penguatan moderasi beragama yang melibatkan puluhan guru dan penyuluh Kementerian Agama (Kemenag).
Fikri menjelaskan bahwa moderasi beragama bukan tentang menyamakan berbagai agama, melainkan tentang membangun pemahaman dan praktik keagamaan yang inklusif dan toleran. Konsep ini, yang telah digagas sejak tahun 2021, diperkuat dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 58 Tahun 2023 tentang Penguatan Moderasi Beragama. Pelatihan tersebut diselenggarakan di Balai Diklat Keagamaan Semarang atas nama Kemenag pada Senin, 17 Maret 2024, bertempat di MAN Kota Tegal, Jawa Tengah.
Lebih lanjut, Fikri menekankan pentingnya peran pemerintah daerah dan masyarakat dalam mendukung program ini. Ia juga menyampaikan rasa syukur atas kesempatan untuk bersilaturahmi dan memberikan pelatihan tersebut, sekaligus mendengarkan aspirasi para peserta. Aspirasi tersebut mencakup perbedaan sistem pendidikan agama di bawah Kemenag, Kemendikbudristek, dan Kemendikbudristek, khususnya terkait otonomi daerah dalam pengelolaan pendidikan agama.
Moderasi Beragama: Suatu Upaya Inklusif dan Toleran
Fikri menjelaskan bahwa tujuan utama dari penguatan moderasi beragama adalah untuk mendorong tumbuhnya ide-ide keagamaan yang inklusif tanpa harus mengorbankan identitas masing-masing agama. Ia berharap agar pelatihan ini dapat memperkuat pemahaman dan praktik moderasi beragama di kalangan guru dan penyuluh agama. Kolaborasi antar berbagai pihak menjadi kunci untuk membangun masyarakat yang toleran dan harmonis.
Dalam pelatihan tersebut, Fikri juga menanggapi aspirasi peserta mengenai perbedaan sistem pendidikan agama di berbagai kementerian. Ia mengakui adanya perbedaan antara sistem pendidikan di Kemenag yang terpusat dengan sistem di Kemendikbudristek yang memberikan otonomi lebih besar kepada daerah. Fikri berharap agar penguatan moderasi beragama dapat mengatasi tantangan ini dan menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih inklusif.
Salah satu peserta pelatihan, Yuspita, mengungkapkan rasa syukurnya atas kesempatan mengikuti pelatihan ini. Ia menilai kehadiran perwakilan Komisi VIII DPR RI memberikan kesempatan berharga untuk menyampaikan aspirasi dan keluh kesah secara langsung. Yuspita berharap pelatihan ini menjadi langkah positif untuk kemajuan pendidikan agama di masa depan. "Saya sangat bersyukur bisa mengikuti pelatihan penguatan moderasi beragama ini. Kehadiran perwakilan Komisi VIII DPR RI memberikan kesempatan bagi kami untuk menyampaikan aspirasi dan keluh kesah secara langsung. Semoga ini menjadi langkah positif untuk kemajuan pendidikan agama di masa depan," ujarnya.
Peran Serta Masyarakat dalam Mewujudkan Moderasi Beragama
Penguatan moderasi beragama membutuhkan komitmen dan partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat. Tidak hanya pemerintah pusat dan daerah, tetapi juga peran serta masyarakat sangat krusial dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi tumbuhnya nilai-nilai toleransi dan saling menghormati antar umat beragama.
Dengan adanya pelatihan seperti ini, diharapkan para guru dan penyuluh agama dapat menjadi agen perubahan dalam menyebarkan nilai-nilai moderasi beragama di lingkungan masing-masing. Mereka berperan penting dalam membentuk generasi muda yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai toleransi dan saling menghargai.
Partisipasi aktif masyarakat juga dapat diwujudkan melalui berbagai kegiatan sosial dan keagamaan yang mengedepankan nilai-nilai moderasi. Hal ini dapat menciptakan rasa kebersamaan dan persatuan di tengah keberagaman agama dan budaya yang ada di Indonesia.
Kesimpulannya, penguatan moderasi beragama merupakan tanggung jawab kolektif yang memerlukan kolaborasi erat antara pemerintah dan masyarakat. Dengan komitmen bersama, Indonesia dapat membangun masyarakat yang rukun, harmonis, dan toleran.