Hadapi Dinamika Perdagangan Global, Indonesia Butuh Strategi Cerdas Penguatan Industri Nasional
Indonesia perlu strategi cerdas dalam mengintegrasikan kebijakan industri dengan dinamika perdagangan global untuk membangun ekonomi nasional yang mandiri dan berdaya saing, di tengah meningkatnya unilateralisme dan proteksionisme.

Jakarta, 28 April 2024 (ANTARA) - Perubahan drastis dalam pola perdagangan internasional beberapa tahun terakhir, ditandai dengan meningkatnya fenomena unilateralisme dan proteksionisme, menuntut Indonesia untuk mengambil langkah optimistis dan solutif. Integrasi kebijakan industri dengan dinamika perdagangan global menjadi kunci membangun ekonomi nasional yang mandiri dan berdaya saing global. Unilateralisme, seperti penerapan tarif tinggi oleh AS terhadap baja dan aluminium tanpa koordinasi WTO, menciptakan ketidakpastian. Sementara proteksionisme, meski diperlukan untuk sektor strategis, harus diimbangi deregulasi untuk efisiensi dan inovasi.
Situasi ini memaksa Indonesia, sebagai negara berkembang dengan struktur industri yang masih bertumbuh, untuk melakukan penyesuaian. Proteksi sektor strategis seperti baja, farmasi, dan komponen elektronik memang penting, namun harus diiringi dengan langkah-langkah yang mendorong daya saing. Deregulasi menjadi kunci, meliputi penyederhanaan impor bahan baku, revisi aturan investasi teknologi, dan reformasi insentif fiskal untuk riset dan pengembangan. Pengalaman proteksi beras di era 2000-an menjadi pelajaran berharga: proteksi tanpa penguatan kapasitas dalam negeri hanya menciptakan distorsi pasar.
Ketidakpastian perdagangan internasional akibat unilateralisme dan proteksionisme yang berlebihan berdampak negatif. Investasi terhambat, akses pasar ekspor terbatas, dan inovasi domestik melemah. Industri dalam negeri yang terlena dalam proteksi tanpa peningkatan daya saing berisiko stagnan dan kalah bersaing global. Oleh karena itu, integrasi kebijakan industri nasional dengan dinamika perdagangan internasional harus komprehensif dan strategis.
Perlindungan Selektif dan Penguatan Rantai Pasok
Pertama, Indonesia perlu menerapkan perlindungan selektif dan bertahap. Kebijakan tarif atau kuota bersifat temporer, dengan target waktu jelas dan evaluasi berkala, difokuskan pada sektor dengan potensi pertumbuhan tinggi dan keterkaitan luas. Kedua, pemerintah harus memperkuat industri hulu dan rantai pasok dalam negeri. Ketergantungan impor bahan baku perlu dikurangi melalui insentif investasi di sektor ekstraktif dan manufaktur dasar. Deregulasi juga penting untuk pengembangan ekosistem industri berbasis digital dan teknologi tinggi.
Ketiga, integrasi kebijakan perdagangan dan industri harus diperkuat. Diplomasi ekonomi diarahkan untuk membuka akses pasar baru, memperjuangkan kepentingan nasional dalam perjanjian perdagangan, dan memastikan transfer teknologi. Partisipasi aktif dalam forum internasional seperti WTO dan RCEP, serta pembangunan aliansi regional yang menguntungkan, sangat krusial. Keempat, pengembangan sumber daya manusia dan teknologi menjadi kunci. Pendidikan vokasional, pelatihan industri, dan inkubasi startup teknologi perlu diperluas dan disinkronkan dengan kebutuhan industri masa depan. Implementasi Making Indonesia 4.0 harus dipercepat.
Kelima, diversifikasi ekspor menjadi prioritas. Produk ekspor harus bergeser dari komoditas primer ke produk manufaktur bernilai tambah tinggi, seperti elektronik, farmasi, dan industri kreatif. Deregulasi ekspor produk baru dan insentif bagi perusahaan berorientasi ekspor perlu diprioritaskan. Dengan strategi cerdas yang melindungi sektor kritikal secara selektif namun tetap terhubung dengan ekosistem perdagangan global, Indonesia dapat bertahan dan memimpin di era ekonomi baru. Perubahan global harus dilihat sebagai peluang untuk kemajuan, melalui sinergi antara perlindungan industri yang bijaksana, deregulasi pro-inovasi, dan diplomasi perdagangan yang agresif.
Optimalisasi Regulasi dan Kebijakan
Beberapa regulasi nasional perlu ditinjau ulang. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian perlu difasilitasi untuk pengembangan industri berbasis inovasi dan teknologi tinggi. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan perlu diperbarui untuk memperkuat ketahanan perdagangan nasional. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional (KIN) harus disesuaikan dengan dinamika digitalisasi dan ekonomi hijau. Implementasi Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 perlu dioptimalkan, khususnya dalam penyederhanaan perizinan industri dan perdagangan.
Integrasi kebijakan industri dengan dinamika perdagangan internasional membutuhkan strategi yang komprehensif dan berkelanjutan. Dengan visi optimistis, kebijakan solutif, dan keberanian beradaptasi, Indonesia tidak hanya akan bertahan, tetapi juga mampu memimpin dalam era ekonomi baru. Ini adalah saatnya Indonesia menjadikan perubahan global sebagai peluang untuk mencapai kemajuan yang lebih signifikan.
"Inilah saatnya Indonesia menjadikan perubahan global bukan sebagai ancaman, melainkan sebagai peluang untuk melompat lebih tinggi. Dengan sinergi antara perlindungan industri yang bijaksana, deregulasi yang pro-inovasi, serta diplomasi perdagangan yang agresif, masa depan industri nasional akan semakin cerah dan berdaya saing global." kata Rioberto Sidauruk, Pemerhati Hukum Ekonomi Politik dan Peneliti Industri Strategis, Tenaga Ahli di Komisi VII DPR RI.