Imlek: Bukti Nyata Kebhinekaan Indonesia yang Terjaga
Perayaan Imlek di Indonesia bukan hanya perayaan keagamaan, tetapi juga budaya, yang memperkuat rasa kebhinekaan dan menunjukkan toleransi antarumat beragama di Indonesia.

Perayaan Tahun Baru Imlek di Indonesia tahun ini kembali menegaskan betapa harmonisnya keberagaman budaya di Tanah Air. Seperti disampaikan Sekretaris Jenderal Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI), Denny Sanusi, perayaan Imlek sebagai hari libur nasional membuktikan semakin kuatnya rasa kebhinekaan di Indonesia.
Denny menekankan bahwa Imlek menjadi panggung bagi warga Tionghoa untuk memperkenalkan budaya mereka kepada masyarakat luas. Hal ini secara efektif mengurangi stigma warga Tionghoa yang selama ini dianggap tertutup. Ia menambahkan, "Berkah perayaan Imlek dapat dirasakan oleh seluruh etnis Tionghoa dengan semakin berkurangnya sentimen negatif yang biasanya dihembuskan seiring dengan ajang politik tertentu," ujarnya di Jakarta beberapa waktu lalu.
Lebih lanjut, Denny juga melihat perayaan Imlek sebagai pengingat atas kebijaksanaan pemerintah yang menetapkan Konghucu sebagai agama ke-6 di Indonesia. Keputusan ini sangat bermakna bagi mayoritas warga Tionghoa yang menganut agama Konghucu. "Sehingga semua yang dulu dianggap tabu di masyarakat Indonesia sudah diakui negara dengan keluarnya kebijakan ini," kata mantan Ketua DPP Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) ini.
Partisipasi aktif masyarakat non-Tionghoa dalam perayaan Imlek juga mendapat apresiasi dari Denny. Ia melihat hal ini sebagai langkah positif dalam memperkenalkan dan menghargai keberagaman budaya, sekaligus mempererat tali silaturahmi antar-golongan. Contohnya, tradisi barongsai dan liong kini tak hanya dinikmati oleh warga Tionghoa, tetapi juga masyarakat luas. Begitu pula dengan aneka kuliner khas Imlek, seperti dodol atau kue keranjang, yang dengan mudah dibagikan kepada tetangga atau teman dari berbagai latar belakang agama.
Denny berpendapat, Imlek saat ini telah berevolusi, tak lagi sekadar perayaan keagamaan, namun juga perayaan budaya yang inklusif. Bahkan, banyak warga Tionghoa yang beragama Islam turut merayakannya. Denny sendiri, sebagai seorang Muslim, menyatakan merayakan Imlek dalam konteks kebudayaan, dan menganggapnya sebagai momentum untuk memperkuat silaturahmi. "Saya sendiri sebagai Muslim tetap merayakan Imlek dalam konteks kebudayaan. Bagi saya, perayaan Imlek membuat saya bersyukur karena hubungan silaturahim dengan sesama warga Tionghoa dapat dibangun melalui pintu kebudayaan," tuturnya.
Denny mengajak seluruh warga Tionghoa untuk mencintai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sepenuh hati. Ia juga mengimbau masyarakat non-Tionghoa untuk menerima saudara-saudara mereka dari etnis Tionghoa tanpa membeda-bedakan, terlepas dari perbedaan warna kulit atau latar belakang. Hal ini penting untuk membangun persatuan dan kesatuan bangsa.
Harapannya, Imlek dapat menjadi jembatan untuk mempererat hubungan antarmasyarakat. Dengan saling mengenal dan menghargai perbedaan, Indonesia dapat semakin maju dan berkembang. "Kita semua harus saling membuka diri dan mampu memanfaatkan persamaan ataupun perbedaan keimanan dan kebudayaan sebagai peluang untuk bisa menjalin komunikasi," tutup Denny.