Indonesia Kecam Rencana Pengambilalihan Gaza: Mengapa Langkah Israel Ini Langgar Hukum Internasional?
Kementerian Luar Negeri Indonesia mengecam keras rencana Israel untuk mengambil alih Jalur Gaza, menegaskan bahwa Indonesia Kecam Rencana Pengambilalihan Gaza ini melanggar hukum internasional dan mengancam perdamaian.

Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu) secara tegas mengecam keputusan sepihak Israel untuk mengambil alih Jalur Gaza. Langkah ini dinilai sebagai pelanggaran berat terhadap hukum internasional dan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kecaman ini disampaikan Kemlu melalui pernyataan resmi di media sosial pada Sabtu, 9 Agustus, yang dipantau dari Jakarta.
Tindakan Israel tersebut dikhawatirkan akan sangat membahayakan prospek perdamaian di Timur Tengah. Selain itu, langkah ini juga berpotensi memperparah krisis kemanusiaan yang sudah mendera Jalur Gaza. Situasi di wilayah tersebut telah menjadi perhatian serius komunitas internasional selama bertahun-tahun.
Mahkamah Internasional (ICJ) telah menegaskan bahwa pendudukan Israel atas wilayah Palestina adalah ilegal dan Israel tidak memiliki kedaulatan atas wilayah tersebut. Oleh karena itu, setiap tindakan yang diambil Israel tidak dapat mengubah status hukum wilayah Palestina. Indonesia mendesak Dewan Keamanan PBB dan komunitas internasional untuk mengambil langkah konkret menghentikan tindakan ilegal Israel.
Pelanggaran Hukum Internasional dan Ancaman Perdamaian
Keputusan Israel untuk menguasai Jalur Gaza secara sepihak telah memicu reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk Indonesia. Langkah ini secara fundamental bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar hukum internasional dan resolusi PBB yang telah ditetapkan. Pendudukan wilayah melalui kekuatan militer dilarang keras dalam tatanan hukum global.
Mahkamah Internasional (ICJ) telah berulang kali mengeluarkan putusan yang menegaskan ilegalitas pendudukan Israel atas wilayah Palestina. Putusan ini menjadi landasan kuat bagi negara-negara yang menentang tindakan Israel. Kedaulatan atas wilayah Palestina sepenuhnya berada di tangan rakyatnya, bukan pihak lain.
Rencana pengambilalihan ini tidak hanya merupakan pelanggaran hukum, tetapi juga ancaman serius bagi stabilitas kawasan. Prospek perdamaian yang telah lama diupayakan menjadi semakin jauh dari kenyataan. Krisis kemanusiaan di Gaza, yang telah parah akibat blokade dan konflik berkepanjangan, diperkirakan akan semakin memburuk.
Sikap Tegas Indonesia dan Solusi Dua Negara
Indonesia secara konsisten menunjukkan dukungan penuhnya terhadap kemerdekaan dan kedaulatan negara Palestina. Sikap ini sejalan dengan prinsip Solusi Dua Negara, yang merupakan kerangka kerja yang diakui secara internasional untuk menyelesaikan konflik. Jakarta terus menyerukan implementasi solusi ini secara kolektif.
Terdapat tiga langkah utama yang diusulkan oleh Indonesia untuk mewujudkan Solusi Dua Negara. Pertama, pengakuan negara Palestina oleh seluruh negara di dunia. Ini adalah fondasi penting untuk membangun legitimasi internasional bagi Palestina.
Kedua, implementasi penghentian kekerasan dan gencatan senjata yang permanen. Langkah ini krusial untuk melindungi warga sipil dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi negosiasi. Ketiga, memastikan bahwa masa depan Palestina ditentukan sepenuhnya oleh rakyat Palestina sendiri, tanpa intervensi eksternal.
Rencana Pengambilalihan Gaza dan Dampak Kemanusiaan
Surat kabar Jerusalem Post, mengutip sumber pemerintah Israel, melaporkan bahwa kabinet Israel kemungkinan akan menyetujui keputusan untuk menduduki kembali Gaza. Rencana ini muncul di tengah kebuntuan negosiasi dengan kelompok perlawanan Palestina, Hamas. Pemimpin Israel, Benjamin Netanyahu, mendukung penuh rencana tersebut.
Operasi militer yang direncanakan ini melibatkan pengerahan lima divisi militer IDF. Diperkirakan operasi ini akan berlangsung selama lima bulan. Skala operasi yang besar ini menunjukkan tingkat keseriusan Israel dalam mengimplementasikan rencana tersebut.
Salah satu dampak paling mengkhawatirkan dari rencana ini adalah potensi perpindahan sekitar satu juta warga Palestina dari Kota Gaza. Perpindahan paksa semacam ini akan memperparah krisis kemanusiaan dan menciptakan gelombang pengungsi baru. Komunitas internasional harus segera bertindak untuk mencegah bencana kemanusiaan ini.