Indonesia Menuju Kemandirian Energi: Peta Jalan Menuju Swasembada 2028
Pemerintah Indonesia, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, tengah gencar mewujudkan kemandirian energi dengan fokus pada pengembangan energi terbarukan dan infrastruktur pendukung, serta mengurangi ketergantungan impor BBM.

Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmen Indonesia untuk mencapai kemandirian energi dalam waktu dekat. Target ambisius ini diwujudkan melalui peta jalan yang terukur, dengan fokus utama pada perluasan akses listrik hingga 1,3 juta rumah tangga dalam lima tahun ke depan. Langkah ini dinilai krusial untuk pengentasan kemiskinan dan transformasi Indonesia menjadi negara maju.
Kemandirian energi menjadi prioritas utama. Presiden Prabowo menekankan pentingnya energi sebagai penggerak utama perekonomian dan pembangunan nasional. Peresmian proyek strategis kelistrikan senilai Rp 72 triliun di Sumedang, Jawa Barat, baru-baru ini, menjadi bukti nyata komitmen tersebut. Proyek ini mencakup 26 pembangkit listrik, 11 gardu induk (1.740 MVA), dan transmisi sepanjang 739 kilometer sirkuit.
Indonesia kaya akan sumber daya alam (SDA) untuk energi terbarukan (EBT) seperti tenaga surya, air, dan angin. Namun, kendala utama terletak pada infrastruktur yang belum memadai untuk menghubungkan pembangkit EBT ke pusat-pusat konsumsi. Kementerian ESDM berencana membangun sekitar 8.000 kilometer jaringan transmisi baru untuk mengatasi hal ini.
Listrik andal dan berkelanjutan menjadi kunci pertumbuhan ekonomi 8 persen. Investasi akan mengalir deras seiring dengan tersedianya pasokan listrik yang bersih dan terjangkau, mendorong pertumbuhan industri dan hilirisasi. Pengembangan infrastruktur ketenagalistrikan yang masif merupakan langkah strategis untuk mencapai target tersebut.
Selain listrik, kebutuhan gas juga menjadi sorotan. Indonesia memproyeksikan kebutuhan gas mencapai 1.471 BBTUD pada 2030, dan meningkat menjadi 2.659 BBTUD pada 2034. Untuk mencegah defisit, pemerintah memprioritaskan alokasi gas dalam negeri, terutama untuk energi dan bahan baku industri hilirisasi.
Komitmen ini selaras dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, yang menegaskan penguasaan negara atas kekayaan alam untuk kemakmuran rakyat. Indonesia memiliki kedaulatan penuh dalam mengelola sumber daya alamnya, termasuk energi terbarukan dan gas alam.
Meskipun kaya sumber daya, Indonesia perlu mengantisipasi kebutuhan energi masa depan. Transisi energi menjadi keharusan, dengan pemanfaatan maksimal potensi gas alam cair (LNG) sebagai alternatif yang lebih ramah lingkungan dan efisien. Kendala distribusi dan teknologi menjadi tantangan yang perlu diatasi melalui optimalisasi infrastruktur dan inovasi.
Pemerintah menjalankan beberapa program strategis dalam transisi energi. Diantaranya, perluasan penggunaan gas untuk industri, konversi bahan bakar minyak menjadi gas di pembangkit listrik, serta pengembangan jaringan pipa gas untuk rumah tangga dan usaha kecil. Dukungan publik terhadap energi bersih sangat tinggi, sejalan dengan komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi karbon 29 persen pada 2030 dan mencapai net zero emission pada 2060.
Pemerintah optimistis Indonesia akan swasembada energi dan berhenti mengimpor BBM dalam lima tahun ke depan. Transisi energi tidak hanya berdampak positif pada lingkungan, tetapi juga menghemat pengeluaran masyarakat, seperti terlihat pada penggunaan kendaraan listrik yang lebih ekonomis.
Partisipasi sektor swasta dalam penggunaan energi hijau juga meningkat pesat. Banyak perusahaan besar telah beralih ke energi terbarukan, dan pelanggan bisnis telah membeli daya listrik dari EBT hingga 1 terawatt jam. Tren positif ini perlu didukung dengan strategi pemerintah yang tepat.
Transisi energi merupakan bagian dari skenario global. Meningkatnya kesadaran akan perubahan iklim mendorong penggunaan energi terbarukan secara global, termasuk di Indonesia. Meskipun pembangkit berbasis fosil masih digunakan, upaya untuk mengurangi ketergantungannya terus dilakukan.