Konsep Partai Perorangan: Sekilas Untung Bagi PSI dan Jokowi?
Pengamat politik menilai konsep partai perorangan akan menguntungkan PSI dengan masuknya Jokowi, sekaligus menjadi kendaraan politik bagi mantan presiden tersebut.

Apa, Siapa, Di mana, Kapan, Mengapa, dan Bagaimana? Konsep partai perorangan tengah menjadi sorotan, khususnya setelah Direktur Eksekutif Trias Politika, Agung Baskoro, menyatakan bahwa konsep ini berpotensi menguntungkan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pernyataan ini disampaikan Agung di Jakarta pada Selasa, 11 Maret, menanggapi keinginan Jokowi untuk membangun partai super tbk. Agung berpendapat bahwa basis pendukung Jokowi yang kuat dapat menjadi modal besar bagi PSI untuk meningkatkan elektabilitasnya dalam Pemilu 2024, sementara bagi Jokowi, partai perorangan dapat menjadi kendaraan politik pasca jabatan kepresidenannya.
Analisis Agung didasari pada kenyataan bahwa PSI, meskipun memiliki basis politik yang berkembang, masih membutuhkan figur sentral untuk memperkuat posisinya. Kehadiran Jokowi, atau bahkan Gibran Rakabuming Raka atau Bobby Nasution, dapat menjadi magnet bagi PSI, meningkatkan daya tariknya di mata publik, dan memudahkan partai tersebut dalam menghadapi Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Lebih lanjut, Agung melihat keselarasan antara konsep partai perorangan yang diusung PSI dengan gagasan Jokowi tentang partai super tbk. Konsep partai super tbk, menurut Agung, memungkinkan partai politik beroperasi layaknya perusahaan dengan kepemimpinan kolektif, mengurangi ketergantungan pada figur tunggal sembari tetap memanfaatkan kekuatan figur sentral untuk mendongkrak popularitas.
PSI dan Jokowi: Sebuah Simbiosis Mutualisme?
Agung menjelaskan bahwa hubungan antara PSI dan Jokowi dalam konteks partai perorangan dapat dilihat sebagai simbiosis mutualisme. PSI memperoleh keuntungan berupa peningkatan elektabilitas dan penguatan citra partai berkat dukungan basis massa Jokowi yang besar dan solid. Sementara itu, Jokowi mendapatkan kendaraan politik yang memungkinkan dirinya untuk tetap aktif dalam kancah perpolitikan nasional, baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk tujuan jangka panjang.
Dengan bergabungnya Jokowi ke PSI, partai tersebut dapat memperoleh akses ke jaringan politik yang luas dan berpengaruh. Hal ini dapat membantu PSI untuk memperluas jangkauan dan meningkatkan popularitasnya di berbagai daerah. Kehadiran Jokowi juga dapat menarik minat para kader dan simpatisan baru untuk bergabung dengan PSI, memperkuat struktur dan basis dukungan partai.
Di sisi lain, bagi Jokowi, bergabung dengan PSI dapat memberikan platform untuk tetap terlibat dalam politik nasional dan melanjutkan agenda-agenda pembangunan yang telah dimulai selama masa kepresidenannya. Partai perorangan bisa menjadi cara yang efektif bagi Jokowi untuk mempertahankan pengaruhnya dan berkontribusi pada perkembangan politik Indonesia ke depan.
Partai Super Tbk: Model Baru Partai Politik?
Konsep partai super tbk yang digagas Jokowi juga menjadi poin penting dalam analisis Agung. Konsep ini menekankan pada manajemen modern dan kepemimpinan kolektif, berbeda dengan model partai politik tradisional yang seringkali bergantung pada figur tunggal. Agung mencontohkan Partai Demokrat yang dulunya sangat bergantung pada Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan PDI Perjuangan yang identik dengan Megawati Soekarnoputri. Namun, seiring waktu, partai-partai tersebut mampu berdiri sendiri, dan Agung optimistis PSI juga dapat mencapai kemandirian serupa.
Penerapan konsep partai super tbk dalam partai perorangan dapat mengurangi risiko ketergantungan pada figur tunggal, sehingga partai lebih stabil dan berkelanjutan. Hal ini juga dapat meningkatkan profesionalisme dan transparansi dalam pengelolaan partai, sehingga lebih akuntabel kepada publik.
Namun, perlu diingat bahwa konsep ini masih memerlukan kajian lebih lanjut dan implementasi yang matang agar dapat berjalan efektif dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tantangan yang dihadapi meliputi bagaimana mengelola kepentingan berbagai figur dan kelompok di dalam partai, serta bagaimana memastikan agar partai tetap berpegang pada prinsip-prinsip demokrasi dan akuntabilitas.
Kesimpulannya, konsep partai perorangan memiliki potensi untuk mengubah lanskap politik Indonesia. Keberhasilannya akan bergantung pada bagaimana konsep ini diimplementasikan dan bagaimana partai-partai politik mampu beradaptasi dengan perubahan tersebut. Potensi keuntungan bagi PSI dan Jokowi dalam hal ini patut dicermati, namun perlu diimbangi dengan analisis yang komprehensif dan perencanaan yang matang.