Mahasiswa PCU Surabaya Sulap Pepaya Jadi Wine Mewah, Harga Jual Selangit!
Dua mahasiswa PCU Surabaya ciptakan wine pepaya Bangkok dengan cita rasa unik dan nilai jual tinggi, solusi mengatasi permasalahan harga jual pepaya yang rendah.

Dua mahasiswa Program Studi Hotel Management Petra Christian University (PCU) Surabaya, Cleary Budiman dan Davin Varian Ikwanto Koean, berhasil menciptakan inovasi yang tak terduga: wine pepaya Bangkok. Inovasi ini muncul sebagai solusi atas permasalahan harga jual pepaya yang rendah, menyebabkan banyak pepaya terbuang sia-sia. Mereka berhasil mengubah limbah pertanian menjadi produk bernilai ekonomis tinggi, sebuah terobosan yang patut diapresiasi.
Ide ini bermula dari keprihatinan Cleary dan Davin terhadap banyaknya pepaya yang terbuang percuma. "Melihat banyaknya pepaya yang terbuang akibat harga jual rendah, kami mencari solusi agar buah ini tetap memiliki nilai ekonomis. Fermentasi menjadi wine adalah salah satu cara efektif untuk memperpanjang masa simpan dan meningkatkan nilai jual," ujar Cleary Budiman di Surabaya, Jumat.
Setelah melakukan serangkaian percobaan dengan berbagai jenis pepaya, seperti California, Hawaii, dan Bangkok, mereka menemukan bahwa pepaya Bangkok memiliki karakteristik paling ideal untuk diolah menjadi wine. Rasa manis yang seimbang, tingkat keasaman rendah, dan tekstur yang baik menjadi kunci kesuksesan inovasi ini.
Proses Pembuatan Wine Pepaya
Proses pembuatan wine pepaya ini terbilang unik dan teliti. Diawali dengan membersihkan pepaya, mengupas kulit, dan memisahkan bijinya. Setelah itu, daging buah dihaluskan dan dicampur dengan air dengan perbandingan 1:1. Campuran tersebut kemudian disaring dan ditambahkan gula pasir serta ragi Saccharomyces cerevisiae untuk proses fermentasi selama 14 hari.
Setelah proses fermentasi selesai, residu dipisahkan, dan wine kemudian dimasukkan ke dalam botol untuk proses pengendapan selama tujuh hari. Proses ini memastikan wine pepaya memiliki kualitas terbaik sebelum siap dinikmati. Hasilnya? Wine pepaya dengan kadar alkohol sekitar 12 persen, setara dengan standar wine komersial, namun dengan aroma yang lebih halus.
Proses fermentasi yang mereka lakukan menghasilkan wine dengan cita rasa yang khas dan unik. "Wine yang kami hasilkan memiliki kadar alkohol sekitar 12 persen, setara dengan standar wine komersial. Selain itu, aroma yang dihasilkan lebih halus," kata Davin menjelaskan hasil penelitiannya.
Nilai Ekonomis dan Dampak Sosial
Inovasi ini tidak hanya bernilai ekonomis tinggi, tetapi juga berpotensi besar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani pepaya. Sebotol wine pepaya berkapasitas 750 ml dijual dengan harga Rp150.000. Harga jual yang tinggi ini tentu saja sangat menguntungkan.
Dosen pembimbing proyek ini, Hanjaya Siaputra, SE, MA., mengungkapkan harapannya agar inovasi ini dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat, terutama petani di Desa Sugihwaras, Kediri, yang sering mengalami kerugian akibat produksi pepaya berlebih. "Dengan inovasi ini, diharapkan masyarakat dapat mengelola hasil panen secara lebih optimal serta meningkatkan kesejahteraan mereka," katanya.
Keberhasilan Cleary dan Davin ini juga memberikan inspirasi bagi mahasiswa lain untuk terus berinovasi dan menciptakan produk-produk yang bernilai ekonomis dan bermanfaat bagi masyarakat. Mereka akan diwisuda pada Sabtu (15/3) dan berencana untuk mengembangkan inovasi ini lebih lanjut.
Inovasi ini membuktikan bahwa limbah pertanian dapat diolah menjadi produk bernilai tinggi. Dengan kreativitas dan inovasi, permasalahan pertanian dapat diatasi dan kesejahteraan petani dapat ditingkatkan. Semoga inovasi ini dapat diadopsi oleh masyarakat luas dan memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia.