Mendukbangda Patuh Saran Ulama Soal Vasektomi: Tetap Edukasi, Bukan Kampanye
Menteri Dukbangda tegaskan komitmen mengikuti fatwa MUI 2012 terkait vasektomi, menekankan edukasi bukan kampanye.

Tangerang, 5 Mei 2024 - Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangda)/Kepala BKKBN, Wihaji, menegaskan komitmennya untuk mengikuti saran para ulama mengenai metode operasi pria (MOP) atau kontrasepsi vasektomi. Pernyataan ini disampaikan di sela kegiatan pemberian Makan Bergizi Gratis (MBG) kepada ibu menyusui di Tigaraksa, Tangerang.
Wihaji menekankan bahwa pihaknya akan tetap berpedoman pada fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 2012 tentang vasektomi. "Kami pastikan, kami mengikuti aturan ulama melalui fatwa MUI tahun 2012 tentang Vasektomi. Kalaupun di Jawa Barat ada aturan itu, kita tetap hormati," tegas Kepala BKKBN tersebut.
Ia menjelaskan bahwa isu vasektomi bukanlah hal baru. MUI telah mengeluarkan tiga fatwa sebelumnya, yaitu pada tahun 1977, 1983, dan 2009, yang menyatakan haramnya metode tersebut. Namun, fatwa MUI tahun 2012 memberikan pengecualian dengan beberapa syarat, antara lain memiliki minimal dua anak, usia minimal 35 tahun, anak termuda berusia minimal lima tahun, persetujuan istri, dan telah melalui pemeriksaan tim medis.
Fatwa MUI 2012: Syarat-Syarat Vasektomi
Fatwa MUI tahun 2012 memberikan beberapa syarat penting yang harus dipenuhi sebelum melakukan vasektomi. Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Abdul Muiz Ali, menjelaskan bahwa vasektomi haram jika bertujuan untuk pemandulan permanen. Namun, terdapat pengecualian bagi mereka yang memiliki alasan syar'i, seperti kondisi kesehatan tertentu.
Kiai AMA, dalam keterangan resmi di laman MUI, menjelaskan bahwa keputusan para ulama didasarkan pada pertimbangan syariat Islam, perkembangan medis, dan kaidah ushul fikih. Vasektomi, secara prinsip, adalah tindakan yang mengarah pada pemandulan, yang dilarang dalam syariat. Namun, dengan adanya kemungkinan rekanalisasi (penyambungan kembali saluran sperma), hukumnya bisa berbeda dengan syarat-syarat tertentu.
Ijtima Ulama tahun 2012 menetapkan lima syarat utama. Pertama, vasektomi dilakukan untuk tujuan yang tidak melanggar syariat Islam. Kedua, vasektomi tidak menyebabkan kemandulan permanen. Ketiga, ada jaminan medis atas kemungkinan rekanalisasi dan pemulihan fungsi reproduksi. Keempat, tidak menimbulkan mudharat (kerugian atau dampak negatif) bagi pelakunya. Kelima, vasektomi tidak diikutsertakan dalam program kontrasepsi mantap.
Edukasi, Bukan Kampanye
Wihaji menegaskan pentingnya edukasi terkait vasektomi. "Yang perlu ditekankan adalah tidak boleh dikampanyekan untuk program ini. Kita hanya bisa memberikan edukasi," ujarnya. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk menghormati fatwa MUI dan memastikan informasi yang disampaikan kepada masyarakat akurat dan sesuai dengan pedoman agama.
Dengan demikian, pemerintah akan fokus pada penyampaian informasi yang benar dan akurat kepada masyarakat mengenai vasektomi, sesuai dengan fatwa MUI dan tanpa melakukan kampanye yang dapat menimbulkan kontroversi. Pendekatan edukatif ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik kepada masyarakat mengenai metode kontrasepsi ini.
Pemerintah berkomitmen untuk terus berkoordinasi dengan MUI dan para ulama dalam memberikan informasi yang tepat dan bertanggung jawab kepada masyarakat terkait isu-isu kesehatan reproduksi, termasuk vasektomi.