MUI Jabar Tegas: Vasektomi Haram, Kebijakan KB Pria Dedi Mulyadi Menuai Kontroversi
MUI Jawa Barat menegaskan haramnya vasektomi, menimbulkan kontroversi terkait kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang menjadikan KB pria sebagai syarat bantuan sosial.

Bandung, 1 Mei 2024 - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Barat dengan tegas menyatakan bahwa vasektomi, prosedur sterilisasi pada pria, hukumnya haram dalam pandangan Islam. Pernyataan ini muncul sebagai respons terhadap rencana Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang mengusulkan vasektomi sebagai salah satu syarat penerima bantuan sosial (bansos).
Ketua MUI Jawa Barat, KH Rahmat Syafei, menjelaskan bahwa larangan ini didasarkan pada fatwa Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV tahun 2012 di Pesantren Cipasung, Tasikmalaya. Vasektomi dianggap sebagai tindakan pemandulan permanen yang bertentangan dengan syariat Islam. Meskipun demikian, KH Rahmat Syafei memberikan pengecualian jika vasektomi dilakukan untuk menghindari risiko kesehatan serius dan tidak menyebabkan kemandulan permanen, serta dengan syarat-syarat tertentu yang tidak melanggar syariat Islam.
Pernyataan MUI ini langsung memicu perdebatan publik, terutama setelah rencana Gubernur Dedi Mulyadi menjadikan program Keluarga Berencana (KB), khususnya vasektomi, sebagai syarat untuk mendapatkan berbagai bantuan, termasuk beasiswa dan bansos. Rencana ini disampaikan Dedi Mulyadi dalam rapat koordinasi bidang kesejahteraan rakyat di Pusdai Jawa Barat pada 28 April 2024, yang dihadiri oleh sejumlah menteri.
Kontroversi Kebijakan KB Pria sebagai Syarat Bansos
Gagasan Gubernur Dedi Mulyadi untuk menjadikan KB, khususnya vasektomi, sebagai prasyarat penerima bansos didasari oleh temuannya di lapangan. Banyak keluarga prasejahtera memiliki jumlah anak yang banyak, sementara kondisi ekonomi mereka memprihatinkan. Dedi Mulyadi mencontohkan beberapa kasus keluarga miskin dengan jumlah anak yang sangat banyak, bahkan hingga belasan anak.
Dalam rapat tersebut, Dedi Mulyadi menyampaikan keprihatinannya atas fenomena ini. "Pak Menteri, saya tidak tahu kok rata-rata keluarga miskin itu anaknya banyak. Sementara orang kaya susah punya anak. Sampai bayi tabung bayar Rp2 miliar tetap tidak punya anak. Saya pernah menemukan satu keluarga punya 22 anak, punya 16 anak. Saya di Majalengka bertemu dengan anak-anak yang jualan kue di alun-alun. Akhirnya saya bertemu dengan orang tuanya yang lagi di kontrakan. Bapaknya ada, anaknya jualan kue. Ternyata sudah punya 10 anak dan ternyata ibunya lagi hamil lagi yang ke-11," ujar Dedi Mulyadi.
Meskipun demikian, MUI Jawa Barat menekankan pentingnya memperhatikan aspek keagamaan dalam kebijakan tersebut. KH Rahmat Syafei menyatakan bahwa kebijakan pemberian insentif tidaklah dilarang, namun persyaratan vasektomi harus disesuaikan dengan kaidah-kaidah agama Islam. "Kalau untuk insentif tidak apa-apa, tapi yang penting tadi vasektominya (ada) kedudukan persyaratan untuk dibolehkan, itu yang harus disesuaikan," jelasnya.
Penjelasan MUI dan Pertimbangan Syariat
MUI Jawa Barat menegaskan kembali bahwa vasektomi pada dasarnya haram hukumnya, kecuali dalam kondisi tertentu yang tidak menyebabkan kemandulan permanen dan tidak bertentangan dengan syariat Islam. Hal ini perlu dipertimbangkan secara matang oleh pemerintah dalam merumuskan kebijakan terkait KB dan bansos.
Pernyataan MUI ini menjadi catatan penting bagi pemerintah daerah dalam menyusun kebijakan yang menyangkut aspek keagamaan dan hak reproduksi warga. Diperlukan dialog dan koordinasi yang intensif antara pemerintah dan tokoh agama untuk mencapai solusi yang bijak dan sesuai dengan nilai-nilai agama dan hukum yang berlaku.
Perdebatan ini menyoroti kompleksitas isu kependudukan dan kesejahteraan sosial di Indonesia, yang memerlukan pendekatan holistik dan mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk agama, budaya, dan ekonomi.
Ke depan, penting untuk mencari solusi yang menyeimbangkan antara program pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan penghormatan terhadap keyakinan dan nilai-nilai agama.