Kemendukbangga Acu Kembali ke Fatwa MUI 2012 Terkait Vasektomi
Kementerian PPKB/BKKBN menegaskan kembali pedoman pelaksanaan vasektomi mengacu pada Fatwa MUI 2012, dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.

Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan kembali pedomannya dalam pelaksanaan vasektomi. Keputusan ini mengacu pada fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 2012 tentang Metode Operasi Pria (MOP) atau kontrasepsi vasektomi. Hal ini disampaikan Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR), Wahidin, melalui pesan singkat pada Jumat lalu.
Wahidin menegaskan bahwa Kemendukbangga/BKKBN berpedoman pada fatwa MUI tahun 2012 terkait vasektomi. Penerapannya, kata dia, dilengkapi beberapa syarat tambahan. Syarat tersebut meliputi kepemilikan minimal dua anak, usia minimal 35 tahun, anak termuda berumur minimal lima tahun, serta persetujuan dari pasangan (istri). Selain itu, calon pasien juga harus lolos skrining medis dari dokter yang menangani.
Pernyataan ini memberikan kejelasan terkait prosedur dan pedoman pelaksanaan vasektomi di Indonesia. Dengan mengacu pada fatwa MUI, Kemendukbangga/BKKBN berupaya menyeimbangkan aspek kesehatan reproduksi dengan nilai-nilai keagamaan yang berlaku di Indonesia.
Fatwa MUI 2012: Vasektomi dan Syarat-Syaratnya
Fatwa MUI tahun 2012 yang dikeluarkan berdasarkan hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV di Pesantren Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat, menyatakan bahwa vasektomi haram jika bertujuan pemandulan permanen. Namun, terdapat pengecualian dengan alasan syar'i, misalnya karena kondisi kesehatan tertentu.
Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Abdul Muiz Ali, atau yang akrab disapa Kiai AMA, menjelaskan bahwa keputusan tersebut diambil berdasarkan pertimbangan syariat Islam, perkembangan medis, dan kaidah ushul fikih. Beliau menekankan bahwa vasektomi, secara prinsip, adalah tindakan yang mengarah pada pemandulan, yang dilarang dalam syariat Islam. Namun, perkembangan teknologi yang memungkinkan rekanalisasi (penyambungan kembali saluran sperma) mengubah hukumnya, dengan beberapa syarat.
Kiai AMA merinci lima syarat yang harus dipenuhi agar vasektomi dibolehkan. Pertama, tujuan vasektomi tidak menyalahi syariat Islam. Kedua, vasektomi tidak menyebabkan kemandulan permanen. Ketiga, terdapat jaminan medis atas keberhasilan rekanalisasi dan pemulihan fungsi reproduksi. Keempat, prosedur tersebut tidak menimbulkan mudharat (kerugian atau dampak negatif) bagi pelakunya. Kelima, vasektomi tidak termasuk dalam program kontrasepsi mantap.
Penjelasan Lebih Lanjut Mengenai Syarat-Syarat Vasektomi
Kemendukbangga/BKKBN menekankan pentingnya memenuhi seluruh persyaratan yang telah ditetapkan. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa prosedur vasektomi dilakukan secara bertanggung jawab dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama dan medis. Dengan adanya pedoman yang jelas, diharapkan dapat meminimalisir potensi masalah dan memastikan hak-hak reproduksi tetap terjaga.
Selain persyaratan yang telah disebutkan sebelumnya, penting juga untuk melakukan konsultasi menyeluruh dengan dokter spesialis untuk memastikan kondisi kesehatan dan kesiapan menjalani prosedur vasektomi. Informasi yang akurat dan transparan dari tenaga medis sangat penting dalam pengambilan keputusan yang tepat.
Pedoman ini diharapkan dapat memberikan panduan yang jelas dan komprehensif bagi pasangan suami istri yang mempertimbangkan vasektomi sebagai metode kontrasepsi. Dengan demikian, keputusan yang diambil dapat didasarkan pada informasi yang lengkap dan akurat, serta sesuai dengan nilai-nilai agama dan hukum yang berlaku di Indonesia.
Dengan adanya pedoman ini, diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan pedoman yang jelas bagi masyarakat yang ingin melakukan vasektomi. Kemendukbangga/BKKBN berkomitmen untuk terus memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat terkait kesehatan reproduksi.