Pariwisata Hijau: Selamatkan Bumi dengan Ekonomi Sirkular
Ekonomi sirkular di sektor pariwisata menjadi kunci penyelamatan bumi dari tiga krisis global: perubahan iklim, kehilangan keanekaragaman hayati, dan polusi, dengan pengawasan sistematis sebagai kunci keberhasilannya.

Hari Bumi setiap tanggal 22 April menjadi pengingat penting atas tiga krisis global yang saling berkaitan: perubahan iklim, kehilangan keanekaragaman hayati, dan pencemaran lingkungan. Laporan PBB, Making Peace With Nature (2021), menekankan urgensi aksi kolaboratif untuk mengatasi masalah ini. Salah satu sektor krusial yang perlu menerapkan solusi inovatif adalah pariwisata, yang berpotensi besar menjadi bagian dari masalah maupun solusi.
Sektor pariwisata, jika tidak dikelola dengan bijak, dapat meningkatkan emisi karbon, merusak ekosistem, dan menghasilkan limbah besar. Namun, dengan pendekatan ekonomi sirkular, pariwisata dapat bertransformasi menjadi bagian dari solusi. Ekonomi sirkular dalam konteks ini bukan hanya soal mengurangi limbah, tetapi membangun ekosistem pariwisata yang berkelanjutan dan inklusif, mendorong ekonomi lokal, serta memanfaatkan sumber daya secara efisien.
Penerapan ekonomi sirkular di sektor pariwisata telah dimulai di beberapa tempat, seperti Bali dengan gerakan "Bye Bye Plastic Bags" dan Labuan Bajo dengan integrasi pengelolaan limbah dalam rencana pengembangannya. Namun, keberhasilannya membutuhkan pengawasan sistematis dan kolaboratif dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah pusat dan daerah hingga masyarakat lokal.
Penerapan Ekonomi Sirkular di Sektor Pariwisata
Ekonomi sirkular di sektor pariwisata menekankan daur ulang, efisiensi sumber daya, dan pengurangan limbah. Sampah bukan lagi akhir dari proses, melainkan bagian dari siklus berkelanjutan. Contohnya, hotel dan restoran mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, pengelola objek wisata mengolah sampah organik menjadi kompos, dan UKM memanfaatkan bahan daur ulang untuk produk kreatif. Inisiatif ini memerlukan pengawasan yang terstruktur dan kolaboratif.
Pengawasan idealnya dilakukan secara berlapis. Pemerintah pusat (Kementerian Pariwisata, KLHK, BSN) berperan dalam penyusunan kebijakan, standar, dan sertifikasi (Green Hotel, CHSE, Ekolabel Nasional). Pemerintah daerah (dinas pariwisata dan lingkungan hidup) melakukan monitoring langsung, edukasi, dan membentuk satuan tugas. Pelaku usaha melakukan self-monitoring dan pelaporan. Pokdarwis, komunitas lokal, dan bank sampah desa turut serta dalam pengawasan partisipatif. Media dan akademisi berperan sebagai pengawas eksternal melalui peliputan kritis dan riset.
Sistem ini menuntut kolaborasi semua pihak untuk memastikan prinsip ekonomi sirkular benar-benar dijalankan. Peran masing-masing entitas saling melengkapi dan mendukung agar tercipta pengawasan yang efektif dan holistik. Partisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan sangat penting untuk keberhasilan implementasi ekonomi sirkular.
Regulasi dan Sertifikasi: Tantangan Implementasi
Indonesia tengah merevisi UU Kepariwisataan (UU No. 10 Tahun 2009) dan mengandalkan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Permen Pariwisata No. 14 Tahun 2016 tentang Destinasi Pariwisata Berkelanjutan dan SNI 9042:2021 juga menjadi acuan. Namun, tantangan utama terletak pada lemahnya implementasi, kapasitas pengawasan daerah yang terbatas, koordinasi antarinstansi yang belum optimal, dan kebutuhan pendampingan bagi pelaku usaha, terutama UKM.
Untuk mengatasi hal ini, pemerintah perlu membangun sistem pengawasan digital yang transparan, memperkuat kapasitas pengawasan daerah, dan memberikan insentif fiskal bagi pelaku usaha yang menerapkan ekonomi sirkular. Dukungan dan fasilitasi dari pemerintah sangat krusial untuk mendorong adopsi praktik berkelanjutan di sektor pariwisata.
Peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) di daerah juga menjadi kunci keberhasilan. Pelatihan dan pendidikan yang berkelanjutan bagi para pengawas dan pelaku usaha sangat diperlukan untuk memastikan pemahaman dan penerapan yang tepat dari prinsip-prinsip ekonomi sirkular.
Ekonomi Sirkular: Keharusan untuk Masa Depan
Hari Bumi harus menjadi momentum untuk mengevaluasi pembangunan yang berkelanjutan. Pariwisata sirkular tidak hanya baik untuk lingkungan, tetapi juga untuk ekonomi dan sosial masyarakat lokal. Pariwisata yang berkelanjutan lebih hemat energi, menyerap lebih banyak tenaga kerja lokal, dan menjaga nilai-nilai budaya. Ekonomi sirkular bukan sekadar pilihan, melainkan keharusan untuk menghadapi ancaman global dan menciptakan masa depan yang lebih baik.
Pengawasan yang efektif merupakan fondasi utama agar ekonomi sirkular tidak hanya menjadi wacana, tetapi menjadi aksi nyata. Komitmen bersama dari semua pihak, baik pemerintah, pelaku usaha, masyarakat, dan media, sangat penting untuk mewujudkan pariwisata hijau yang berkelanjutan dan menyelamatkan bumi untuk generasi mendatang. Dengan kolaborasi yang kuat, pariwisata dapat menjadi solusi, bukan bagian dari masalah lingkungan global.