Prabowo Tegaskan Non-Blok: Pahami Risiko 'Vivere Pericoloso' dan 'Mendayung di Antara Dua Karang' dalam Kebijakan Luar Negeri Bebas Aktif Indonesia
Presiden Prabowo Subianto menegaskan posisi non-blok Indonesia, menunjukkan pemahaman mendalam terhadap risiko Kebijakan Luar Negeri Bebas Aktif yang diwarisi para pendiri bangsa.

Presiden terpilih Prabowo Subianto kembali menegaskan komitmen Indonesia terhadap prinsip non-blok dalam kebijakan luar negerinya. Pernyataan ini disampaikan dalam Pidato Kenegaraan pada Sidang Tahunan MPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat lalu. Langkah ini menggarisbawahi posisi independen Indonesia di kancah global.
Profesor Teuku Rezasyah, seorang akademisi Hubungan Internasional dari Universitas Padjajaran, memberikan pandangannya terkait penegasan tersebut. Menurutnya, Presiden Prabowo menunjukkan pemahaman mendalam terhadap risiko yang melekat pada Kebijakan Luar Negeri Bebas Aktif. Pemahaman ini sejalan dengan warisan pemikiran para pendiri bangsa.
Kebijakan luar negeri yang tidak memihak blok manapun ini merupakan cerminan dari ideologi yang telah dibangun sejak era Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta. Prinsip ini bertujuan untuk menjaga kedaulatan serta kepentingan nasional Indonesia di tengah dinamika geopolitik dunia. Ini juga menjadi modal penting bagi diplomasi Indonesia.
Memahami Esensi Bebas Aktif: Dari Soekarno hingga Hatta
Konsep Kebijakan Luar Negeri Bebas Aktif bukanlah hal baru bagi Indonesia, melainkan sebuah filosofi yang telah mengakar kuat. Profesor Teuku Rezasyah menekankan bahwa ide ini sejalan dengan kebijakan luar negeri yang dirintis pada 10 tahun pertama pemerintahan Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta. Mereka adalah arsitek utama di balik prinsip non-blok yang menjadi ciri khas diplomasi Indonesia.
Presiden pertama Indonesia, Soekarno, memperkenalkan prinsip "Vivere Pericoloso" yang berarti berani hidup dengan menyerempet bahaya. Filosofi ini mencerminkan keberanian Indonesia untuk mengambil posisi berani di tengah gejolak politik global. Ini bukan berarti mencari masalah, namun kesiapan menghadapi tantangan demi kedaulatan.
Senada dengan Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta mengemukakan istilah "Mendayung Di Antara Dua Karang". Ungkapan ini menggambarkan posisi Indonesia yang konsisten menempatkan diri di tengah persaingan kekuatan global. Prinsip ini menegaskan bahwa Indonesia tidak akan memihak blok manapun, melainkan berorientasi pada kepentingan nasional dan perdamaian dunia.
Kedua prinsip ini menjadi landasan kuat bagi Indonesia untuk menjalankan tujuan nasional yang berkesinambungan lintas generasi. Pemikiran para pendiri negara ini terus relevan hingga kini, membimbing setiap langkah diplomasi Indonesia di kancah internasional. Konsistensi ini penting untuk menjaga arah politik luar negeri.
Implementasi Kebijakan Non-Blok di Bawah Kepemimpinan Prabowo
Dalam konteks kekinian, Presiden Prabowo Subianto dinilai konsisten dengan nilai-nilai luhur konstitusi negara, terutama terkait upaya menegakkan kedaulatan Indonesia. Pernyataannya mengenai posisi non-blok menunjukkan komitmen untuk melanjutkan warisan Kebijakan Luar Negeri Bebas Aktif. Hal ini penting untuk menjaga independensi bangsa.
Bergabungnya Indonesia sebagai anggota organisasi kerja sama ekonomi dan geopolitik BRICS menjadi contoh konkret implementasi kebijakan bebas aktif. Profesor Teuku Rezasyah menyebutkan bahwa keputusan ini dibuat secara rasional dan sesuai dengan ide-ide dasar kebijakan luar negeri Indonesia. Keanggotaan ini membuka peluang baru tanpa mengikat Indonesia pada satu blok tertentu.
Selain itu, kepemimpinan Prabowo juga menunjukkan komitmen Indonesia terhadap perdamaian dunia, sejalan dengan amanat konstitusi. Upaya mengupayakan pembahasan solusi dua negara bagi Palestina serta menerjunkan bantuan kemanusiaan bagi warga Gaza adalah bukti nyata. Ini menunjukkan peran aktif Indonesia dalam isu-isu kemanusiaan global.
Langkah-langkah ini menegaskan bahwa Indonesia tidak hanya pasif dalam prinsip non-blok, tetapi aktif berkontribusi pada stabilitas dan perdamaian. Kebijakan luar negeri Indonesia di bawah Prabowo berupaya menyeimbangkan kepentingan nasional dengan tanggung jawab global. Ini adalah manifestasi dari prinsip bebas aktif.
Diplomasi Indonesia: Peran dan Kapabilitas di Panggung Dunia
Upaya diplomasi luar negeri yang dilakukan Presiden Prabowo patut mendapatkan pengakuan, menurut Profesor Teuku Rezasyah. Kepala Negara dibekali dengan kemampuan intelektual dan manajerial yang memadai untuk menjalankan peran tersebut. Kapabilitas ini menjadi modal penting dalam menghadapi kompleksitas hubungan internasional.
Keberhasilan diplomasi Prabowo juga tidak lepas dari fondasi yang telah dibangun oleh kepemimpinan sebelumnya. Presiden Jokowi, misalnya, banyak berkinerja di dalam negeri, yang mana kinerja domestik yang baik merupakan modal dasar bagi suksesnya kebijakan luar negeri. Ini menunjukkan adanya kesinambungan dalam tata kelola negara.
Secara teori, keberhasilan Presiden Prabowo dalam berdiplomasi merupakan nilai tambah dari pemimpin nasional sebelumnya. Sinergi antara pembangunan domestik yang kuat dan kemampuan diplomasi yang mumpuni akan memperkuat posisi Indonesia di mata dunia. Ini adalah cerminan dari kekuatan negara.
Pidato Kenegaraan Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Tahunan MPR RI menjelang HUT Ke-80 Kemerdekaan RI menegaskan kembali arah kebijakan luar negeri Indonesia. Dengan tema "Bersatu Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju", pidato ini merefleksikan visi besar bangsa. Ini adalah komitmen jangka panjang untuk kemajuan.