Ratusan Siswa SMP di Buleleng Tidak Bisa Membaca, Disleksia Jadi Salah Satu Faktor
Mendikbudristek ungkap ratusan siswa SMP di Buleleng, Bali kesulitan membaca, sebagian karena disleksia dan faktor lain seperti kurangnya perhatian keluarga serta motivasi belajar yang rendah.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Abdul Mu'ti, mengungkapkan fakta mengejutkan terkait kemampuan membaca siswa SMP di Kabupaten Buleleng, Bali. Ratusan siswa di sana dilaporkan kesulitan membaca, bahkan tidak bisa membaca sama sekali. Temuan ini mengemuka setelah rapat tertutup Mendikbudristek dengan Komisi X DPR RI di Jakarta pada Selasa lalu. Penyebabnya beragam, mulai dari disleksia hingga kurangnya perhatian dan motivasi belajar.
Menurut Mendikbudristek Mu'ti, sebagian besar siswa yang mengalami kesulitan membaca tersebut didiagnosis mengidap disleksia, suatu kondisi kesulitan belajar membaca meskipun memiliki kecerdasan normal. Selain disleksia, faktor lain yang turut berkontribusi adalah kurangnya perhatian dari keluarga dan rendahnya motivasi belajar siswa. Hal ini menunjukkan kompleksitas masalah literasi di Indonesia yang tidak hanya bergantung pada faktor akademis semata.
Pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng, telah melakukan komunikasi intensif untuk mengatasi permasalahan ini. Langkah-langkah konkret sedang diupayakan untuk meningkatkan kemampuan literasi dan numerasi para siswa tersebut. Harapannya, intervensi yang tepat dapat membantu para siswa mengejar ketertinggalan dan meningkatkan kemampuan akademik mereka.
Disleksia dan Faktor Lain Mempengaruhi Kemampuan Membaca Siswa
Ketua Dewan Pendidikan Buleleng, I Made Sedana, sebelumnya telah menyampaikan data yang mengkhawatirkan. Hampir 400 siswa SMP di Buleleng mengalami kesulitan membaca dan mengeja, bahkan banyak yang sama sekali tidak bisa membaca. Data ini dikumpulkan bersama Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Buleleng berdasarkan laporan dari kepala sekolah di sembilan kecamatan.
Sedana menekankan bahwa angka tersebut masih bisa bertambah karena data yang ada baru mencakup sekolah-sekolah di bawah naungan Disdikpora, belum termasuk madrasah. Hal ini menunjukkan bahwa permasalahan literasi di Buleleng memerlukan perhatian serius dan penanganan yang komprehensif. Berbagai faktor, seperti kurangnya akses pendidikan berkualitas, kurangnya dukungan dari lingkungan keluarga, dan kurangnya kesadaran akan pentingnya literasi, turut berkontribusi pada masalah ini.
Jumlah siswa yang mengalami kesulitan membaca bervariasi di setiap sekolah, mulai dari beberapa siswa hingga puluhan siswa. Kondisi ini menunjukkan bahwa masalah literasi tidak hanya terjadi di sekolah-sekolah tertentu, tetapi tersebar di hampir seluruh SMP di Kabupaten Buleleng. Oleh karena itu, dibutuhkan pendekatan yang terintegrasi dan melibatkan berbagai pihak untuk mengatasi permasalahan ini secara efektif.
Upaya Pemerintah dalam Meningkatkan Literasi Siswa
Menindaklanjuti temuan tersebut, Kemendikbudristek telah berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng untuk memberikan bantuan dan layanan khusus bagi siswa yang mengalami kesulitan membaca. Program-program intervensi yang tepat sasaran sedang dirancang untuk membantu para siswa meningkatkan kemampuan literasi dan numerasi mereka.
Kemendikbudristek menyadari bahwa permasalahan literasi merupakan tantangan besar yang perlu diatasi secara bersama-sama. Oleh karena itu, pemerintah berkomitmen untuk terus berupaya meningkatkan kualitas pendidikan dan memberikan akses yang merata bagi seluruh siswa di Indonesia, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus atau mengalami kesulitan belajar.
Selain itu, peran orang tua dan masyarakat juga sangat penting dalam mendukung upaya peningkatan literasi siswa. Orang tua perlu memberikan perhatian dan dukungan yang cukup bagi anak-anak mereka, menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, dan menumbuhkan minat baca sejak usia dini. Partisipasi aktif masyarakat juga sangat dibutuhkan untuk menciptakan budaya literasi yang kuat di lingkungan sekitar.
Ke depan, diharapkan akan ada peningkatan kemampuan literasi dan numerasi siswa di Buleleng. Hal ini membutuhkan kerja sama yang erat antara pemerintah, sekolah, orang tua, dan masyarakat untuk menciptakan sistem pendidikan yang lebih inklusif dan mampu memenuhi kebutuhan belajar setiap siswa.
Kesimpulannya, permasalahan ratusan siswa SMP di Buleleng yang tidak bisa membaca merupakan isu serius yang menuntut penanganan komprehensif dari berbagai pihak. Disleksia dan faktor-faktor lain seperti kurangnya perhatian keluarga dan motivasi belajar menjadi penyebab utama. Pemerintah melalui Kemendikbudristek dan Dinas Pendidikan Buleleng berkomitmen untuk memberikan solusi dan meningkatkan kualitas literasi siswa.