Remaja Bakar Gerbong KA di Stasiun Tugu Yogyakarta, Sakit Hati Sering Diturunkan Karena Tak Punya Tiket
Ditreskrimum Polda DIY mengamankan remaja 17 tahun asal Jakarta yang diduga sebagai pelaku pembakaran tiga gerbong kereta api di Stasiun Tugu Yogyakarta karena sakit hati sering diturunkan dari kereta api akibat tidak memiliki tiket.

Seorang remaja berusia 17 tahun berinisial M diamankan oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda DIY karena diduga melakukan pembakaran tiga gerbong kereta api di Stasiun Tugu Yogyakarta pada Rabu, 12 Maret 2024 sekitar pukul 06.44 WIB. Kejadian ini terungkap setelah polisi melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP), memeriksa rekaman CCTV, dan meminta keterangan saksi. Pelaku, warga Jakarta, ditangkap di kawasan Malioboro sesaat setelah peristiwa tersebut.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda DIY, Kombes Pol. FX Endriadi, menjelaskan bahwa M diduga menggunakan kertas kardus yang dinyalakan dengan korek api untuk membakar gerbong kereta api. Api yang berasal dari kertas tersebut kemudian membakar kursi di dalam gerbong, sehingga dua gerbong kereta eksekutif dan satu gerbong kereta premium mengalami kerusakan akibat terbakar. Beruntung, tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini dan perjalanan kereta api tidak terganggu.
Fakta mengejutkan terungkap dari motif pelaku. M, yang diketahui penyandang disabilitas sensorik (tuna wicara), mengaku sakit hati karena sering diturunkan dari kereta api akibat tidak memiliki tiket. Polisi dibantu juru bahasa isyarat dalam proses pemeriksaan. Berdasarkan keterangan yang diperoleh, M telah sembilan kali bermasalah dengan PT KAI karena naik kereta tanpa tiket sejak tahun 2023 hingga 2024.
Penangkapan dan Motif Pelaku Pembakaran
Proses penyelidikan yang dilakukan Ditreskrimum Polda DIY dan Polresta Yogyakarta melibatkan berbagai metode, termasuk analisis rekaman CCTV di area Stasiun Tugu Yogyakarta. Rekaman CCTV tersebut memberikan petunjuk penting yang kemudian dicocokkan dengan hasil laboratorium forensik (labfor) dan keterangan saksi. Kesesuaian bukti-bukti tersebut memperkuat dugaan keterlibatan M dalam kasus pembakaran gerbong kereta api.
Kombes Pol. FX Endriadi menambahkan bahwa keterangan M sesuai dengan hasil penyelidikan polisi. Proses penangkapan M dilakukan setelah polisi menunggu hasil labfor dan pemeriksaan saksi selesai. Hal ini menunjukkan komitmen polisi untuk bekerja secara profesional dan teliti dalam mengungkap kasus tersebut.
Pengakuan M bahwa ia sakit hati karena sering diturunkan dari kereta api karena tidak memiliki tiket menjadi motif utama di balik aksinya. Hal ini menunjukkan adanya permasalahan yang lebih dalam terkait akses transportasi bagi penyandang disabilitas dan pentingnya solusi yang lebih humanis dalam menangani permasalahan serupa di masa mendatang.
Kondisi Pelaku dan Proses Hukum Selanjutnya
Polisi mengungkapkan bahwa M merupakan penyandang disabilitas sensorik, yaitu tuna wicara. Oleh karena itu, dalam proses pemeriksaan, polisi menggunakan jasa juru bahasa isyarat untuk membantu komunikasi. Hal ini menunjukkan kepedulian dan upaya polisi untuk memberikan keadilan dan akses yang setara bagi semua pihak, termasuk penyandang disabilitas.
Saat ini, M masih menjalani pemeriksaan lebih lanjut, termasuk pemeriksaan kejiwaan. Rencananya, M akan menjalani observasi kejiwaan selama dua minggu oleh ahli kejiwaan. Pemeriksaan kejiwaan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi mental M dan apakah ada faktor lain yang melatarbelakangi tindakannya.
Hasil pemeriksaan kejiwaan akan menjadi pertimbangan penting dalam proses hukum selanjutnya. Polisi akan menindaklanjuti kasus ini sesuai dengan hukum yang berlaku, dengan mempertimbangkan kondisi dan latar belakang pelaku.
Kejadian ini menjadi pengingat penting bagi PT KAI untuk terus meningkatkan pelayanan dan memberikan solusi yang lebih komprehensif bagi penumpang, termasuk penyandang disabilitas, agar kejadian serupa tidak terulang kembali.
Api berhasil dipadamkan sekitar pukul 07.30 WIB. Meskipun tiga gerbong kereta api terbakar, kejadian ini tidak menyebabkan korban jiwa dan tidak mengganggu perjalanan kereta api lainnya.