Rupiah Menguat: Sentimen Positif Pasar Saham Dorong Penguatan Kurs
Penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS didukung sentimen positif dari pasar saham domestik, diiringi masuknya dana investor asing dan penurunan imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN).

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali menunjukkan penguatan. Pada penutupan perdagangan Kamis, 27 Maret 2024, rupiah menguat 26 poin atau 0,15 persen, mencapai Rp16.562 per dolar AS. Penguatan ini didorong oleh sentimen positif dari pasar saham domestik yang mengalami kenaikan signifikan sebesar 3,8 persen pada Rabu, 26 Maret 2024. Hal ini menunjukkan peningkatan kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menjelaskan bahwa masuknya dana investor asing ke pasar saham domestik menjadi salah satu faktor utama penguatan rupiah. Ia mencatat adanya aliran dana asing yang cukup besar, mencapai 155 juta dolar AS pada Rabu kemarin. "Investor asing mulai kembali masuk ke pasar saham domestik," ujar Josua kepada ANTARA di Jakarta, Kamis.
Penguatan rupiah ini juga sejalan dengan penurunan imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN). Penurunan yield menunjukkan penurunan risiko investasi di pasar obligasi Indonesia, sehingga menarik minat investor baik domestik maupun asing. Kondisi ini semakin memperkuat posisi rupiah di pasar valuta asing.
Analisis Pasar Saham dan Obligasi
Data menunjukkan bahwa pada Rabu, 26 Maret 2024, imbal hasil SBN IDR menurun antara 5 hingga 17 basis points (bps). Meskipun volume perdagangan obligasi tercatat lebih rendah dibandingkan hari sebelumnya, yaitu Rp20,31 triliun dibandingkan Rp32,14 triliun, tren penurunan yield tetap menjadi indikator positif bagi penguatan rupiah. Penurunan yield ini terlihat pada berbagai seri SBN, dengan yield seri acuan 5 tahun, 10 tahun, 15 tahun, dan 20 tahun masing-masing tercatat 6,82 persen (-17 bps), 7,13 persen (-9 bps), 7,18 persen (-6 bps), dan 7,21 persen (-5 bps).
Menariknya, kepemilikan asing pada obligasi IDR juga mengalami penurunan sebesar Rp1,92 triliun pada Selasa, 25 Maret 2024, menjadi Rp894 triliun atau 14,34 persen dari total. Meskipun terjadi penurunan kepemilikan asing, penurunan yield SBN mengindikasikan bahwa pasar obligasi masih menarik bagi investor, dan hal ini berkontribusi pada penguatan nilai tukar rupiah.
Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia juga mencerminkan penguatan rupiah, meningkat ke level Rp16.566 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.588 per dolar AS. Hal ini menunjukkan konsistensi penguatan rupiah di berbagai indikator pasar.
Implikasi Penguatan Rupiah
Penguatan rupiah memiliki implikasi positif bagi perekonomian Indonesia. Penguatan ini dapat membantu menekan inflasi, karena harga barang impor akan menjadi lebih murah. Selain itu, penguatan rupiah juga dapat meningkatkan daya saing produk ekspor Indonesia di pasar internasional.
Namun, perlu diingat bahwa penguatan rupiah juga dapat berdampak negatif bagi sektor-sektor tertentu, seperti sektor ekspor yang bergantung pada nilai tukar yang kompetitif. Oleh karena itu, pemerintah dan Bank Indonesia perlu terus memantau perkembangan nilai tukar rupiah dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas ekonomi makro.
Ke depan, perkembangan pasar saham dan obligasi domestik, serta sentimen global, akan tetap menjadi faktor penentu bagi pergerakan nilai tukar rupiah. Penting bagi investor dan pelaku pasar untuk terus memantau perkembangan tersebut untuk mengambil keputusan investasi yang tepat.
Secara keseluruhan, penguatan rupiah yang terjadi merupakan kabar positif bagi perekonomian Indonesia. Namun, stabilitas ekonomi tetap perlu dijaga dengan kebijakan yang tepat dan antisipatif terhadap berbagai faktor yang dapat mempengaruhi nilai tukar.