Rupiah Menguat: Sentimen Positif Global Dorong Kurs Tembus Rp16.481 per Dolar AS
Sentimen risk-on di pasar global dan ekspektasi penurunan suku bunga The Fed mendorong penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Jumat pagi, mencapai Rp16.481 per dolar AS.

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat pada Jumat pagi, 21 Maret 2025, mencapai Rp16.481 per dolar AS. Penguatan ini didorong oleh sentimen positif atau risk-on di pasar keuangan global, seiring meningkatnya ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed yang lebih agresif. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Ekonom PermataBank, Josua Pardede, kepada ANTARA di Jakarta.
Penguatan sentimen risk-on ini didasari oleh proyeksi perlambatan ekonomi AS dalam pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) Maret 2025. Pernyataan Gubernur The Fed, Jerome Powell, yang menyebut sifat inflasi cenderung sementara, semakin memperkuat sentimen positif ini. Josua memprediksi pergerakan rupiah hari ini akan berada di kisaran Rp16.450–Rp16.575 per dolar AS.
Meskipun rupiah menguat, perdagangan obligasi mata uang rupiah menunjukkan hasil yang bervariasi pada Kamis (20/3). Imbal hasil obligasi acuan 5 tahun, 10 tahun, 15 tahun, dan 20 tahun masing-masing tercatat 6,80 persen, 7,11 persen, 7,11 persen, dan 7,12 persen. Volume perdagangan obligasi pemerintah tercatat Rp22,36 triliun, lebih rendah dari Rp26,3 triliun pada Rabu (19/3). Kepemilikan asing pada obligasi rupiah juga menurun sebesar Rp250 miliar menjadi Rp893 triliun atau 14,39 persen dari total outstanding pada Rabu (19/3).
Analisis Penguatan Rupiah
Penguatan rupiah yang signifikan ini mencerminkan kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia di tengah ketidakpastian ekonomi global. Sentimen risk-on mendorong aliran modal asing masuk ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia, yang dianggap memiliki potensi pertumbuhan ekonomi yang menjanjikan. Ekspektasi penurunan suku bunga The Fed juga memberikan ruang bagi bank sentral negara lain, termasuk Bank Indonesia, untuk mempertahankan kebijakan moneter yang longgar guna mendukung pertumbuhan ekonomi.
Namun, perlu diingat bahwa penguatan rupiah ini masih dipengaruhi oleh dinamika global. Perubahan sentimen pasar, perkembangan ekonomi AS, dan kebijakan moneter global dapat memengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah ke depan. Oleh karena itu, diperlukan kewaspadaan dan pemantauan yang berkelanjutan terhadap perkembangan ekonomi global dan domestik.
Meskipun volume perdagangan obligasi pemerintah mengalami penurunan, hal ini belum tentu menunjukkan sinyal negatif. Penurunan volume dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk strategi investasi jangka pendek para investor. Namun, penurunan kepemilikan asing pada obligasi rupiah patut menjadi perhatian, dan perlu dipantau perkembangannya lebih lanjut.
Implikasi bagi Ekonomi Indonesia
Penguatan rupiah memiliki implikasi positif bagi perekonomian Indonesia. Penguatan rupiah dapat menekan inflasi, karena harga impor barang dan jasa akan menjadi lebih murah. Selain itu, penguatan rupiah juga dapat meningkatkan daya saing produk ekspor Indonesia di pasar internasional. Namun, penguatan rupiah yang terlalu cepat juga dapat berdampak negatif bagi sektor ekspor tertentu.
Pemerintah dan Bank Indonesia perlu terus memantau perkembangan nilai tukar rupiah dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menjaga stabilitas nilai tukar. Kebijakan yang konsisten dan terukur sangat penting untuk menjaga kepercayaan investor dan memastikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Secara keseluruhan, penguatan rupiah ini merupakan kabar baik bagi perekonomian Indonesia. Namun, tetap diperlukan kewaspadaan dan antisipasi terhadap potensi risiko yang dapat memengaruhi pergerakan nilai tukar di masa mendatang.
Ke depan, pemerintah perlu terus mendorong pertumbuhan ekonomi domestik yang kuat dan stabil untuk menjaga daya tarik investasi asing. Hal ini akan membantu menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Kesimpulan
Penguatan rupiah yang terjadi pada Jumat pagi merupakan hasil dari sentimen risk-on di pasar global dan ekspektasi penurunan suku bunga The Fed. Meskipun terdapat fluktuasi pada perdagangan obligasi, secara umum kondisi ini menunjukkan kepercayaan investor terhadap ekonomi Indonesia. Namun, pemantauan berkelanjutan terhadap dinamika ekonomi global dan domestik tetap diperlukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.