Songket Singkawang Go Internasional: Motif Anggrek Curi Perhatian Eropa dan Jepang
Tenun songket asal Singkawang dengan motif Melayu, Dayak, dan Tionghoa berhasil menembus pasar internasional di Eropa dan Jepang, khususnya motif anggrek yang paling diminati.

Tenun songket dan tenun Tual asal Singkawang, Kalimantan Barat, berhasil mencuri perhatian pasar internasional. Karya Nurhayadi, pengrajin asal Kelurahan Sijangkung, Singkawang Selatan, ini telah dipasarkan hingga ke Eropa dan Jepang. Keunikan motifnya, yang memadukan unsur budaya Melayu, Dayak, dan Tionghoa (Tidayu), menjadi daya tarik tersendiri bagi pasar mancanegara. Produk-produk tersebut dipasarkan dalam bentuk set kain tapih, selendang syal, dan tanjak.
Nurhayadi menjelaskan bahwa motif tenunnya beragam, mulai dari bunga anggrek hingga sisik naga. Proses pembuatannya masih menggunakan mesin tenun tradisional. "Motif beragam seperti bunga anggrek, sisik naga, seluruhnya dikerjakan menggunakan mesin tenun tradisional," ujarnya di Singkawang, Kamis (15/5).
Keunggulan tenun songket Singkawang ini terletak pada penggunaan benang katun sebagai bahan baku, yang membedakannya dari tenun daerah lain yang sering menggunakan benang emas. Hal ini memberikan tekstur dan kesan yang unik pada produk tersebut. "Kain tenun tersebut, kata dia, berbeda dengan tenun daerah lainnya karena motif dan bahannya menggunakan benang katun. Sementara yang lain bisa pakai benang emas."
Motif Anggrek: Primadona Pasar Internasional
Dari berbagai motif yang ditawarkan, motif anggrek menjadi primadona dan telah berhasil menembus pasar internasional, khususnya di Jerman dan Jepang. "Motif paling laris dan sudah tembus mancanegara itu motif anggrek," ungkap Nurhayadi. Popularitas motif anggrek ini menunjukkan apresiasi pasar terhadap keindahan dan keunikan desain yang ditawarkan.
Meskipun telah sukses menembus pasar internasional, Nurhayadi masih menghadapi beberapa kendala. Keterbatasan bahan baku menjadi tantangan utama, sehingga proses pengerjaan satu kain bisa memakan waktu hingga dua bulan sejak pemesanan. "Disini tidak ada produk yang siap, kami kerja pas ada pesanan. Satu kain itu bisa habiskan waktu dua bulan, karena benang kayunya, kami harus pesan ke Bali atau Bandung," jelasnya.
Selain keterbatasan bahan baku, jumlah karyawan dan tempat usaha yang terbatas juga menjadi kendala produksi. Untuk mempercepat proses produksi, Nurhayadi terkadang mengerjakan tenun di rumah karyawannya. Hal ini menunjukkan dedikasi dan kerja keras yang luar biasa dalam mempertahankan kualitas produknya.
Dukungan Pemerintah Lokal Diharapkan
Lurah Sijangkung, Kristiana Yuniarti, berharap pemerintah kota dapat memberikan dukungan untuk mempromosikan tenun karya Nurhayadi. Promosi gencar melalui media sosial diharapkan dapat meningkatkan jangkauan pasar. Lebih lanjut, ia berharap tenun karya Nurhayadi dapat digunakan dalam acara-acara resmi pemerintah kota.
"Semoga Pemkot bisa membantu mempromosikan produk bu Adi (sapaan akrabnya), minimal lewat acara resmi Pemkot Singkawang, ada yang menggunakan kain atau syal dari penenun asal Sijangkung ini," ujar Kristiana. Dukungan pemerintah sangat penting untuk mendorong pertumbuhan usaha kecil menengah (UKM) seperti ini dan meningkatkan perekonomian lokal.
Kesuksesan tenun songket Singkawang menembus pasar internasional menjadi bukti kualitas dan daya saing produk Indonesia di kancah global. Dengan dukungan pemerintah dan inovasi berkelanjutan, diharapkan tenun songket Singkawang dapat semakin berkembang dan dikenal luas di dunia.