Tangis Haru Warnai Hari Pertama Masuk Asrama Sekolah Rakyat Ponorogo: 119 Siswa Siap Mandiri
Momen haru menyelimuti hari pertama masuk Asrama Sekolah Rakyat Ponorogo, di mana 119 siswa berpisah dengan orang tua demi kemandirian.

Hari pertama masuk asrama bagi ratusan siswa Sekolah Rakyat (SR) di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, pada Jumat (01/8), diwarnai pemandangan tangis haru. Momen perpisahan ini terjadi saat mereka mulai menghuni Asrama SR Ponorogo sebagai bagian dari program pendidikan berbasis asrama. Sebanyak 119 siswa dari jenjang SD hingga SMA terlihat menitikkan air mata saat berpamitan dengan orang tua atau wali mereka.
Isak tangis menyelimuti area asrama, dengan beberapa siswa memeluk erat orang tua mereka, bahkan menolak berpisah. Situasi ini menunjukkan beban emosional yang dirasakan siswa saat harus mandiri dan jauh dari keluarga untuk pertama kalinya. Peristiwa ini menandai dimulainya babak baru dalam pendidikan mereka.
Program asrama ini bertujuan melatih kemandirian siswa, seperti yang diungkapkan oleh Elis Setiawati, salah satu wali murid. Ia bersyukur adiknya dapat kembali bersekolah setelah sempat putus pendidikan karena keterbatasan biaya. Harapan besar tersemat agar siswa menjadi lebih mandiri, dewasa, dan memiliki masa depan yang lebih baik melalui pendidikan di Asrama Sekolah Rakyat Ponorogo ini.
Momen Perpisahan Penuh Haru dan Harapan
Pemandangan tangis haru menjadi sorotan utama pada hari pertama masuk Asrama Sekolah Rakyat Ponorogo. Banyak siswa, terutama dari jenjang sekolah dasar, menunjukkan kesulitan berpisah dengan keluarga. Mereka mengungkapkan kerinduan dan kecemasan akan lingkungan baru yang belum familiar.
Elis Setiawati, seorang wali murid, berbagi perasaannya dengan mata berkaca-kaca. Ia mengakui beratnya perpisahan tersebut, namun melihatnya sebagai langkah penting untuk kemandirian adiknya. "Di rumah kan belum bisa mandiri, ini dilatih mandiri. Baru kali ini lepas dari orang tua," ujarnya.
Meskipun berat, keputusan untuk memasukkan anak ke asrama didasari oleh harapan besar. Elis mengungkapkan rasa syukurnya karena adiknya akhirnya bisa kembali bersekolah setelah terkendala biaya. Program ini diharapkan dapat membentuk karakter siswa menjadi pribadi yang lebih mandiri dan bertanggung jawab.
Pendampingan Adaptasi di Lingkungan Asrama
Kepala Sekolah Rakyat Ponorogo, Devit Tri Candrawati, menyatakan pemahamannya terhadap beban psikologis yang dialami siswa. Terutama bagi siswa baru jenjang SD, proses adaptasi menjadi tantangan tersendiri. Pihak sekolah berkomitmen untuk memberikan pendekatan personal dan pendampingan emosional.
"Kami akan coba mengambil hati anak-anak dulu," kata Devit. Ia menambahkan bahwa ini adalah tantangan besar, khususnya bagi siswa SD. Tujuannya adalah agar para siswa menganggap asrama sebagai rumah kedua mereka, tempat yang aman dan nyaman untuk belajar serta berkembang.
Untuk mendukung proses adaptasi, pihak sekolah memberikan kelonggaran kunjungan bagi orang tua siswa SD. Mereka diizinkan berkunjung setiap hari pada pukul 13.30 WIB hingga 16.00 WIB. Sementara itu, untuk jenjang SMP dan SMA, kunjungan dibatasi satu kali setiap pekan.
Sebanyak 119 siswa yang mulai menghuni Asrama Sekolah Rakyat Ponorogo tahun ini terdiri dari 21 siswa SD, 48 siswa SMP, dan 50 siswa SMA. Mereka akan menjalani masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) dan adaptasi selama dua pekan sebelum kegiatan belajar reguler dimulai.