Terungkap! Pengaruh Paylater KPR Subsidi: Bank Kini Perhitungkan Utang BNPL Calon Nasabah
Bank kini semakin ketat dalam menilai kelayakan KPR subsidi. Ternyata, Pengaruh Paylater KPR sangat signifikan, utang BNPL Anda bisa jadi penentu persetujuan.

Jakarta, 31 Juli – Perbankan di Indonesia kini semakin memperketat kriteria penilaian kelayakan calon nasabah Kredit Pemilikan Rumah (KPR), khususnya untuk program rumah bersubsidi. Hal ini diungkapkan oleh Direktur Consumer Banking PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN), Hirwandi Gafar, yang menegaskan bahwa utang-utang konsumtif seperti paylater atau Buy Now, Pay Later (BNPL) turut menjadi pertimbangan utama.
Keputusan ini diambil untuk memastikan bahwa calon penerima KPR subsidi memiliki kemampuan finansial yang memadai untuk membayar cicilan rumah tanpa menimbulkan masalah kredit di kemudian hari. Penilaian tidak hanya berfokus pada aspek administrasi dan penghasilan, tetapi juga pada keseluruhan beban finansial yang ditanggung nasabah.
Hirwandi Gafar menjelaskan bahwa berbagai kewajiban finansial yang sudah ada, termasuk utang dari layanan paylater dan pinjaman koperasi, akan diperhitungkan secara cermat. Ini merupakan langkah strategis bank dalam mengelola risiko dan menjaga kualitas portofolio kredit perumahan subsidi.
Penilaian Komprehensif Kelayakan KPR Subsidi
Bank tidak hanya melihat besaran penghasilan calon nasabah KPR subsidi, melainkan juga seluruh kewajiban finansial yang melekat. Ini mencakup tidak hanya cicilan pinjaman konvensional, tetapi juga utang yang berasal dari platform paylater dan pinjaman lain seperti dari koperasi.
Semua biaya dan kewajiban yang telah dikeluarkan oleh nasabah akan diakumulasikan. Setelah itu, bank akan menghitung sisa penghasilan yang dimiliki calon nasabah untuk menentukan apakah mereka masih memiliki kapasitas yang cukup untuk membayar cicilan KPR. Proses ini memastikan bahwa calon debitur tidak akan terbebani cicilan yang melebihi kemampuan finansial mereka.
Pendekatan holistik ini menjadi krusial dalam menjaga kesehatan keuangan nasabah dan stabilitas perbankan. Dengan mempertimbangkan seluruh aspek utang, bank dapat membuat keputusan yang lebih akurat mengenai kelayakan kredit, sehingga meminimalkan risiko kredit macet di masa mendatang.
Ambang Batas Penghasilan dan Proses Verifikasi
Untuk KPR subsidi, bank umumnya menetapkan batas maksimal angsuran sebesar sepertiga dari total penghasilan calon nasabah. Oleh karena itu, terdapat ambang batas minimal penghasilan yang harus dipenuhi, yang nominalnya bervariasi tergantung wilayah dan status perkawinan.
Sebagai contoh, di wilayah Sumatera, minimal penghasilan untuk pekerja lajang adalah sekitar Rp8,5 juta, sedangkan bagi yang sudah menikah sekitar Rp10 juta. Sementara itu, di area Jabodetabek, standar penghasilan minimal yang ditetapkan lebih tinggi, yaitu sekitar Rp12 juta untuk lajang dan Rp14 juta untuk yang sudah menikah.
Guna menghindari rekayasa data penghasilan, perbankan melakukan verifikasi ketat, termasuk kunjungan langsung ke tempat kerja atau usaha calon nasabah. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa informasi penghasilan yang dilaporkan sesuai dengan kondisi sebenarnya, menjamin akurasi data dalam proses pengajuan KPR.
Syarat Tambahan dan Upaya Pencegahan Kredit Bermasalah
Selain kemampuan finansial, calon nasabah KPR subsidi juga harus memenuhi beberapa syarat non-finansial yang ketat. Syarat tersebut meliputi belum memiliki rumah dan belum pernah menerima subsidi perumahan dari pemerintah sebelumnya. Ini bertujuan agar program subsidi tepat sasaran kepada mereka yang benar-benar membutuhkan.
Calon nasabah juga diwajibkan terdaftar pada aplikasi SiKasep milik Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera). Aplikasi ini memfasilitasi pengajuan KPR secara daring dan memungkinkan nasabah memantau status pengajuan mereka secara real-time, meningkatkan transparansi dan efisiensi proses.
Seluruh upaya yang dilakukan oleh bank, mulai dari penilaian komprehensif utang termasuk paylater hingga verifikasi penghasilan dan syarat tambahan, bertujuan untuk mencegah munculnya kredit bermasalah. Ini merupakan bagian dari strategi perbankan untuk menjaga stabilitas sektor perumahan dan melindungi kepentingan nasabah serta bank itu sendiri.