TKA: Solusi Kurangi Kecurangan di Dunia Pendidikan Indonesia?
Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, menilai Tes Kompetensi Akademik (TKA) dapat mengurangi kecurangan ujian dan meningkatkan motivasi belajar siswa.

Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, baru-baru ini menyatakan keyakinannya bahwa Tes Kompetensi Akademik (TKA) dapat menjadi solusi untuk mengurangi angka kecurangan dalam dunia pendidikan Indonesia. Pernyataan tersebut disampaikan di Jakarta pada Selasa, 11 Maret, menyusul penggantian Ujian Nasional (UN) dengan TKA oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen).
Menurut Cucun, TKA mampu mengatasi berbagai bentuk kecurangan yang selama ini marak terjadi, seperti kebocoran soal dan kunci jawaban, kecurangan massal, hingga praktik perjokian dalam seleksi masuk perguruan tinggi. Ia berharap penerapan sistem ini tidak hanya mengurangi kecurangan, tetapi juga meningkatkan motivasi belajar siswa dan menjamin kesehatan mental mereka. "Saya rasa TKA bisa mengatasi kasus-kasus penyimpangan dan kecurangan di sekolah," ujarnya.
Lebih lanjut, Cucun menekankan bahwa TKA, berbeda dengan UN, tidak akan menjadi penentu kelulusan siswa. Sistem ini dirancang sebagai alat evaluasi pembelajaran yang lebih komprehensif, sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih akurat tentang penguasaan materi siswa selama proses belajar mengajar. Hal ini, menurutnya, merupakan langkah maju dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.
TKA: Evaluasi Pembelajaran yang Lebih Komprehensif
Cucun menjelaskan bahwa TKA akan menjadi proses evaluasi pembelajaran yang lebih luas dan mendalam. Sistem ini memungkinkan guru untuk mengukur kompetensi siswa secara lebih akurat, sehingga dapat memberikan intervensi yang tepat guna meningkatkan pemahaman dan kemampuan siswa. "TKA akan menjadi proses evaluasi pembelajaran untuk anak didik agar dapat diketahui tingkat penguasaan materi pembelajarannya selama di sekolah," kata Cucun.
Ia juga menyambut baik penggantian UN dengan TKA sebagai sebuah terobosan dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Sistem evaluasi yang lebih komprehensif ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih akurat tentang kemampuan siswa dan membantu guru dalam meningkatkan kualitas pengajaran.
Namun, Cucun mengingatkan pemerintah untuk mendesain sistem TKA dengan baik agar tidak menjadi beban baru bagi siswa dan sekolah. Pemerintah harus memastikan bahwa sistem ini mudah dipahami, diterapkan, dan tidak membebani siswa dengan tekanan yang berlebihan. Apalagi, TKA akan mulai digunakan sebagai indikator masuk jenjang pendidikan berikutnya dalam Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) Tahun Ajaran 2026.
Tantangan Implementasi TKA
Meskipun TKA diharapkan dapat mengurangi beban siswa karena tidak menjadi standar kelulusan, pemerintah perlu memperhatikan potensi tantangan dalam implementasinya. Perlu adanya pelatihan yang memadai bagi guru dan sekolah dalam menerapkan sistem TKA agar dapat berjalan efektif dan efisien. Sistem ini juga perlu dikaji secara berkala untuk memastikan keakuratan dan relevansinya dengan perkembangan kurikulum dan kebutuhan siswa.
Cucun berharap, dengan penerapan TKA, stres yang selama ini dialami siswa karena khawatir tidak lulus ujian dapat berkurang. Hal ini penting untuk menciptakan lingkungan belajar yang lebih kondusif dan mendukung perkembangan holistik siswa.
Penerapan TKA untuk siswa kelas 12 SMA/SMK akan dimulai pada November 2025. Oleh karena itu, persiapan yang matang dan komprehensif dari semua pihak sangat dibutuhkan untuk memastikan keberhasilan implementasi TKA dan terwujudnya peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.
"Dengan penerapan TKA, beban siswa jadi berkurang karena tidak menjadi standar kelulusan. Kita tahu selama ini ada banyak kasus anak didik stres karena khawatir tidak lulus sekolah," pungkas Cucun.