Tragedi Cuaca Dingin di Jalur Gaza: Tujuh Bayi Meninggal
Tujuh bayi di Jalur Gaza meninggal akibat cuaca dingin dan kurangnya tempat perlindungan.

Hamilton, Kanada (ANTARA) - Seorang pejabat Dana Anak-anak PBB (UNICEF) mengungkapkan bahwa tujuh bayi telah meninggal dunia akibat cuaca dingin yang ekstrem di Jalur Gaza pada akhir Desember. Ricardo Pires, manajer komunikasi UNICEF, menyatakan bahwa kematian tersebut terjadi sejak 23 Desember, dan merupakan sebuah tragedi yang tidak dapat diterima. Keluarga dan anak-anak di Gaza telah menghadapi kondisi yang sulit selama lebih dari 14 bulan, dan kematian bayi-bayi tersebut menunjukkan betapa parahnya situasi yang mereka alami.
Pires menekankan bahwa cedera akibat cuaca dingin, seperti radang dingin dan hipotermia, menimbulkan risiko serius bagi anak-anak kecil. Banyak dari mereka tinggal di tenda dan tempat penampungan sementara yang tidak dilengkapi dengan peralatan yang memadai untuk menghadapi suhu dingin. Terutama bagi bayi baru lahir, balita, dan anak-anak yang memiliki masalah kesehatan, ancaman terhadap keselamatan mereka semakin meningkat.
Risiko Kematian yang Meningkat
Pires memperingatkan bahwa jumlah kematian dapat meningkat seiring dengan penurunan suhu yang diperkirakan akan terus berlanjut. "Dengan suhu yang diperkirakan akan terus turun, sangat disayangkan bahwa akan ada lebih banyak anak yang kehilangan nyawa akibat kondisi tidak manusiawi yang mereka alami, yang tidak memberikan perlindungan dari hawa dingin," katanya. Keluarga di Gaza tidak hanya menghadapi ancaman dari cuaca dingin, tetapi juga krisis kemanusiaan yang lebih besar, termasuk kekurangan tempat berlindung, gizi yang buruk, dan perawatan kesehatan yang tidak memadai.
UNICEF berkomitmen untuk terus berupaya membantu anak-anak yang membutuhkan. Pires menyatakan, "Kami akan terus bekerja tanpa kenal lelah, membagikan pakaian musim dingin, selimut, dan perlengkapan darurat untuk anak-anak," meskipun tantangan yang dihadapi sangat besar. Namun, ia menambahkan bahwa kapasitas lembaga kemanusiaan untuk memberikan bantuan yang diperlukan masih sangat terbatas.
Kondisi Kemanusiaan yang Memprihatinkan
Militer Israel terus melancarkan serangan di Gaza, yang telah menewaskan hampir 45.500 orang, mayoritas adalah perempuan dan anak-anak, sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023. Meskipun ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang mendesak gencatan senjata segera, situasi di lapangan tetap kritis. Tel Aviv juga memberlakukan blokade ketat di Gaza, yang menyebabkan 2,3 juta penduduk terjebak dalam kondisi mendekati kelaparan.
Bulan lalu, Mahkamah Pidana Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza. Selain itu, Israel juga menghadapi tuduhan genosida di Mahkamah Internasional terkait tindakan yang dilakukan di wilayah tersebut. Situasi ini menambah kompleksitas krisis kemanusiaan yang sedang berlangsung di Gaza.