Tren Investasi Emas Ancam Pertumbuhan Ekonomi Aceh
Ekonom FEB USK memperingatkan tren investasi emas di Aceh dapat menghambat pertumbuhan ekonomi daerah karena mengurangi likuiditas dan investasi di sektor riil.
![Tren Investasi Emas Ancam Pertumbuhan Ekonomi Aceh](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/11/000159.793-tren-investasi-emas-ancam-pertumbuhan-ekonomi-aceh-1.jpeg)
Banda Aceh, 10 Februari 2024 - Sebuah peringatan datang dari kalangan ekonom terkait tren investasi emas di Aceh. Prof. Said Munasdi, Guru Besar Ekonomi Manajemen FEB USK, menyatakan bahwa tren ini berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi daerah. Pernyataan ini disampaikan di Banda Aceh pada Senin lalu, menimbulkan kekhawatiran akan dampaknya terhadap perekonomian Aceh.
Investasi Emas: Aman, Tapi Tidak Produktif
Meningkatnya harga emas mendorong masyarakat Aceh untuk berinvestasi dalam logam mulia ini sebagai langkah perlindungan aset atau safe haven, dan juga untuk mencari keuntungan. Namun, Prof. Said menekankan bahwa investasi emas, meskipun aman, bersifat tidak produktif dalam konteks pertumbuhan ekonomi. Uang yang diinvestasikan dalam emas tidak berputar dalam sistem ekonomi riil, sehingga tidak berkontribusi langsung pada peningkatan produksi atau penciptaan lapangan kerja baru.
"Ketika masyarakat lebih memilih menyimpan uangnya dalam bentuk emas," jelas Prof. Said, "uang tersebut tidak berputar dalam aktivitas ekonomi yang dapat mendorong pertumbuhan, seperti investasi di sektor riil atau konsumsi yang meningkatkan permintaan pasar."
Dampak Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Aceh
Pertumbuhan ekonomi Aceh pada tahun ini tercatat sebesar 4,66 persen, masih di bawah rata-rata nasional yang mencapai 5,03 persen (data BPS). Kondisi ini diperparah oleh fakta bahwa pertumbuhan ekonomi Aceh masih sangat bergantung pada pengeluaran dan konsumsi masyarakat. Jika tren investasi emas terus meningkat, pertumbuhan ekonomi Aceh akan semakin terhambat karena perputaran uang yang melambat. Uang yang seharusnya digunakan untuk konsumsi dan investasi di sektor produktif justru tertahan dalam bentuk emas.
Prof. Said menggambarkan situasi ini dengan analogi: "Semakin banyak uang yang tertanam dalam emas, semakin berkurang jumlah uang yang beredar di masyarakat. Padahal, dalam sistem ekonomi, uang berperan seperti darah dalam tubuh manusia. Jika peredarannya tersendat, maka ekonomi daerah juga melemah."
Perlunya Investasi Produktif
Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Aceh, Prof. Said menyarankan agar investasi diarahkan ke sektor-sektor produktif yang menciptakan efek berganda (multiplier effect), seperti industri dan bisnis. Sektor-sektor ini mampu menciptakan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Namun, dengan banyaknya masyarakat yang memilih investasi emas, sektor-sektor produktif ini justru bisa semakin melemah.
Aceh juga memiliki keterbatasan jumlah investor. Kondisi ini diperburuk oleh tren investasi emas yang semakin mengurangi likuiditas di daerah. "Jika kondisi ini berlanjut," kata Prof. Said, "daya beli masyarakat bisa menurun karena uang yang seharusnya beredar dalam aktivitas konsumsi dan investasi malah terserap dalam bentuk emas. Dalam jangka panjang, ini dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi Aceh."
Kesimpulan
Tren investasi emas di Aceh, meskipun menawarkan keamanan aset, berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi daerah. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya likuiditas dan perlambatan perputaran uang di sektor-sektor produktif. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, perlu adanya strategi untuk mengarahkan investasi ke sektor-sektor riil yang mampu menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Aceh.