Petani Sulsel Pilih Investasi Emas, Pertumbuhan Perbankan Tak Sejalan dengan Ekonomi
OJK Sulselbar ungkap preferensi petani Sulsel berinvestasi emas ketimbang menyimpan uang di bank, menyebabkan pertumbuhan perbankan tak sebanding dengan pertumbuhan ekonomi daerah.

Makassar, 17 Mei 2025 - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat (Sulselbar) mengungkapkan fenomena menarik terkait kebiasaan investasi petani di Sulawesi Selatan. Alih-alih menyimpan hasil panen mereka dalam bentuk uang tunai di perbankan, para petani, khususnya di sektor perkebunan, lebih memilih untuk berinvestasi dalam bentuk emas. Temuan ini menimbulkan pertanyaan mendalam mengenai kepercayaan masyarakat terhadap sektor perbankan dan preferensi investasi di kalangan petani.
Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) OJK Sulselbar, Budi Susetiyo, mengungkapkan kebingungan terkait pilihan investasi petani. "Ini menjadi pertanyaan apakah mereka belum percaya kepada bank atau justru memang lebih senang menyimpan dalam bentuk emas atau dalam bentuk komoditas saja," ujar Budi dalam keterangan pers di Makassar, Sabtu.
Sebagai contoh nyata, petani cengkeh di Kabupaten Bulukumba lebih memilih untuk mengeringkan dan menyimpan hasil panen mereka dalam bentuk cengkeh kering dalam karung. Mereka tidak langsung menjual hasil panen, melainkan menunggu waktu yang tepat untuk menjual dengan harga yang lebih menguntungkan. Hasil penjualan tersebut kemudian diinvestasikan dalam bentuk emas, bukan disimpan dalam bentuk rupiah di bank.
Paradigma Investasi Petani dan Dampaknya pada Kinerja Perbankan
Budi menjelaskan bahwa paradigma di kalangan petani adalah menyimpan komoditas pertanian dalam jangka waktu lama dapat memberikan keuntungan lebih besar karena harga jual dapat disesuaikan dengan kondisi pasar. Strategi ini, meskipun menguntungkan bagi petani, menunjukkan adanya celah dalam upaya menarik minat masyarakat, khususnya petani, untuk memanfaatkan layanan perbankan.
Kondisi ini berdampak pada kinerja perbankan di Sulsel yang dinilai belum mencerminkan pertumbuhan ekonomi riil di lapangan. Pertumbuhan ekonomi Sulsel yang signifikan ternyata tidak diimbangi dengan peningkatan yang sama pada sektor perbankan. "Tentu ini jadi pekerjaan rumah untuk kita agar bisa menarik masyarakat sektor pertanian menyimpan uangnya di perbankan ke depannya," tambah Budi.
OJK Sulselbar perlu melakukan riset lebih dalam untuk memahami alasan di balik pilihan investasi petani dan merumuskan strategi untuk meningkatkan inklusi keuangan di sektor pertanian. Hal ini penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Pertumbuhan Perbankan Sulsel yang Moderat
Sebelumnya, OJK merilis laporan kinerja perbankan di Sulsel per Maret 2025 yang menunjukkan pertumbuhan moderat. Aset perbankan tercatat sebesar Rp204,99 triliun, tumbuh 5,91 persen secara tahunan (yoy). Dana Pihak Ketiga (DPK) mencapai Rp137,34 triliun dengan pertumbuhan 6,55 persen (yoy), dan penyaluran kredit sebesar Rp165,78 triliun atau tumbuh 3,76 persen (yoy).
Meskipun menunjukkan pertumbuhan positif, angka-angka tersebut dinilai belum sebanding dengan laju pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan I/2025 yang mencapai 5,78 persen, lebih tinggi dari rata-rata nasional sebesar 4,87 persen. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi didorong oleh sektor pertanian, terutama lonjakan produksi padi hingga 139 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, serta peningkatan hasil dari subsektor pertanian lainnya.
Disparitas antara pertumbuhan ekonomi dan kinerja perbankan ini menjadi perhatian serius bagi OJK Sulselbar. Hal ini menunjukkan potensi besar yang belum tergali sepenuhnya dalam sektor keuangan di Sulsel, khususnya dalam melibatkan sektor pertanian dalam sistem keuangan formal.
Ke depan, perlu adanya strategi yang lebih terarah untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan di kalangan petani, sehingga mereka dapat lebih memahami manfaat menyimpan uang di perbankan dan memanfaatkan produk dan layanan keuangan yang tersedia.
Pemerintah dan lembaga terkait perlu bekerja sama untuk memberikan edukasi dan pelatihan kepada petani tentang pengelolaan keuangan, serta menciptakan produk dan layanan perbankan yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik petani.