OJK Bali Dorong Pertumbuhan Ekonomi Baru di Sektor Pertanian
OJK Bali berupaya mengembangkan sektor pertanian sebagai sumber ekonomi baru di Bali untuk mengurangi ketergantungan pada sektor pariwisata, dengan berbagai program kredit dan pendampingan petani.

Denpasar, 21 Maret 2025 - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Bali terus berupaya mengembangkan sektor pertanian sebagai sumber ekonomi baru di Pulau Dewata. Langkah ini diambil untuk mengurangi ketergantungan ekonomi Bali yang selama ini sangat bergantung pada sektor pariwisata. Kepala OJK Provinsi Bali, Kristrianti Puji Rahayu, mengungkapkan harapannya agar program ini dapat meningkatkan minat lembaga jasa keuangan untuk menyalurkan pembiayaan ke sektor pertanian.
Pengembangan sumber ekonomi baru ini dilakukan melalui Kredit/Pembiayaan Sektor Prioritas (KSPP), yang mencakup seluruh rantai nilai pertanian di Bali, mulai dari hulu hingga hilir. Program ini juga berfokus pada upaya mitigasi risiko kegagalan panen, guna memberikan rasa aman kepada para petani. Tahun ini, OJK Bali melanjutkan program pengembangan ekonomi daerah di Kabupaten Jembrana dan Tabanan, dengan fokus pada komoditas kakao. Selain itu, pengembangan juga menyasar komoditas pisang cavendish melalui pola kemitraan di Kabupaten Bangli dan Karangasem.
Skema program KSPP meliputi pendampingan dari dinas terkait dan literasi keuangan dari lembaga jasa keuangan bagi para petani binaan. Kepastian penyerapan hasil pertanian juga dijamin melalui kerja sama dengan Perusahaan Umum Daerah (Perumda) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Untuk mengurangi risiko kegagalan panen, program ini juga menyediakan skema asuransi, seperti Asuransi Umum Tani Padi (AUTP) dan Asuransi Umum Ternak Sapi/Kerbau (AUTS/K). "Skema kreditnya pun beragam," tambah Puji Rahayu, "ada yang bayar setelah panen, bahkan ada yang tanpa bunga, hanya pokoknya saja, namun tetap dibayar setelah panen."
Peningkatan Kredit Pertanian di Bali
Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan OJK Provinsi Bali, Ananda R. Mooy, mengungkapkan bahwa hingga Januari 2025, komposisi kredit pertanian yang dikucurkan perbankan di Bali mencapai 5,36 persen. Meskipun tergolong kecil, namun pertumbuhannya cukup signifikan, yaitu sebesar 8,42 persen. Sebagian besar realisasi kredit justru terserap oleh sektor non-lapangan usaha atau konsumtif (34,33 persen), perdagangan besar dan eceran (26,68 persen), penyediaan akomodasi makan dan minum (11,64 persen), dan industri pengolahan (5,17 persen). Hal ini menunjukkan potensi besar yang masih bisa digali dari sektor pertanian.
OJK Bali mencatat realisasi kredit perbankan di Bali hingga Januari 2025 mencapai Rp111,56 triliun, meningkat dari Rp104,91 triliun pada Januari 2024. Dana Pihak Ketiga (DPK) juga tumbuh sebesar 11,96 persen, mencapai Rp191,56 triliun. Dengan rasio kredit terhadap DPK (Loan to Deposit Ratio/LDR) sebesar 58,24 persen, perbankan di Bali masih memiliki ruang yang cukup besar untuk meningkatkan penyaluran kredit, termasuk ke sektor pertanian.
OJK menegaskan bahwa pihaknya tidak mengintervensi penyaluran kredit ke sektor tertentu, mengingat pentingnya pertimbangan manajemen risiko masing-masing bank. Namun, upaya pengembangan sektor pertanian sebagai sumber ekonomi baru ini diharapkan dapat mendorong peningkatan penyaluran kredit ke sektor tersebut, sehingga dapat berkontribusi lebih besar terhadap perekonomian Bali.
Program-program pendampingan dan mitigasi risiko yang ditawarkan diharapkan dapat memberikan keyakinan kepada lembaga keuangan untuk lebih berani menyalurkan kredit ke sektor pertanian. Dengan demikian, sektor pertanian di Bali dapat berkembang pesat dan mengurangi ketergantungan pada sektor pariwisata, menciptakan ketahanan ekonomi yang lebih baik.