Unud Pecat Mahasiswa Pelaku Pelecehan Seksual Daring: 37 Korban Teridentifikasi
Universitas Udayana (Unud) Bali memecat mahasiswa berinisial SLKDP karena terbukti melakukan pelecehan seksual daring dengan membuat konten asusila yang melibatkan 37 korban.

Universitas Udayana (Unud) di Bali mengambil tindakan tegas dengan memecat seorang mahasiswa, SLKDP, atas perbuatan pelecehan seksual daring. Mahasiswa jurusan Akuntansi angkatan 2022 ini terbukti membuat dan menyebarkan konten asusila tanpa persetujuan korban. Perbuatannya telah melanggar Pasal 12 ayat 2 huruf f Peraturan Kemendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024, dan berdampak pada 37 korban yang telah melapor.
Rektor Unud, Prof. Ir. I Ketut Sudarsana, menyatakan bahwa pemecatan ini merupakan langkah penting untuk menjaga integritas dan marwah universitas. Keputusan Rektor Unud Nomor 605/UN14/HK/2025 secara resmi menjatuhkan sanksi pemecatan setelah melalui investigasi mendalam oleh Tim Etik Fakultas dan Satgas PPKS Unud. Pihak universitas menegaskan tidak mentolerir tindakan yang merusak citra dan reputasi Unud.
Kasus ini terungkap setelah korban melapor ke Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (DPMFEB) Unud. Laporan tersebut kemudian diteruskan ke dekanat dan akhirnya ke Rektorat. Berita tentang dugaan pelecehan seksual oleh SLKDP, yang menggunakan kecerdasan buatan untuk mengedit foto perempuan menjadi konten asusila, juga viral di media sosial, termasuk X (sebelumnya Twitter).
Langkah Tegas Unud: Pemecatan Mahasiswa Pelaku Pelecehan Seksual
Universitas Udayana (Unud) telah menunjukkan komitmen yang kuat dalam menangani kasus pelecehan seksual. Pemecatan SLKDP merupakan bukti nyata bahwa Unud tidak memberikan toleransi terhadap tindakan kekerasan seksual dalam bentuk apapun. Proses investigasi yang dilakukan oleh Tim Etik Fakultas dan Satgas PPKS Unud berlangsung secara menyeluruh dan transparan, sehingga menghasilkan keputusan yang adil dan tegas.
Rektor Unud menekankan bahwa tindakan SLKDP tidak mencerminkan nilai-nilai akademik yang dijunjung tinggi oleh universitas. Unud dibangun di atas dasar integritas, martabat, dan saling menghormati. Oleh karena itu, setiap pelanggaran berat yang merusak citra dan reputasi universitas akan ditindak tegas.
Pihak Unud juga mengingatkan seluruh sivitas akademika untuk senantiasa menjaga komitmen moral dan etika. Kampus diharapkan menjadi lingkungan yang aman dan nyaman bagi semua mahasiswa, bebas dari ancaman kekerasan seksual.
Ketua Unit Komunikasi Publik Universitas Udayana, Dewi Pascarani, mengungkapkan bahwa hingga saat ini telah teridentifikasi 37 korban yang melaporkan tindakan pelecehan seksual yang dilakukan oleh SLKDP. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya dampak tindakan yang dilakukan oleh mahasiswa tersebut.
Kronologi Kasus dan Peran Media Sosial
Kasus pelecehan seksual ini berawal dari laporan korban ke DPMFEB Unud. Proses pelaporan yang sistematis, dari DPMFEB ke dekanat dan kemudian ke Rektorat, menunjukkan adanya mekanisme penanganan yang terstruktur di Unud. Meskipun demikian, kasus ini juga menyoroti peran media sosial dalam penyebaran informasi dan pengungkapan kasus pelecehan seksual.
Viralitas berita di media sosial, khususnya X, turut mempercepat proses pengungkapan kasus dan memberikan tekanan publik terhadap pihak Unud untuk bertindak tegas. Ini menunjukkan pentingnya peran media sosial dalam mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam penanganan kasus kekerasan seksual.
Penggunaan teknologi kecerdasan buatan oleh SLKDP untuk membuat konten asusila juga menjadi sorotan. Hal ini menunjukkan perlunya peningkatan kesadaran dan edukasi tentang penggunaan teknologi yang bertanggung jawab dan etis.
Unud juga perlu mempertimbangkan langkah-langkah pencegahan yang lebih komprehensif, termasuk edukasi dan sosialisasi tentang kekerasan seksual dan penggunaan teknologi secara bertanggung jawab.
Kesimpulan
Pemecatan SLKDP oleh Unud menjadi preseden penting dalam penanganan kasus kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi. Tindakan tegas ini diharapkan dapat memberikan efek jera dan mendorong terciptanya lingkungan kampus yang aman dan bebas dari kekerasan seksual. Peran media sosial dan teknologi juga perlu dipertimbangkan dalam upaya pencegahan dan penanganan kasus serupa di masa mendatang.