Wajib Tahu: PHRI DIY Ingatkan Restoran Patuhi Aturan Royalti Musik, Hindari Sanksi Hukum
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY mengimbau pengelola restoran di Yogyakarta untuk patuh terhadap aturan royalti musik, demi menghindari pelanggaran hukum dan sanksi yang mengintai.

Yogyakarta, 31 Juli – Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara tegas mengimbau seluruh pengelola restoran di wilayahnya untuk mematuhi regulasi terkait royalti musik. Imbauan ini dikeluarkan guna mencegah potensi pelanggaran hukum yang dapat merugikan pelaku usaha. Kewajiban pembayaran royalti musik menjadi sorotan utama, mengingat penggunaannya di ruang publik komersial.
Ketua PHRI DIY, Deddy Pranowo Eryono, menyatakan bahwa pihaknya telah mengkomunikasikan hal ini kepada para anggotanya, khususnya sektor restoran. Langkah proaktif ini diambil setelah informasi mengenai kewajiban royalti musik mulai tersebar luas melalui pemberitaan media dan imbauan dari Badan Pimpinan Pusat (BPP) PHRI. Sosialisasi mendetail diharapkan dapat segera dilakukan oleh pihak berwenang.
Meskipun sosialisasi mendalam belum sepenuhnya diterima, sebagian besar pelaku usaha restoran di DIY telah menyadari kewajiban ini. Hal ini menunjukkan tingkat kesadaran awal yang cukup baik di kalangan pengusaha. PHRI DIY terus mendorong anggotanya untuk proaktif mencari informasi dan memahami mekanisme pembayaran royalti demi terciptanya kepatuhan hukum.
Kewajiban Pembayaran Royalti Musik untuk Penggunaan Komersial
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menegaskan bahwa setiap pelaku usaha yang memutar musik di ruang publik komersial, termasuk restoran, kafe, toko, pusat kebugaran, dan hotel, wajib membayar royalti. Kewajiban ini berlaku tanpa terkecuali, bahkan jika pelaku usaha telah berlangganan layanan streaming musik pribadi seperti Spotify, YouTube Premium, atau Apple Music.
Direktur Hak Cipta dan Desain Industri Kemenkumham, Agung Damarsasongko, menjelaskan bahwa langganan pribadi tidak mencakup hak pemutaran musik untuk tujuan komersial. Ketika musik diperdengarkan kepada khalayak umum di ruang usaha, hal itu sudah termasuk dalam kategori penggunaan komersial. Oleh karena itu, diperlukan lisensi tambahan melalui mekanisme yang sah dan diatur oleh undang-undang.
Pembayaran royalti ini diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik. Mekanisme pembayaran dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Kepatuhan terhadap regulasi ini adalah bentuk penghargaan terhadap hak cipta pencipta dan pemilik hak terkait.
Peran PHRI dan Tantangan Implementasi di Lapangan
PHRI DIY telah mengambil peran aktif dalam mengimbau anggotanya untuk menghindari masalah hukum terkait royalti musik. Deddy Pranowo Eryono menyebutkan bahwa sekitar 75 restoran anggota PHRI DIY di lima kabupaten/kota diharapkan proaktif mencari informasi atau mendapatkan sosialisasi langsung. Kesadaran akan kewajiban ini menjadi kunci untuk mencegah pelanggaran hak cipta musik.
Meskipun demikian, Deddy mengakui bahwa penerapan aturan terkait royalti musik tidak sepenuhnya mudah di lapangan. Ada beberapa tantangan yang dihadapi oleh pengelola restoran dalam memahami dan memenuhi kewajiban ini. Namun, ia menekankan bahwa pelaku usaha dapat langsung meminta penjelasan kepada Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) jika ada keraguan atau pertanyaan seputar mekanisme pembayaran dan regulasi.
Kesulitan dalam implementasi ini menunjukkan perlunya edukasi yang lebih masif dan terstruktur. PHRI DIY berharap semua anggotanya dapat memahami secara komprehensif aturan yang berlaku. Kepatuhan bukan hanya soal menghindari sanksi, tetapi juga bentuk dukungan terhadap ekosistem industri musik dan para kreatornya.
Harapan Sosialisasi Menyeluruh dari Pemerintah
PHRI DIY sangat berharap pemerintah, khususnya Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dapat lebih gencar turun langsung ke wilayah untuk melakukan sosialisasi. Sosialisasi yang menyeluruh dan merata kepada seluruh pelaku usaha sangat dibutuhkan agar tidak ada lagi kebingungan atau ketidaktahuan mengenai kewajiban royalti musik. Kehadiran pemerintah di lapangan akan memberikan kejelasan yang lebih baik.
Sosialisasi yang efektif diharapkan dapat mencakup detail teknis pembayaran, manfaat royalti bagi pencipta, serta konsekuensi hukum jika terjadi pelanggaran. Dengan demikian, pelaku usaha dapat memiliki pemahaman yang komprehensif dan dapat memenuhi kewajibannya dengan benar. Ini juga akan membantu menciptakan iklim usaha yang kondusif dan patuh hukum.
Deddy Pranowo Eryono menegaskan bahwa sosialisasi yang jelas dan terarah akan sangat membantu pelaku usaha dalam mematuhi aturan. Ini adalah langkah krusial untuk memastikan bahwa hak cipta musik dihargai dan dilindungi, sekaligus memberikan kepastian hukum bagi para pengusaha di sektor restoran dan hotel.