Kebaya Busana Tanpa Sekat Sosial: Dari Bangsawan Hingga Rakyat Biasa, Resmi Jadi Warisan Budaya UNESCO dan Punya Hari Nasional Tiap 24 Juli
Kebaya Busana Tanpa Sekat Sosial, busana tradisional Indonesia, kini diakui sebagai warisan budaya UNESCO dan memiliki Hari Kebaya Nasional. Mengapa kebaya begitu istimewa?

Komunitas Perempuan Berkebaya (KBP) menegaskan bahwa kebaya merupakan busana egaliter yang dapat dikenakan oleh siapa saja. Busana ini tidak memandang status sosial pemakainya. Pernyataan ini disampaikan dalam peringatan Hari Kebaya Nasional di Museum Mandiri, Jakarta, pada Kamis, 24 Juli. Hal ini menandai pentingnya kebaya sebagai identitas budaya.
Indiah Marsaban dari KBP menjelaskan bahwa kebaya tidak memiliki sekat sosial. Siapa pun dapat mengenakannya, dari ibu negara hingga masyarakat umum. Meskipun dahulu identik dengan bangsawan, kini kebaya telah menjadi milik semua kalangan. Ini menunjukkan evolusi peran busana tradisional ini.
Penetapan Hari Kebaya Nasional setiap 24 Juli dan pengakuan UNESCO pada 4 Desember 2024 menegaskan status istimewa kebaya. Ini merupakan upaya pelestarian warisan budaya bangsa. Kebaya tidak hanya sekadar pakaian, tetapi juga simbol perjuangan perempuan dan penggerak ekonomi UMKM.
Kebaya: Dari Simbol Bangsawan Menjadi Busana Rakyat
Indiah Marsaban, dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, menjelaskan sejarah kebaya. Ia menyebutkan bahwa meskipun dulu kebaya mungkin hanya dikenakan oleh kalangan bangsawan, seperti putri-putri kerajaan, kini busana ini telah merakyat. Kebaya kini bisa dipakai siapa saja, tanpa batasan sosial.
Menurut Indiah, kebaya menjadi salah satu busana yang istimewa karena merupakan identitas budaya Indonesia. Oleh karena itu, sangat penting bagi masyarakat untuk menjaga dan melestarikan warisan ini. Upaya pelestarian ini salah satunya dilakukan dengan memperingati Hari Kebaya Nasional.
Hari Kebaya Nasional yang jatuh setiap 24 Juli menjadi momentum penting untuk menumbuhkan kesadaran akan nilai kebaya. Indiah menegaskan, "Karena sejarahnya panjang, lalu ada nilai-nilai, ada nilai budaya dengan kebaya, itu adalah identitas kita." Ini menunjukkan betapa mendalamnya makna kebaya bagi bangsa.
Peran Kebaya dalam Pemberdayaan dan Warisan Budaya
Dr. Nita Trismaya, seorang Kebaya Anthropologist dan anggota KBP, menyoroti peran kebaya yang lebih dari sekadar busana tradisional. Ia menjelaskan bahwa kebaya juga merupakan sebuah usaha yang dapat membangkitkan sektor UMKM. Ini memberikan dimensi ekonomi pada pelestarian budaya.
Tak hanya itu, kebaya juga merepresentasikan sejarah panjang perjuangan gerakan perempuan Indonesia. Salah satu momen penting adalah kehadiran kebaya dalam Kongres Perempuan Indonesia tahun 1928. Nita menambahkan, "Jadi tidak hanya sekadar cantik, tapi kita melihat bahwa dengan kebaya perempuan itu kelihatan sebuah perjuangan yang dia perjuangkan ada peran."
Komunitas Perempuan Berkebaya secara aktif memperjuangkan agar kebaya kembali menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat. Mereka menekankan bahwa kebaya seharusnya tidak memiliki batasan fungsi atau momen tertentu. Hal ini berbeda dengan kecenderungan saat ini yang seringkali membatasi penggunaan kebaya hanya untuk acara formal.
Nita menjelaskan bahwa kebaya dulunya dipakai baik di luar maupun di dalam rumah, namun perkembangan zaman membuat penggunaannya terbatas. "Berkebaya itu sudah tidak ada batasan lagi dalam fungsi, dalam event, bahkan usia," ujarnya. KBP berusaha mengembalikan fleksibilitas penggunaan Kebaya Busana Tanpa Sekat Sosial ini.
Melestarikan Kebaya: Upaya Komunitas dan Pengakuan Dunia
Dalam mendukung pelestarian ini, para anggota Komunitas Perempuan Berkebaya kini mendorong tradisi berkebaya kepada anak-anak mereka. Berbagai kegiatan budaya, termasuk peragaan busana berkebaya, dilakukan untuk menanamkan kecintaan pada busana tradisional ini sejak dini. Ini adalah langkah krusial untuk keberlanjutan budaya.
Nita menekankan pentingnya pewarisan tradisi ini. "Dan itu memang istilahnya, ada pewarisan tradisi yang harus berlanjut, apabila tidak diwariskan maka warisan budaya itu akan hilang," imbuhnya. Pewarisan ini memastikan bahwa nilai-nilai dan identitas budaya tetap hidup di generasi mendatang.
Pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmennya terhadap pelestarian kebaya. Hal ini dibuktikan dengan penetapan 24 Juli sebagai Hari Kebaya Nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2023 tentang Hari Kebaya Nasional. Ini memberikan landasan hukum yang kuat untuk perayaan dan promosi kebaya.
Puncak pengakuan datang dari dunia internasional. Kebaya secara resmi ditambahkan ke dalam Daftar Warisan Budaya Tak Benda UNESCO. Keputusan ini diambil melalui Komite Antar Pemerintah untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) UNESCO sesi ke-19 pada 4 Desember 2024 di Asunción, Paraguay. Pengakuan ini menegaskan status Kebaya Busana Tanpa Sekat Sosial sebagai warisan dunia.