Pabrikan Otomotif Diminta Aktif Bangun SPKLU, Tak Hanya Andalkan Pemerintah
Pakar otomotif ITB, Yannes Martinus Pasaribu, mendorong pabrikan otomotif untuk aktif membangun infrastruktur Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) guna mendukung percepatan adopsi kendaraan listrik di Indonesia.

Jakarta, 7 Mei 2024 - Pembangunan infrastruktur Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di Indonesia tidak bisa hanya menjadi tanggung jawab pemerintah. Hal ini disampaikan oleh pakar otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus Pasaribu. Ia menekankan pentingnya peran aktif pabrikan otomotif dalam membangun ekosistem kendaraan listrik yang berkelanjutan.
Menurut Yannes, keterlibatan produsen kendaraan listrik (EV) tidak cukup hanya sebatas menjual mobil. Percepatan adopsi kendaraan listrik membutuhkan komitmen nyata dari pabrikan untuk ikut serta membangun infrastruktur pendukung, terutama SPKLU. Keengganan pabrikan untuk berinvestasi di SPKLU akan menghambat pertumbuhan pasar kendaraan listrik di Indonesia.
"Tanggung jawab produsen EV seyogianya tak berhenti pada sekadar jualan mobil; percepatan adopsi di Indonesia menuntut keterlibatan aktif membangun infrastruktur SPKLU," tegas Yannes dalam wawancara dengan ANTARA, Rabu.
Peran Pabrikan dalam Ekosistem Kendaraan Listrik
Yannes menjelaskan bahwa ketersediaan SPKLU yang memadai merupakan kunci utama dalam mengembangkan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia. Ketersediaan SPKLU yang luas dan mudah diakses akan mengurangi kekhawatiran konsumen akan jarak tempuh kendaraan listrik mereka, yang sering disebut sebagai range anxiety.
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa banyaknya SPKLU juga akan meningkatkan kepercayaan konsumen untuk beralih ke kendaraan listrik. Konsumen akan merasa lebih yakin dan aman menggunakan kendaraan listrik jika mereka tahu bahwa stasiun pengisian daya mudah ditemukan.
"Ketersediaan SPKLU adalah kunci mengatasi range anxiety dan meraih kepercayaan konsumen, sehingga produsen tak bisa sekadar mengandalkan pemerintah atau PLN," ujar Yannes.
Selain ketersediaan SPKLU, Yannes juga menyoroti pentingnya regulasi perizinan yang mudah dan insentif investasi yang kuat untuk mendorong pembangunan infrastruktur ini. Standarisasi konektor mobil-charger dan sistem komunikasi data back-end yang kompatibel, serta sistem pembayaran yang mudah, juga perlu diperhatikan.
Dukungan PLN dan Tantangan ke Depan
Sementara itu, Yannes memberikan apresiasi terhadap upaya PLN dalam menyediakan SPKLU. Saat ini, PLN telah menyediakan sekitar 3.588 unit SPKLU yang tersebar di Indonesia, dengan target 5.800 unit pada akhir 2025. Langkah ini dinilai positif, terutama dengan penyediaan sekitar 1.000 unit SPKLU saat musim mudik Lebaran 2025 lalu.
Namun, Yannes menekankan bahwa upaya ini masih perlu ditingkatkan. Keterlibatan aktif dari pabrikan otomotif sangat krusial untuk memastikan tersedianya infrastruktur SPKLU yang memadai dan merata di seluruh Indonesia. Hal ini akan mempercepat transisi ke kendaraan listrik dan mendukung target pemerintah dalam mengurangi emisi karbon.
Untuk pengisian daya di rumah, Yannes menilai PLN telah memberikan kemudahan administrasi pemasangan. Hal ini dinilai positif karena dapat menjadi sumber pendapatan tetap bagi PLN, mengingat tren pengisian daya kendaraan listrik umumnya terjadi pada malam hingga pagi hari.
Kesimpulannya, percepatan adopsi kendaraan listrik di Indonesia membutuhkan kerja sama yang erat antara pemerintah, PLN, dan pabrikan otomotif. Pabrikan otomotif tidak dapat hanya berfokus pada penjualan kendaraan listrik saja, tetapi juga harus aktif berinvestasi dalam pembangunan infrastruktur SPKLU untuk mendukung keberhasilan transisi energi ini.