Ceferin Klaim 99 Persen Publik Puas dengan Format Baru Liga Champions
Presiden UEFA, Aleksander Ceferin, menyatakan kepuasan publik terhadap format baru Liga Champions mencapai 99 persen, meskipun format tersebut menuai kritik soal kesejahteraan pemain dan disparitas antar klub.

Presiden UEFA, Aleksander Ceferin, baru-baru ini menyatakan bahwa format baru Liga Champions yang diterapkan musim ini menuai pujian dari sebagian besar penggemar. Pernyataan ini muncul di tengah berbagai kritik yang sebelumnya mengemuka. Perubahan signifikan pada format kompetisi ini telah memicu perdebatan di kalangan penggemar, klub, dan otoritas sepak bola.
Ceferin, dalam wawancara dengan surat kabar Slovenia, DELO, mengungkapkan optimismenya. Ia mengklaim, "Saya hanya mendengar respon-respon positif. Awalnya, fokus diarahkan pada berbagai kritik, yang muncul di manapun saat ada perubahan. Saya memperkirakan 99 persen orang saat ini puas dengan Liga Champions yang diperbarui." Pernyataan ini cukup berani mengingat kontroversi yang sempat mewarnai perubahan format tersebut.
Perubahan format Liga Champions yang paling mencolok adalah penggantian sistem delapan grup dengan fase liga yang melibatkan 36 tim. Sistem ini meningkatkan jumlah pertandingan dan klub yang berpartisipasi. Setiap tim kini bermain melawan delapan lawan berbeda di fase liga, sebuah perubahan yang bertujuan meningkatkan intensitas pertandingan antar klub-klub besar Eropa di fase awal kompetisi.
Format Baru Liga Champions: Antara Puas dan Kritik
Format baru Liga Champions memang menghadirkan dinamika baru. Fase liga diikuti oleh babak gugur bagi tim-tim yang berada di peringkat sembilan hingga 24. Pertandingan antara Real Madrid dan Manchester City, misalnya, mencatat rekor penonton baru di Britania Raya melalui Prime Video, dengan lebih dari empat juta pemirsa menyaksikan leg pertama. Ini menunjukkan daya tarik format baru bagi sebagian penonton.
Namun, di balik angka penonton yang tinggi, terdapat kekhawatiran yang signifikan. Kritik muncul terkait kesejahteraan para pemain yang harus menghadapi jadwal pertandingan yang lebih padat. Disparitas antara klub-klub besar Eropa dengan klub-klub lain di piramida sepak bola juga menjadi sorotan. Banyak yang khawatir format baru ini akan memperlebar jurang pemisah tersebut.
Tidak hanya itu, penggemar juga menyuarakan protes mereka terhadap perubahan format. Liga-liga domestik juga cemas karena format yang diperluas dikhawatirkan akan mengancam kelangsungan divisi-divisi mereka. Kekhawatiran ini menunjukkan bahwa dampak format baru Liga Champions tidak hanya terbatas pada kompetisi Eropa saja, tetapi juga berimbas pada liga-liga domestik di berbagai negara.
Regulasi Biaya Skuad: Langkah UEFA Atasi Disparitas
Sebagai bagian dari reformasi UEFA, selain perubahan format Liga Champions, diperkenalkan juga peraturan biaya skuad (squad cost rule). Aturan ini membatasi pengeluaran klub untuk transfer, gaji, dan biaya agen agar tidak melebihi pemasukan mereka. Langkah ini bertujuan untuk menciptakan keseimbangan finansial yang lebih adil di antara klub-klub Eropa.
Untuk musim 2023/2024, batas pengeluaran masih ditoleransi hingga 80 persen dari pemasukan. Namun, UEFA berencana menurunkan batas tersebut menjadi 70 persen pada musim berikutnya. Penerapan aturan ini diharapkan dapat mengurangi disparitas finansial antar klub dan menciptakan kompetisi yang lebih seimbang.
Kesimpulannya, meskipun Presiden UEFA mengklaim tingkat kepuasan publik yang tinggi terhadap format baru Liga Champions, perubahan ini tetap menimbulkan pro dan kontra. Di satu sisi, format baru meningkatkan daya tarik dan intensitas kompetisi, namun di sisi lain, kekhawatiran tentang kesejahteraan pemain dan disparitas antar klub tetap menjadi tantangan yang perlu diatasi.