Luis Enrique: Sang Juru Taktik yang Ubah PSG dari Klub Glamor Menjadi Mesin Gol
Dari diragukan hingga membawa PSG ke final Liga Champions, Luis Enrique buktikan kemampuannya mengubah tim dengan formula khusus dan mentalitas baja.

Pada 19 Mei 2014, ketika Andoni Zubizarreta merekomendasikan Luis Enrique untuk melatih Barcelona, banyak yang skeptis. Pria Spanyol itu datang ke Camp Nou dengan segudang masalah yang harus segera diatasi. Menyatukan bintang-bintang seperti Messi, Neymar, Suarez, Iniesta, dan Rakitic bukanlah tugas mudah, terlebih Enrique tidak memiliki profil kepelatihan yang mentereng di klub besar sebelumnya. Namun, mantan gelandang Real Madrid dan Barcelona ini memiliki formula rahasia yang membawa Barcelona kembali berjaya, menyamai era Pep Guardiola.
Publik meragukan kemampuan Enrique, yang sebelumnya hanya melatih AS Roma dan Celta Vigo. Barcelona saat itu tengah haus akan gelar Liga Champions, setelah Real Madrid merebutnya di musim 2014. Namun, Enrique, yang dikenal keras dan ekspresif di pinggir lapangan, memiliki detail-detail strategi yang membawa Barcelona meraih treble winners (Liga Champions, LaLiga, dan Copa del Rey) di musim 2014-2015, sekaligus menyingkirkan dominasi Real Madrid.
Sembilan tahun kemudian, tepatnya 5 Juli 2023, Enrique tiba di Paris Saint-Germain (PSG) dengan pernyataan singkat, "Je m'appelle Luis Enrique." Publik Parc des Princes menaruh beban berat padanya, karena banyak pelatih top seperti Carlo Ancelotti, Laurent Blanc, Unai Emery, Thomas Tuchel, dan Mauricio Pochettino gagal membawa PSG juara Liga Champions. Tantangan ini bagi Enrique bahkan lebih berat daripada saat ia melatih Barcelona.
Formula Khusus Enrique di PSG
Di PSG, Enrique tetap konsisten dengan formulanya. Musim 2024-2025, PSG kehilangan Kylian Mbappe yang direkrut Real Madrid. Tanpa bintang-bintang, Enrique justru memaksimalkan potensi pemain berpengalaman dan pemain muda. Ia mengendalikan ruang ganti dengan tegas, menyingkirkan pemain yang bermasalah seperti yang terjadi pada Neymar dan Ousmane Dembele. PSG kini bermain seperti sekawanan lebah: terorganisir, efektif, dan mematikan.
PSG musim ini sangat dominan dalam penguasaan bola (rata-rata 61,8 persen) dan efektif dalam mencetak gol, terutama di dalam kotak penalti (28 dari 33 gol di Liga Champions). Gianluigi Donnarumma, kiper PSG, mencatatkan 6 kali clean sheet dan hanya kebobolan 15 gol di Liga Champions. Keberhasilan ini berkat kerja keras tim dan strategi Enrique yang rapi.
Enrique berhasil mengubah persepsi tentang PSG. Tim yang kerap dianggap berasal dari 'Liga Petani' ini mampu melaju ke final Liga Champions setelah menyingkirkan Liverpool, Aston Villa, dan Arsenal. "'Liga petani, bukan? Kami adalah liga petani, Tapi itu bagus. Kami menikmati hasil dan pujian dari semua orang yang berbicara tentang tim kami -- mentalitas kami, cara kami bermain,'" ujar Enrique kepada TNT Sports.
Kejutan di Liga Champions dan Tantangan ke Depan
Setelah sempat terseok-seok di fase grup, PSG tampil mengejutkan di babak gugur Liga Champions. Mereka berhasil mencapai final setelah mengalahkan Arsenal dengan agregat 3-1. Kini, PSG akan menghadapi Inter Milan di Allianz Arena, Muenchen pada 1 Juni mendatang. Enrique berpeluang meraih treble winners keduanya, menyamai rekor Pep Guardiola.
PSG telah memenangkan Ligue 1. Kini, Enrique harus mempersiapkan timnya untuk menghadapi dua final lainnya: final Piala Perancis melawan Reims (25/5) dan final Liga Champions melawan Inter Milan (1/6). Dua trofi tersebut menjadi target utama untuk membuat kota Paris berpesta. Sukses Enrique di PSG membuktikan bahwa strategi yang tepat dan mentalitas baja dapat mengalahkan talenta individu semata.
Keberhasilan Luis Enrique di PSG menjadi bukti bahwa strategi yang tepat dan mentalitas yang kuat mampu mengalahkan sekumpulan pemain bintang. Ia telah mengubah persepsi tentang PSG dan membawa klub tersebut kembali ke puncak kompetisi Eropa. Kini, dunia menantikan kejutan selanjutnya dari sang juru taktik asal Spanyol ini.