Baleg DPR Setujui RUU Perkoperasian Jadi Usul Inisiatif: Perubahan Signifikan Atur Koperasi Syariah hingga Sanksi Pidana
Baleg DPR menyetujui RUU Perubahan Keempat UU Perkoperasian sebagai usul inisiatif, mencakup revisi definisi, asas, tujuan, dan tata kelola koperasi, termasuk koperasi syariah serta sanksi bagi pelanggaran.
Badan Legislasi (Baleg) DPR RI telah menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian untuk menjadi usul inisiatif DPR RI. Persetujuan ini diambil setelah melalui serangkaian pembahasan intensif oleh Panitia Kerja (Panja) RUU Perkoperasian. Keputusan tersebut diambil pada rapat Baleg DPR RI di Jakarta, Senin, 24 Maret 2025. Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan, memimpin rapat dan menyatakan persetujuan atas RUU tersebut untuk diproses lebih lanjut.
Ketua Panja RUU Perkoperasian DPR RI, Sturman Panjaitan, menjelaskan bahwa Panja telah membahas rancangan undang-undang tersebut secara intensif selama enam hari, dari tanggal 19 hingga 24 Maret 2025. RUU yang terdiri dari 122 pasal ini telah diputuskan melalui musyawarah mufakat. Perubahan signifikan dalam RUU ini mencakup berbagai aspek, mulai dari definisi dasar hingga mekanisme pengawasan dan sanksi.
RUU ini tidak hanya sekedar revisi, melainkan juga rekonstruksi menyeluruh terhadap sistem perkoperasian di Indonesia. Perubahan ini diharapkan mampu meningkatkan kinerja dan daya saing koperasi di era modern, sekaligus memberikan perlindungan hukum yang lebih kuat bagi anggota koperasi.
Perubahan Signifikan dalam RUU Perkoperasian
Beberapa poin penting perubahan dalam RUU Perkoperasian meliputi:
- Perumusan Definisi: RUU ini memperjelas definisi koperasi, modal pokok dan modal wajib, serta definisi-definisi penting lainnya yang perlu diatur dalam undang-undang.
- Rekonstruksi Asas dan Tujuan: RUU merekonstruksi asas dan tujuan koperasi agar lebih relevan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat.
- Perangkat Organisasi: RUU mengatur perangkat organisasi koperasi, termasuk rapat anggota, pengurus, pengawas, dewan pengawas syariah, dan tata kelola jenjang tunggal, serta pendelegasian kewenangan keuangan.
- Restrukturisasi Koperasi: RUU mengatur restrukturisasi koperasi, termasuk kepailitan, pembubaran, dan penyelesaian masalah koperasi.
- Ekosistem Koperasi dan Peran Pemerintah: RUU mengatur ekosistem koperasi dan peran pemerintah serta pemerintah daerah, khususnya dalam pembinaan, literasi, pendidikan demokrasi, dan dukungan program pinjaman dana bergulir.
- Ketentuan Sanksi: RUU mengatur ketentuan sanksi administrasi dan sanksi pidana untuk memastikan kepatuhan dan mencegah pelanggaran dalam perkoperasian.
- Koperasi Syariah: Terdapat pembahasan khusus terkait rumusan mengenai judul subbab koperasi syariah, menunjukkan komitmen untuk mengakomodasi perkembangan koperasi berbasis syariah.
- Perluasan Usaha Koperasi: RUU membuka peluang perluasan usaha koperasi dengan membentuk badan usaha, memberikan fleksibilitas bagi koperasi untuk mengembangkan bisnisnya.
- Otoritas Pengawas Koperasi: Pembahasan mengenai otoritas pengawas koperasi dan lembaga penjamin simpanan koperasi menunjukkan upaya untuk memperkuat pengawasan dan perlindungan bagi anggota koperasi.
Ketua Panja, Sturman Panjaitan, menambahkan bahwa masih terdapat beberapa ketentuan yang akan dilaporkan ke rapat pleno Baleg, terutama terkait rumusan mengenai judul subbab koperasi syariah, perluasan usaha koperasi dengan membentuk badan usaha, serta ketentuan mengenai otoritas pengawas koperasi dan lembaga penjamin simpanan koperasi. Hal ini menunjukkan komitmen untuk terus menyempurnakan RUU agar lebih komprehensif dan efektif.
Dengan disetujuinya RUU ini sebagai usul inisiatif DPR, diharapkan RUU Perkoperasian dapat segera diproses lebih lanjut dan disahkan menjadi undang-undang. Hal ini akan memberikan payung hukum yang kuat bagi pengembangan dan kemajuan koperasi di Indonesia, sekaligus memberikan perlindungan yang lebih baik bagi anggota koperasi.