Banjir Bandarlampung: Pendangkalan Sungai Jadi Biang Keladi
Pendangkalan sungai di Bandarlampung akibat pembangunan dan kurangnya normalisasi menjadi penyebab utama banjir besar pada 17 Januari 2024, memaksa Pemkot dan BBWS Mesuji Sekampung untuk berkolaborasi dalam penanggulangannya.
Banjir besar yang melanda Bandarlampung pada 17 Januari 2024 lalu ternyata disebabkan oleh pendangkalan sungai. Wali Kota Bandarlampung, Eva Dwiana, menyatakan hal ini setelah melakukan inspeksi langsung ke lokasi terdampak. Pendangkalan ini membuat sungai tak mampu menampung debit air saat hujan deras.
Sungai-sungai di Waylunik dan Teluk Betung Selatan, yang menjadi tanggung jawab Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Mesuji Sekampung, menjadi sorotan utama. Pemkot Bandarlampung berencana berkolaborasi dengan BBWS untuk mengatasi masalah pendangkalan ini. Kerja sama ini dinilai krusial untuk mencegah terulangnya bencana serupa di masa depan.
Ibu Eva Dwiana mengungkapkan setidaknya ada 12 titik sungai yang membutuhkan perbaikan mendesak. Perbaikan ini meliputi pengerukan sedimentasi dan perbaikan infrastruktur sungai yang rusak akibat banjir. Selain BBWS, Pemkot juga akan melibatkan PT KAI untuk normalisasi sungai yang berada di bawah jalur kereta api.
Tidak hanya pendangkalan, pembangunan liar di bantaran sungai juga menjadi penyebab banjir. Pemkot berencana membongkar bangunan-bangunan yang terbukti menyumbat aliran sungai. Langkah tegas ini diharapkan bisa memaksimalkan kapasitas sungai dan mencegah genangan air.
Kepala BBWS Mesuji Sekampung, Roy Panagom Pardede, mengakui bahwa sungai di Waylunik dan Kali Belau belum dinormalisasi. Ia menjelaskan bahwa normalisasi kedua sungai tersebut masih dalam tahap perencanaan. Sementara itu, normalisasi sungai di Keteguhan dan Way Kandis telah dilakukan pada tahun sebelumnya.
Pendangkalan sungai akibat sedimentasi memang menjadi masalah klasik di banyak daerah. Kurangnya perawatan dan normalisasi rutin menyebabkan kapasitas sungai berkurang. Kondisi ini diperparah dengan pembangunan yang kurang memperhatikan aspek lingkungan dan tata ruang.
Kejadian banjir ini menyoroti pentingnya kolaborasi antar instansi pemerintah dan kesadaran masyarakat untuk menjaga kelestarian sungai. Perencanaan tata ruang yang baik dan pengawasan yang ketat terhadap pembangunan di bantaran sungai menjadi kunci pencegahan banjir di masa mendatang. Pemkot Bandarlampung berkomitmen untuk menyelesaikan masalah ini dan mencegah terulangnya bencana serupa.
Kesimpulannya, banjir di Bandarlampung menjadi bukti nyata dampak buruk dari pendangkalan sungai dan pembangunan yang tidak terkendali. Solusi jangka panjang membutuhkan kolaborasi antara pemerintah, BUMN, dan masyarakat untuk memperbaiki infrastruktur sungai dan menata ulang pembangunan di sekitar aliran sungai. Dengan begitu, diharapkan peristiwa banjir serupa dapat dicegah di masa depan.