Densus 88 Ajak Eks Napiter Kalsel Jadi Duta Deradikalisasi
Densus 88 Antiteror mengajak mantan narapidana terorisme di Kalimantan Selatan menjadi duta deradikalisasi untuk mencegah penyebaran paham radikalisme.
Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror (AT) Polri mengajak mantan narapidana terorisme (napiter) di Kalimantan Selatan untuk menjadi duta deradikalisasi. Langkah ini diambil setelah mantan napiter yang terlibat dalam penyerangan Polsek Daha, Polres Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan, bersedia berkontribusi aktif dalam upaya pencegahan paham radikalisme.
Inisiatif ini diungkapkan oleh Kepala Tim Pencegahan Satgaswil Kalsel Densus 88 AT Polri, Ipda Alam, usai kegiatan sosialisasi pencegahan paham intoleransi, radikalisme, dan terorisme di Kecamatan Aranio, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Ipda Alam menekankan pentingnya peran mantan napiter dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang tanda-tanda seseorang yang terpapar paham radikal. "Kami ajak eks napiter TA memberikan pemahaman terkait tanda-tanda orang yang terpapar paham radikal," kata Ipda Alam.
Program deradikalisasi ini tidak hanya sebatas sosialisasi. Mantan napiter tersebut secara aktif dilibatkan dalam memberikan edukasi kepada masyarakat Kabupaten Banjar mengenai bahaya dan dampak buruk paham radikal terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini menunjukkan komitmen Densus 88 dalam memberdayakan mantan napiter untuk berkontribusi positif bagi masyarakat.
Mantan Napiter Berperan Aktif dalam Edukasi Masyarakat
Para mantan napiter yang terlibat dalam program ini berperan penting dalam memberikan edukasi langsung kepada masyarakat. Pengalaman mereka menjadi senjata ampuh untuk menjelaskan bahaya paham radikalisme dari sudut pandang yang berbeda. Mereka mampu menyampaikan pesan pencegahan dengan lebih efektif karena telah merasakan dampak buruk dari paham tersebut.
Menurut Ipda Alam, individu yang terpapar paham radikal biasanya menunjukkan perubahan perilaku yang drastis. Perubahan tersebut meliputi sikap tertutup, agresif, dan mudah terpengaruh oleh propaganda kelompok tertentu melalui media sosial. Mereka cenderung menjauh dari lingkungan sosial mereka dan lebih memilih berinteraksi dengan kelompok tertutup yang memiliki pandangan ekstrem.
Sosialisasi yang dilakukan melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, tokoh agama, Kepala Desa Apuai, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Banua Riam, lembaga terkait, dan masyarakat setempat. Kerja sama multipihak ini menunjukkan keseriusan dalam upaya pencegahan paham radikalisme di tingkat akar rumput.
Apresiasi dari Pemerintah Desa
Kepala Desa Apuai, M Rofiq, memberikan apresiasi positif terhadap peran mantan napiter dalam memberikan wawasan kepada masyarakat. Ia menilai program ini sangat efektif dalam mencegah penyebaran paham radikalisme di desanya. "Situasi di desa saya hingga saat ini masih aman, tidak ada tanda-tanda paham radikal seperti ciri-ciri yang disampaikan oleh Densus 88 AT," ujar Rofiq.
Keberhasilan program ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi daerah lain dalam upaya pencegahan paham radikalisme. Dengan melibatkan mantan napiter sebagai duta deradikalisasi, diharapkan pesan pencegahan dapat tersampaikan dengan lebih efektif dan mudah diterima oleh masyarakat.
Program ini menunjukkan strategi yang komprehensif dan inovatif dalam memberantas terorisme, yaitu dengan melibatkan mantan pelaku terorisme untuk menjadi bagian dari solusi. Hal ini menunjukkan bahwa proses deradikalisasi tidak hanya fokus pada hukuman, tetapi juga pada rehabilitasi dan reintegrasi sosial para mantan napiter.
Langkah Densus 88 ini patut diapresiasi sebagai upaya preventif yang efektif dan berkelanjutan dalam mencegah penyebaran paham radikalisme di Indonesia. Dengan melibatkan berbagai pihak dan memanfaatkan pengalaman para mantan napiter, diharapkan Indonesia dapat menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif dari ancaman terorisme.