DPR Jamin Supremasi Sipil dalam Revisi UU TNI, Bantah Rapat Tertutup
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menegaskan komitmennya terhadap supremasi sipil dalam revisi UU TNI, sekaligus memberikan klarifikasi terkait rapat yang dinilai tertutup.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia memastikan komitmennya terhadap supremasi sipil dalam revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, menyampaikan hal ini di Jakarta pada Senin (17/3) menanggapi kekhawatiran publik terkait revisi tersebut. Revisi UU TNI difokuskan pada tiga pasal yang mengatur posisi TNI, usia pensiun prajurit, dan jabatan sipil bagi perwira aktif.
Dasco menjelaskan bahwa revisi hanya akan mengatur praktik yang sudah ada di berbagai lembaga sipil. "Dan, tentu saja, Anda dapat membaca dan menilai revisinya," ujar Dasco kepada wartawan di Kompleks Parlemen. Ia menekankan bahwa DPR menyadari kekhawatiran publik akan potensi kembalinya dwifungsi ABRI, yang menurutnya disebabkan kurangnya kejelasan dalam penyusunan RUU tersebut. DPR telah memantau berbagai penolakan terhadap RUU ini di media sosial dan media massa. Oleh karena itu, konferensi pers diadakan untuk memberikan klarifikasi.
Dasco juga menanggapi insiden di Hotel Fairmont, Jakarta, Sabtu (15/3), di mana DPR diduga melakukan pembahasan RUU secara tertutup. Insiden ini memicu protes dari sejumlah pihak yang berupaya mengganggu rapat. Ia menegaskan bahwa DPR terbuka terhadap masukan, dan insiden tersebut terjadi karena kedatangan pengunjuk rasa yang tidak diumumkan sebelumnya. "Kami tidak menyadari insiden di luar lokasi. Hari ini, saya bertemu dengan perwakilan LSM untuk diskusi atas permintaan mereka," katanya.
Klarifikasi DPR Terkait Tuduhan Rapat Tertutup
Dalam insiden di Hotel Fairmont, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menyuarakan penolakan terhadap revisi UU TNI. Mereka menilai pembahasan RUU secara tertutup tidak sah dan menuntut agar pembahasan dilakukan secara terbuka. Andrie Yunus, Wakil Koordinator KontraS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan) yang merupakan bagian dari koalisi tersebut, menyatakan, "Pembahasan ini tidak sah karena sifatnya yang tertutup."
Tiga anggota koalisi sempat menerobos masuk ke lokasi rapat sebelum akhirnya dikeluarkan oleh petugas keamanan. DPR membantah tuduhan rapat tertutup dan menegaskan bahwa semua proses revisi dilakukan sesuai prosedur dan transparan. Penjelasan ini disampaikan untuk meredam kegaduhan dan memberikan pemahaman yang lebih baik kepada publik.
DPR menekankan bahwa revisi UU TNI bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme TNI dan memperkuat supremasi sipil. Revisi ini juga dimaksudkan untuk menyesuaikan aturan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan negara. DPR mengajak seluruh pihak untuk berdiskusi dan memberikan masukan secara konstruktif demi terciptanya revisi UU TNI yang baik dan bermanfaat bagi bangsa dan negara.
Penjelasan Lebih Lanjut Mengenai Revisi UU TNI
Revisi UU TNI difokuskan pada tiga poin utama: pertama, pengaturan posisi TNI dalam konteks negara hukum; kedua, penyesuaian usia pensiun prajurit TNI agar sesuai dengan perkembangan; dan ketiga, pengaturan jabatan sipil bagi perwira aktif TNI. Ketiga poin ini bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme TNI dan memastikan TNI tetap netral dan profesional dalam menjalankan tugasnya.
Terkait dengan kekhawatiran akan kembalinya dwifungsi ABRI, DPR memastikan bahwa revisi UU TNI tidak akan membuka peluang bagi hal tersebut. DPR berkomitmen untuk menjaga supremasi sipil dan memastikan TNI tetap berada di bawah kendali sipil. Semua perubahan yang dilakukan dalam revisi UU TNI akan dikaji secara matang dan memperhatikan masukan dari berbagai pihak.
DPR juga membuka ruang dialog dan diskusi dengan berbagai pihak, termasuk masyarakat sipil, untuk memastikan revisi UU TNI berjalan transparan dan akuntabel. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa revisi UU TNI menghasilkan aturan yang sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat Indonesia.
Dengan adanya klarifikasi dan penjelasan dari DPR ini, diharapkan dapat mengurangi kekhawatiran publik dan memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai revisi UU TNI. DPR mengajak semua pihak untuk bersama-sama mengawal proses revisi UU TNI agar menghasilkan produk hukum yang berkualitas dan bermanfaat bagi bangsa dan negara.