DPRD Babel dan Walhi Bahas Revisi Perda RZWP3K: Mengapa Wilayah Nelayan Jadi Tambang?
DPRD Babel dan Walhi Babel membahas revisi Perda RZWP3K untuk mengembalikan wilayah tangkap nelayan dari area pertambangan. Ini menjawab aspirasi warga dan memastikan kepastian hukum.
DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) bersama Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Babel baru-baru ini menggelar pertemuan krusial di Pangkalpinang. Agenda utama pembahasan adalah revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2025 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K). Pertemuan ini menandai komitmen serius dalam menata kembali ruang pesisir provinsi.
Inisiatif pertemuan ini muncul sebagai tindak lanjut atas aspirasi masyarakat, khususnya warga Batu Beriga, Kabupaten Bangka Selatan. Mereka mempertanyakan kelanjutan surat Gubernur terkait usulan pengembalian wilayah-wilayah nelayan. Area yang semula merupakan zona tangkap ikan kini telah beralih fungsi menjadi wilayah pertambangan, menimbulkan keresahan mendalam.
Ketua DPRD Provinsi Babel, Didit Sri Gusjaya, menjelaskan bahwa pertemuan tersebut merupakan respons langsung terhadap keresahan warga. Tujuannya adalah untuk memastikan kepastian wilayah tangkap bagi nelayan. Hal ini menunjukkan komitmen legislatif dalam menanggapi isu lingkungan dan mata pencarian masyarakat secara langsung, demi keadilan dan keberlanjutan.
Konflik Zonasi dan Aspirasi Pengembalian Wilayah Nelayan
Aspirasi masyarakat Batu Beriga menjadi pemicu utama pembahasan revisi Perda RZWP3K ini. Warga merasa terganggu dengan perubahan fungsi wilayah pesisir yang semula menjadi sumber mata pencarian mereka. Perubahan ini secara langsung berdampak pada aktivitas penangkapan ikan tradisional, mengurangi pendapatan dan mengancam keberlanjutan profesi mereka.
Didit Sri Gusjaya menegaskan bahwa DPRD Babel telah menemukan adanya desintegrasi antara Perda Zonasi dan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Bangka Belitung. Kedua regulasi tersebut saat ini masih dalam proses evaluasi di Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri. Situasi ini memperumit upaya penataan ruang yang harmonis dan berkeadilan.
Kondisi tumpang tindih zonasi ini menimbulkan ketidakpastian hukum yang signifikan bagi nelayan. Mereka kesulitan dalam menjalankan profesi karena wilayah yang seharusnya menjadi area tangkap kini dikuasai oleh aktivitas pertambangan. Oleh karena itu, pengembalian fungsi wilayah menjadi prioritas utama dalam proses revisi Perda ini.
Langkah Strategis DPRD dan Sinergi Antar Lembaga
Menanggapi permasalahan tersebut, DPRD Babel berencana untuk segera mengambil keputusan strategis dan konkret. Komisi I DPRD Babel bersama Biro Hukum Pemprov Babel akan menyampaikan surat resmi kepada Gubernur. Surat ini berisi penolakan terhadap beberapa lokasi perairan laut yang kini telah beralih fungsi menjadi area pertambangan.
Tujuan utama dari pengiriman surat tersebut adalah agar lokasi-lokasi perairan yang dimaksud dapat dikembalikan menjadi wilayah aktivitas nelayan. Langkah ini menunjukkan keseriusan DPRD dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat pesisir. Ini juga merupakan upaya penting untuk menjaga keberlanjutan ekosistem laut dan mata pencarian tradisional.
Dukungan penuh juga datang dari Komisi II dan Komisi III DPRD Babel dalam upaya ini. Komisi II akan berkoordinasi secara intensif dengan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Babel untuk mendukung proses pengembalian wilayah tangkap. Sementara itu, Komisi III akan menjalin koordinasi dengan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Babel terkait aspek pertambangan.
Didit Sri Gusjaya menambahkan bahwa jika evaluasi Perda RTRW ditolak oleh Kementerian Dalam Negeri, DPRD berharap regulasi tersebut dapat dikembalikan ke Babel. Dengan demikian, perbaikan dan penyempurnaan dapat dilakukan secara menyeluruh di tingkat daerah. Hal ini demi memastikan bahwa Perda yang berlaku benar-benar mengakomodasi kepentingan masyarakat dan lingkungan secara optimal.