Film 'Panggil Aku Ayah' Soroti Isu Fatherless di Indonesia, Dorong Pentingnya Peran Ayah dalam Keluarga
Menteri Kemendukbangga/BKKBN sebut film 'Panggil Aku Ayah' relevan atasi tantangan fatherless di Indonesia, tekankan pentingnya Peran Ayah yang tak hanya sedarah.
Film berjudul "Panggil Aku Ayah" hadir sebagai respons terhadap isu krusial "fatherless" atau kurangnya peran ayah dalam pengasuhan anak di Indonesia. Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Wihaji, menyatakan film ini dapat menjadi jawaban atas tantangan tersebut.
Wihaji menyampaikan hal ini saat menghadiri gala premiere film tersebut di Jakarta pada Rabu (30/7). Film ini dinilai sejalan dengan program unggulan Kemendukbangga/BKKBN, yakni Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI), yang berfokus pada optimalisasi peran ayah.
GATI tidak hanya menekankan kehadiran fisik, melainkan juga keterlibatan emosional dan kasih sayang seorang ayah. Film "Panggil Aku Ayah" diharapkan mampu memberikan perspektif baru mengenai pentingnya Peran Ayah dalam keluarga.
Menjawab Fenomena Fatherless di Indonesia
Fenomena "fatherless" menjadi perhatian serius di Indonesia, di mana banyak anak tumbuh tanpa kehadiran atau keterlibatan aktif sosok ayah. Menteri Wihaji mengakui adanya pertanyaan di media sosial mengenai nasib anak-anak yang kehilangan ayah karena meninggal, perceraian, atau tanpa status. Film "Panggil Aku Ayah" diharapkan mampu memberikan jawaban dan inspirasi bagi mereka.
BKKBN telah meluncurkan Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI) sebagai upaya konkret untuk mengatasi isu ini. GATI merupakan gerakan yang berupaya mengoptimalkan Peran Ayah dalam pengasuhan dan pembangunan keluarga. Program ini juga menyediakan layanan konseling komprehensif, mulai dari pranikah hingga saat memiliki anak.
Melalui GATI, BKKBN berupaya membangun kesadaran bahwa Peran Ayah bukan hanya sekadar garis keturunan biologis. Namun, lebih kepada keterlibatan aktif dan pemberian kasih sayang yang tulus. Film ini menjadi medium efektif untuk menyebarkan pesan penting tersebut kepada masyarakat luas.
Definisi Peran Ayah yang Inklusif dan Adaptif
Wihaji menekankan bahwa Peran Ayah sejati tidak selalu harus berasal dari hubungan sedarah. Banyak keluarga yang sukses dibangun dengan figur ayah sambung atau ayah asuh yang hadir sepenuh hati dan memberikan kontribusi positif. Film "Panggil Aku Ayah" secara inklusif menampilkan karakter-karakter yang merefleksikan definisi ini.
Pesan utama dalam film tersebut menyoroti bahwa karakter atau Peran Ayah bisa didapatkan dari siapa pun, tidak hanya terbatas pada ayah kandung. Hal ini sejalan dengan pandangan bahwa sikap dan perilaku seseorang dapat berubah, seperti yang digambarkan melalui karakter Rosa, Pacil, Mang Dedi, Mang Tatang, dan Rahmat dalam film.
Pemerintah, melalui Kemendukbangga dan BKKBN, terus mendukung pembangunan keluarga yang adaptif dan saling menghargai. Setiap anggota keluarga, termasuk figur ayah, dianggap sebagai bagian penting dalam tumbuh kembang anak dan keutuhan keluarga. Pendekatan ini diharapkan mampu menciptakan lingkungan yang suportif bagi anak-anak.
Data dan Dukungan Pemerintah untuk Keluarga Indonesia
Data keluarga di Indonesia menunjukkan bahwa dari sekitar 72.182.781 keluarga, terdapat sekitar 11,5 juta kepala keluarga perempuan. Selain itu, sekitar 20,9 persen anak di Indonesia kehilangan sosok ayah. Angka-angka ini menggarisbawahi urgensi penanganan isu "fatherless" dan pentingnya optimalisasi Peran Ayah.
Dukungan pemerintah dalam pembangunan keluarga terlihat dari berbagai inisiatif, termasuk program GATI yang didukung oleh film "Panggil Aku Ayah". Film ini akan tayang serentak pada 7 Agustus 2025, memberikan kesempatan bagi masyarakat luas untuk memahami pesan-pesan penting mengenai keluarga dan Peran Ayah.
Menteri Wihaji bahkan berencana untuk menonton kembali film ini bersama Tim Pendamping Keluarga (TPK). Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang program GATI secara lebih luas dan mendorong partisipasi aktif dalam membangun keluarga yang kuat dan adaptif di seluruh Indonesia.