Hakim Tegaskan Pemanggilan Mantan Mendag Lain Kasus Korupsi Gula Hak JPU
Majelis hakim menolak keberatan Tom Lembong terkait pemanggilan mantan menteri perdagangan lain dalam kasus dugaan korupsi impor gula, menekankan kewenangan absolut JPU sesuai asas dominus litis.
Sidang kasus dugaan korupsi impor gula yang menyeret mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong, kembali menjadi sorotan. Pada Kamis, 13 Maret 2024, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menegaskan bahwa kewenangan untuk memanggil pihak lain, termasuk mantan menteri perdagangan lain yang diduga terlibat, sepenuhnya berada di tangan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Hal ini disampaikan dalam pembacaan putusan sela atas eksepsi yang diajukan oleh tim kuasa hukum Tom Lembong.
Putusan tersebut didasarkan pada asas dominus litis, yang memberikan kewenangan penuh dan kendali mutlak kepada JPU dalam proses penuntutan, mulai dari tahap prapenuntutan hingga eksekusi putusan. Hakim anggota Ali Muhtarom menyatakan, "Asas dominus litis menegaskan bahwa tidak ada badan lain yang berhak melakukan penuntutan selain penuntut umum yang bersifat absolut."
Hakim Ali menjelaskan bahwa Majelis Hakim hanya berperan pasif, menunggu tuntutan dari JPU. Oleh karena itu, keberatan Tom Lembong terkait kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam kasus korupsi impor gula periode 2016-2023, sepenuhnya menjadi ranah kewenangan JPU untuk menyelidiki dan menuntutnya.
Kewenangan JPU dan Keberatan Tom Lembong
Hakim Ali juga menanggapi keberatan Tom Lembong terkait perbedaan rentang waktu penyidikan (2015-2023) dengan masa jabatannya sebagai Menteri Perdagangan (2015-2016). Hakim menyatakan bahwa hal tersebut juga merupakan kewenangan JPU. JPU telah melimpahkan perkara ke Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat dengan surat dakwaan yang lengkap dan rinci, termasuk uraian waktu dan tempat terjadinya tindak pidana.
Hakim menegaskan kembali, "Kewenangan melakukan penuntutan sejatinya menjadi monopoli mutlak penuntut umum." Dengan demikian, Majelis Hakim menolak keberatan Tom Lembong terkait hal ini.
Sebelumnya, Tom Lembong mempertanyakan mengapa hanya dirinya yang menjadi terdakwa, sementara rentang waktu penyidikan mencakup periode 2015-2023, sedangkan ia hanya menjabat pada 2015-2016. Ia menekankan perlunya konsistensi dalam penuntutan jika memang terdapat dugaan keterlibatan menteri perdagangan lain pada periode tersebut.
Dakwaan Terhadap Tom Lembong
Tom Lembong didakwa merugikan negara sebesar Rp578,1 miliar terkait penerbitan surat pengakuan impor gula kristal mentah periode 2015-2016 kepada 10 perusahaan tanpa melalui prosedur yang benar. Ia diduga mengetahui bahwa perusahaan-perusahaan tersebut tidak berhak mengolah gula mentah menjadi gula putih, namun tetap menerbitkan surat persetujuan impor.
Selain itu, Tom Lembong juga didakwa karena tidak menunjuk BUMN untuk pengendalian harga gula, melainkan menunjuk beberapa koperasi. Atas perbuatannya, Tom Lembong terancam hukuman berdasarkan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus ini menyoroti kompleksitas penanganan kasus korupsi yang melibatkan banyak pihak dan rentang waktu yang panjang. Putusan hakim yang menekankan kewenangan JPU diharapkan dapat memberikan kejelasan hukum dan memastikan proses hukum berjalan sesuai dengan koridornya.